Peningkatan Kemampuan Menulis Teks Anekdot Melalui Media Gambar Ilustrasi Pada Siswa Kelas X IPA 2 SMA Negeri 2 Mengwi


1.1 Latar Belakang 

Bagi sebagian orang, menulis adalah aktivitas yang membosankan. Namun, pada hakikatnya menulis adalah aktivitas yang sangat menyenangkan dikarenakan menulis mampu mengungkapkan gagasan dan kreativitas yang baik. Selain itu, menulis dapat memberi manfaat ganda yang menggairahkan. Seseorang dapat menularkan ide yang bermanfaat kepada khayalak luas. Pada era globalisasi yang serba modern ini, keterampilan menulis dapat meningkatkan taraf hidup. Hal ini senanda dengan pernyataan Tarigan (1986:1), bahwa keterampilan menulis bersifat fungsional terhadap pengembangan diri siswa, baik untuk studi, melanjutkan studi maupun untuk terjun di masyarakat. Dengan keterampilan menulis yang dimiliki, siswa dapat mengembangkan bahasa sebagai sarana menyalurkan kreativitasnya dalam kehidupan sehari-hari. Tabroni (2007:51) mengungkapkan bahwa tulisan dapat dijadikan sebagai sarana untuk menyalurkan aspirasi dan uneg-uneg kepada pemerintah atau siapa saja yang dapat membahayakan dan merugikan orang banyak.

Siswa dapat melatih keterampilan menulis melalui ragam kegiatan menulis yang dipelajari di sekolah.Ragam kegiatan menulis itu ada dua, yakni menulis sastra dan nonsastra. Kompetensi menulis khusunya kelas X, dapat dibedakan atas limajenis teks yang diajarkan.Kelima teks tersebut di antaranya teks laporan observasi, teks prosedur kompleks, teks eksposisi, teks anekdot, dan teks negosiasi. Materi menulis teks anekdot tercantum dalam salah satu kompetensi dasar pada Kurikulum 2013, mata pelajaran bahasa Indonesia untuk kelas X, yakni 4.2 mampu memproduksi teks anekdot yang koheren sesuai dengan karakteristik teks yang akan dibuat, baik secara lisan maupun tulisan.  

Teks anekdot merupakan salah satu jenis teks humor. Anekdot sering diangap sebagai humor itu sendiri. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), anekdot adalah cerita singkat yang menarik karena lucu dan mengesankan, biasanya mengenai orang penting atau terkenal berdasarkan kejadian yang sebenarnya. Pengalaman yang tidak biasa tesebut disampaikan kepada orang lain.
Teks anekdot merupakan cerita rekaan yang tidak harus didasarkan pada kenyataan yang terjadi pada masyarakat, yang menjadi partisipan atau pelaku di dalamnya pun tidak harus orang penting. Dalam Kurikulum 2004 jenis teks anekdot telah dipelajari sejak kelas VII SMP dan kelas X SMA. Kemuculan pada dua jenjang pendidikan yang berbeda ini membuktikan bahwa teks anekdot penting untuk dikuasai.

Mengingat banyaknya kendala yang dihadapi siswa guru dituntut mampu menerapkan model pembelajaran yang tepat. Pengajaran bahasa Indonesia di sekolah cenderung bersifat hafalan serta kurang sesuai dengan pengembangan kemampuan siswa. Guru menganggap siswa akan mampu menulis teks anekdot hanya dengan diberikan teori saja. Akan tetapi, teori yang diberikan secara monoton akan membuat siswa jenuh dan malas menulis. Penjelasan teori yang terlalu teoretis membuat siswa bingung ketika menulis teks anekdot.Aktivitas pembelajaran dan hasil belajar menulis teks anekdot belum mampu menggali dan mengkaji berbagai peristiwa yang perlu siswa laporkan dalam bentuk tulisan.

Berdasarkan hasil observasi dan wawnacara pada tangga 24 Februari 2018 dengan guru bidang studi bahasa Indonesia yang mengajar di kelas X IPA 2 SMA Negeri 2 Mengwi diperoleh informasi bahwa siswa masih mengalami kendala dalam menulis teks anekdot. Pertama kurangnya keterampilan siswa dalam menulis teks anekdot, dan kedua, siswa masih belum dapat menuangkan ide ke dalam bentuk teks anekdot. Nilai rata-rata yang diperoleh siswa adalah 65, padahal Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang semestinya diperoleh siswa adalah 77. Di dalam tulisan siswa, terdapat beberapa kesalahan.Dari segi kejelasan tulisan, siswa kurang jelas dalam mengungkapan gagasan atau pokok pikiran dan organisasi belum logis dan sistematis. Selain itu penguasaan pemasalahan terbatas, sehingga pengembangan topik tidak memadai dan kurang terperinci.

Kesuliatan yang dialami siswa dalam menulis teks anekdot disebabkan oleh tidak tepatnya model  yang digunakan guru dalam mengajar. Selama melakukan aktivitas mengajar di kelas, guru belum menerapkan model pembelajaran yang inovatif. Dalam menyampaikan materi, guru hanya menggunakan metode ceramah yang sifatnya teoretis.Setelah menjelaskan materi, guru melanjutkan pembelajaran dengan pemberian tugas tanpa diawali contoh. Dengan proses pembelajaran seperti itu, siswa cenderung bosan dan kurang memperhatikan penjelasan materi dari guru. Strategi yang seperti itu juga mengakibatkan aktivitas belajar-mengajar kurang memadai karena tidak adanya variasi yang dilakukan oleh guru saat mengajar di kelas. Hal ini diperkuat oleh Surya (2003:5) yang menyatakan bahwa perhatian, minat, dan motivasi sangat penting dalam upaya melakukan kegiatan belajar-mengajar. Untuk mencapai tujuan dalam pembelajaran perlu dilakukan sesuatu yang dapat membantu proses pembelajaran agar berjalan dengan lancar.

Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh siswa kelas X IPA 2 SMA Negeri 2 Mengwi dalam proses belajar-mengajar, guru hendaknya menggunakan model pembelajaran yang tepat untuk teks anekdot yang menuntut siswa mampu mengamati objek gambar dengan baik dan melaporkannya dalam bentuk tulisan. Hal ini dapat dilakukan oleh guru dengan menerapkan media gambar ilustrasi. Media gambar ilustrasi dinilai efektif dalam proses pembelajaran. Gambar ilustrasi dapat membantu siswa menemukan ide atau gagasan, menemukan kosakata, menuangkan dalam bentuk tulisan dan merangkai ceritanya secara utuh. Selain itu, siswa akan lebih tertarik dan berminat dalam mengikuti pelajaran teks anekdot. Media ilustrasi memiliki keunggulan, misalnya gambar bersifat konkrit, gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu, gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan, gambar dapat memperjelas suatu masalah dan gambar harganya murah, serta mudah digunakan tanpa memerlukan peralatan khusus (Sadiman, 2011:29). Maka dari itu, penggunaan media gambar dapat membantu siswa untuk memusatkan perhatian terhadap materi yang disampaikan.

Adapun penelitian sejenis yang terkait dengan penelitian ini adalah sebagai berikut. Penelitian pertama oleh  Ni Komang Ayu Damayanti (2014) dengan judul penelitian Pembelajaran Menulis Teks Anekdot Berpendekatan Saintifik dengan Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) Pada Siswa Kelas X Tata Kecantikan Kulit 1 Di SMK Negeri 2 Singaraja. Penelitian tersebut memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti. Persamaannya adalah sama-sama mengkaji tentang pembelajaran menulis teks anekdot. Selain itu, rancangan penelitian yang digunakan peneliti, yaitu sama-sama menggunakan rancangan penelitian deskriptif-kualitatif. Perbedaan penelitian meneliti dengan penelitian sejenis Ayu Damayanti dapat dilihat dari rumusan masalah dan objek penelitian itu sendiri. Peneliti Ayu Damayanti menggunakan dua rumusan masalah mengenai perencanaan menulis teks anekdot berpendekatan saintifik dengan model pembelajaran bebasis proyek dan langkah-langkah pembelajaran menulis teks anekdot berpendekatan saintifik dengan model pembelajaran berbasis proyek, sedangkan objek penelitiannya adalah pembelajaran menulis teks anekdot berpendekatan saintifik dengan model pembelajaran berbasis proyek. Hal itu sudah jelas berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yang mengambil tiga rumusan masalah yaitu, langkah-langkah pembelajaran menulis teks anekdot melalui media gambar ilustrasi pada siswa  kelas X IPA 2 SMA Negeri 2 Mengwi,  peningkatan hasil kemampuan menulis teks anekdot melalui media gambar ilustrasi kelas X IPA 2 SMA Negeri 2 Mengwi dan respons siswa terhadap pembelajaran menulis teks anekdot melalui media gambar ilustrasi. 

Penelitian kedua, oleh Dimas Yudi Witjaksono (2017) berjudul Penggunaan Media Gambar Ilustrasi Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Seni Budaya dan Keterampilan Peserta Didik Kelas III MIN 7 Bandar Lampung.Penelitian yang pernah dilakukan oleh Dimas Yudi Witjaksono tersebut, dirancang dalam bentuk penelitian deskriptif kualitatif.

Penelitian ketiga, oleh Haryanti (2015) yang berjudul Peningkatan Kemampuan Menulis Teks Anekdot Dengan Media Gambar Karikatur Pada Siswa Kelas X Man Purworejo Tahun Pelajaran 2014/2015. Persamaan penelitian ini dengan penelitian tersebut dapat dilihat dari objek penelitian yang diteliti yaitu sama-sama meneliti tentang peningkatan kemampuan menulis teks anekdot, sedangkan perbedaannya dapat dilihat dari subjek tempat penelitian yaitu, penulis meneliti pada kelas X SMA Negeri 2 Mengwi, sedangkan Haryati meneliti siswa kelas X Man Purworejo.Penulis menggunakan media ilustrasi sedangkan Haryati menggunakan media gambar karikatur. Dari hasil perbandingan di atas dapat dinyatakan bahwa penelitian karya Ayu Damayanti, Putu Suryani, dan Haryanti sejenis dengan penelitian yang akan dilaksanakan. 

Berdasarkan hal tersebut, sudah jelas terlihat perbedaan antara penelitian ini dan penelitian yang lain terletak pada faktor permasalahan dan kendala yang akan dikaji. Penelitian ini adalah untuk mengatasi kendala yang dihadapi oleh siswa dalam menulis teks anekdot. Oleh sebab itu, peningkatan kemampuan kenulis teks anekdot melalui media gambar ilustrasi pada siswa kelas X IPA 2 SMA Negeri 2 Mengwi. PTK ini sangat penting untuk dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah 

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
  1. Bagaimanakah langkah-langkah pembelajaran menulis teks anekdot melalui  media gambar ilustrasi siswa kelas X IPA 2 SMA Negeri 2 Mengwi?
  2. Bagaimanakah hasil belajar menulis teks anekdot melalui media gambar ilustrasi pada siswa kelas X IPA 2 SMA Negeri 2 Mengwi?
  3. Bagaimanakah respons siswa terhadap pembelajaran menulis teks anekdot melalui media gambar ilustrasi pada siswa kelas X IPA 2 SMA Negeri 2 Mengwi?

1.3 Tujuan Penelitian 

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian sebagai berikut.
  1. Untuk mendeskripsikan langkah-langkah pembelajaran menulis teks anekdot melalui media gambar ilustrasi pada siswa kelas X IPA 2 SMA Negeri 2 Mengwi. 
  2. Untuk mendeskripsikan hasil belajar menulis teks anekdot melalui media gambar ilustrasi pada siswa kelas X IPA 2 SMA Negeri 2 Mengwi.
  3. Untuk mendeskripsikan respons siswa terhadap pembelajaran menulis teks anekdot melalui media gambar ilustrasi di kelas X IPA 2 SMA Negeri 2 Mengwi.


1.4 Manfaat Penelitian 

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dua manfaat, yaitu secara teoretis dan manfaat praktis.Manfaat teoritis dan manfaat praktis yang diharapkan dari peneliti ini dapat dikemukakan sebagai berikut.

1.4.1 Manfaat Teoretis 
Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan kontribusi untuk menentukan arah strategi dalam pemilihan dan pemanfaatan model pengajaran teks anekdot secara tepat, khususnya untuk siswa SMA.

1.4.2 Manfaat Praktis 
Secara praktis, penelitian ini akan bermanfaat bagi beberapa pihak, antara lain sebagai berikut.
  • Bagi guru Bahasa Indonesia
    Guru dapat memahami hal-hal yang perlu dilakukan untuk menyampaikan pembelajaran secara aktif dan menarik sehingga siswa mampu menyimak pelajaran yang sedang diajarkan sesuai dengan yang diharapkan oleh guru. Selain itu, penelitian ini diharapkan memberikan masukan bagi guru Bahasa Indonesia tentang salah satu model pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia pada pembelajaran menulis teks anekdot yang sesuai dengan karakteristik belajar siswa. Guru juga dapat memperkaya teknik-teknik pembelajaran dan mengetahui permasalahan siswa dan cara-cara mengatasinya.
  • Bagi siswa
    Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi para siswa dalam belajar menulis teks anekdot melalui penggunaan media gambar ilustrasi.
  • Bagi Peneliti
    Hasil penelitina ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pengalaman langsung untuk mengetahui tentang model pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia pada pembelajaran menulis teks anekdot.
  • Bagi Peneliti Lain
    Penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan, pedoman, serta bahan perbandingan atau refrensi ketika melakukan penelitian yang sejenis.
KAJIAN TEORI
Beberapa konsep yang menjadi landasan teoretis dalam penelitian ini adalah menganai kurikulum 2013, pembelajaran bahasa Indonesia pada kruikulum 2013, menulis teks anekdot, media gambar ilustrasi, dan pembelajaran menulis teks anekdot melalui media gambar ilustrasi. 

2.1 Pendekatan Pembelajaran dalam Kurikulum 2013

Pembelajaran Kurikulum 2013 menggunakan Pendekatan Ilmiah (Scientific Approach). Proses pembelajaran dengan berbasis pendekatan ilmiah harus dipadu dengan kaidah-kaidah pendekatan ilmiah. Pendekatan ini bercirikan penonjolan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pembahasan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Dengan demikian, proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nila-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah. Menurut Scubert (dalam Widyastono, 2014:1) Proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria sebagai berikut.
  1. Subtansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu, bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dogeng semata.
  2. Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka yang serta merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis
  3. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan subtansi atau materi pembelajaran. 
  4. Mendorong dan menginspirasi siswa agar mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu dengan yang lain dari subtansi atau materi pelajaran.
  5. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespons subtansi atau materi pelajaran.

Proses pembelajaran harus terhindar dari sifat-sifat atau nilai-nilai non-ilmiah yang meliputi intuisi, prasangka, penemuan melalui coba-coba, dan asal berpikir kritis. Ketika pembelajaran dilaksanakan dimensi pedagogikyang dibelajarkan, diharapkan siswa mampu menggali informasi melalui pengamatan, bertanya, mengeksplorasi, mengasosiasi, atau mengkomunikasikan materi pembelajaran. Selaim itu, guru juga menyajikan data atau informasi yang terkait dengan materi pelajaran. Kemudian dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan menciptakan suatu kegiatan belajar-mengajar yang baik sesuai dengan komponen pembelajaran yang sudah disiapkan. Maka, pada pembelajaran ini harus menekankan dan menerapkan nila-nilai atau sifat ilmiah melalui pendekatan saintifik.

Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran harus menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Menurut Kemendikbud (2013:42) Dalam proses pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, ranah sikap mengamati transfomasi subtansi atau materi ajar agar siswa tahu tentang “bagaimana”. Ranah pengetahuan mengamati bahan ajar agar siswa tahu tentang “apa”. Hasil akhirnya keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skill) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skill) dari siswa yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2016) meliputi lima langkah, yaitu: mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengasosiasi,dan mengkomu-nikasikan. Selanjutnyadijelaskan sebagai berikut :
  1. Mengamati
    Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses kegiatan siswa mengidentifikasi melalui indera penglihat (membaca, menyimak), pembau, pendengar, pengecap dan peraba pada waktu mengamati suatu objek dengan ataupuntanpa alat bantu. Alternatif kegiatan mengamati antara lain observasi lingkungan, mengamati gambar, video, tabel dan grafik data, menganalisis peta, membaca berbagai informasi yang tersedia di media masa dan internet maupun sumber lain.
  2. Menanya
    Kegiatan siswa mengungkapkan apa yang ingin diketahuinya baik yang berkenaan dengan suatu objek, peristiwa, suatu proses tertentu. Dalam kegiatan menanya, siswa membuat pertanyaansecara individu atau kelompok tentang apa yang belum diketahuinya. Siswa dapat mengajukan pertanyaan kepada guru, narasumber, siswa lainnya dan atau kepada diri sendiri dengan bimbingan guru hingga siswa dapat mandiri dan menjadi kebiasaan. Pertanyaan dapat diajukan secara lisan dan tulisan serta harus dapat membangkitkan motivasi siswa untuk tetap aktif dan gembira. Bentuknya dapat berupa kalimat pertanyaan dan kalimat hipotesis.
  3. Mengumpulkan Data
    Kegiatan siswa mencari informasi sebagai bahan untuk dianalisis dan disimpulkan. Kegiatan mengumpulkan data dapat dilakukan dengan cara membaca buku, mengumpulkan data sekunder, observasi lapangan, uji coba (eksperimen), wawancara, menyebarkan kuesioner, dan lain-lain. Hasil belajar dari kegiatan mengumpulkan data.
  4. Mengasosiasi
    Kegiatan siswa mengolah data dalam bentuk serangkaianaktivitas fisik dan pikiran dengan bantuan peralatan tertentu.Bentuk kegiatan mengolah data antara lain melakukan klasifikasi, pengurutan (sorting), menghitung, membagi, dan menyusun data dalam bentuk yang lebih informatif, serta menentukan sumber data sehingga lebih bermakna. Kegiatan siswa dalam mengolah data misalnya membuat tabel, grafik, bagan, peta konsep, menghitung, dan pemodelan. Selanjutnya siswa menganalisis data untuk membandingkan ataupun menentukan hubungan antara data yang telah diolahnya dengan teori yang ada sehingga dapat ditarik simpulan dan atau ditemukannya prinsip dan konsep penting yang bermakna dalam menambah skema kognitif, meluaskan pengalaman, dan wawasan pengetahuannya. Hasil belajar dari kegiatan menalar/mengasosiasi.
  5. Mengomunikasikan
    kegiatan siswa mendeskripsikan dan menyampaikan hasil temuannya dari kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan dan mengolahdata, serta mengasosiasi yang ditujukan kepada orang lain baik secara lisan maupun tulisan dalam bentuk diagram, bagan, gambar, dan sejenisnya dengan bantuan perangkat teknologi sederhana dan atau teknologi informasi dan komunikasi.
2.2 Pembelajaran Bahasa Indonesia pada Kurikulum 2013 

Pembelajaran bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013 adalah pembelajaran berbasis teks. Dalam pembelajaran bahasa berbasis teks, bahasa Indonesia diajarkan bukan sekadar sebagai pengetahuan bahasa, melainkan sebagai teks yang mengemban fungsi untuk menjadi sumber aktualisasi diri. Teks dimaknai sebagai satuan bahasa yang mengungkapkan makna secara kontekstual (Kemendikbud, 2013)

Pembelajaran bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang wajib diajarkan di seluruh jenjang pendidikan. Arah pembelajaran pada semua jenjang pendidikan adalah sama, yaitu untuk mencapai tujuan pembelajaran bahasa Indonesia pada Kurikulum 2013 disusun dengan berbasis teks, baik lisan maupun tulisan. Pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks dilakukan dengan menerapkan prinsip bahwa (1) bahasa hendaknya dipandang sebagai teks, bukan semata-mata kumpulan kata-kata atau kaidah-kaidah kebahasaan, (2) penggunaan bahasa merupakan proses pemilihan bentuk-bentuk kebahasaan untuk mengungkapkan makna, (3) bahasa bersifat fungsional, yaitu penggunaan bahasa yang tidak pernah dapat dilepaskan dari konteks karena dalam bentuk bahasa yang digunakan itu tercermin ide, sikap, nilai, dan ideologi penggunaannya, dan (4) bahasa merupakan sarana pembentukan kemampuan berpikir manusia (Kemendikbud, 2013). Sehubungan dengan prinsip-prinsip itu, perlu disadari bahwa di dalam setiap teks terdapat struktur tersendiri yang satu sama lain berbeda. Sementara itu, dalam struktur tercermin struktur berpikir.

Menurut Kemendikbud (2013:42) Persentase kegiatan siswa 10% mendengarkan, 23% berbicara, tata bahasa 6%, membaca 30%, dan menulis 31%. Tarigan (1986:1) menyebutkan bahwa keterampilan menulis teks anekdot bersifat fungsional terhadap pengembangan diri siswa, baik untuk melanjutkan studi maupun terjun ke masyarakat dalam kehidupan modern ini jelas bahwa keterampilan menulis sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, kiranya tidaklah terlalu berlebihan bila dikatakan bahwa keterampilan menulis merupakan suatu ciri dari orang yang terpelajar atau bangsa yang terpelajar.

2.3 Hakikat Menulis 
2.3.1 Pengertian Menulis 

Semi (2007:14) menyatakan bahwa menulis merupakan suatu proses kreatif memindahkan gagasan ke dalam lambang-lambang tulisan. Jadi, menulis merupakan suatu kegiatan aktif dan kreatif karena yang telah dihasilkan melalui tulisan itu adalah hasil curahan pikiran yang mengandung makna dan mudah dicerna atau dipahami oleh pembaca 

Menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa, agar dapat dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik itu (Tarigan, 2008:20). Seringkali lambang atau grafik tersebut perlu didefinisikan agar dapat dipahami oleh semua kalangan yang melihatnya.

Menurut McCrimmon (dalam Slamet, 2012: 169), menulis merupakan kegiatan menggali pikiran dan perasaan mengenai suatu subjek, memilih hal-hal yang ditulis, menentukan cara menuliskannya sehingga pembaca dapat memahaminya dengan mudah dan jelas. Pendapat ini senada dengan pendapat Mary Lawrence (dalam Slamet, 2012: 171), menulis adalah mengomunikasikan apa dan bagaimana pikiran penulis

Berdasarkan keempat pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis merupakan kemampuan seseorang untuk menuangkan ide atau gagasan mengenai suatu subjek dan dalam proses tersebut melibatkan otak kanan dan otak kiri yang saling berhubungan dan ditungkan dalam bentuk tulisan.

2.3.2 Manfaat Menulis 
Menulis memang memiliki kelebihan khusus.Widodo & Chasanah (1993) menyatakan bahwa permasalahan yang rumit dapat dipaparkan secara jelas dan sistematis melalui tulisan. Angka, tabel, grafik, dan skema dapat dipaparkan dengan mudah melalui tulisan. Tulisa juga lebih mudah digandakan melalui bantuan teknologi produksi. Karya-karya tulis memiliki daya bukti yang lebih kuat. Selain itu, tulisan memiliki sifat permanen karena dapat disimpan dan lebih mudah diteliti karena dapat diamati secara perlahan dan berulang-ulang.
Berikut ini manfaat menulis menurut Percy dan Komaidi.

  1. Percy (dalam Nuruddin, 2011:20—27) menyatakan enam manfaat menulis, yaitu (a) sarana untuk mengungkapkan diri, (b) sarana untuk pemahaman, (c) membantu mengembangkan kepuasan pribadi, kebanggaan, perasaan harga diri, (d) meningkatkan kesadaran dan penyerapan terhadap lingkungan, (e) keterlibatan secara bersemangat dan bukannya penerimaan yang pasrah, dan (f) mengembangkan suatu pemahaman tentang sesuatu dan kemampuan menggunakan bahasa. 
  2. Komaidi (2011, 9—10) memberikan enam manfaat menulis. Keenam manfaat tersebut adalah (a) menimbulkan rasa ingin tahu dan melatih kepekaan dalam melihat realitas kehidupan, (b) mendorong kita untuk mencari referensi lain, misalnya buku, majalah, koran, jurnal, dan sejenisnya, (c) terlatih untuk menyusun pemikiran dan argumen secara runtut, sistematis, dan logis, (d) mengurangi tingkat ketegangan dan stres, (e) mendapatkan kepuasan batin terlebih jika tulisan bermanfaat bagi orang lain melalui media massa, dan (e) mendapatkan popularitas di kalangan publik. 
Lebih lanjut, dijelaskan Nuruddin (2011:11) bahwa menulis dapat membuat perasaan dan kesehatan yang lebih baik. Mengacu pada pendapat Dr. Pennebaker bahwa menulis tentang pikiran dan perasaan terdalam tentang trauma yang dialami menghasilkan suasana hati yang lebih baik, pandangan positif, dan kesehatan yang lebih baik. Sementara itu, mengacu pada pendapat Fatimah Merisi bahwa menulis dapat  mengencangkan kulit di wajah dan membuat awet muda.

2.3.3 Tujuan Menulis 
Setiap penulis harus mempunyai tujuan yang jelas dari tulisan yang akanditulisnya. Menurut Suriamiharja (1997: 10), tujuan dari menulis adalah agar tulisan yang dibuat dapat dibaca dan dipahami dengan benar oleh orang lain yang mempunyai kesamaan pengertian terhadap bahasa yang dipergunakan. Sedangkan menurut Suparno dan Mohamad Yunus (2008: 3.7), tujuan yang ingin dicapai seorang penulis bermacam-macam sebagai berikut.
a.     Menjadikan pembaca ikut berpikir dan bernalar.
b. Membuat pembaca tahu tentang hal yang diberitakan.
c. Menjadikan pembaca beropini.
d. Menjadikan pembaca mengerti.
e. Membuat pembaca terpersuasi oleh isi karangan.
f. Membuat pembaca senang dengan menghayati nilai-nilai yang.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa tujuan menulis adalah agar pembaca mengetahui, mengerti dan memahami anak.

2.3.4 Ciri-ciri Tulisan yang Baik
Nuruddin (2011:39—46) dalam buku yang berjudul Dasar-Dasar Penulisan.Berikut ini ciri-ciri tulisan yang baik.

  1. Memiliki kejujuran penulis
    Kepribadian penulis sebenarnya tampak dari hasil menulis. Sikap jujur penulis tampak dalam tulisan-tulisan yang dihasilkan. Sikap adil dalam merujuk pendapat orang lain dengan mencatumkan rujukan tampak pada tulisan. Tidak ada unsur kesengajaan dalam menjiplak tulisan-tulisan orang lain, kecuali faktor lupa yang dapat dianggap sebagai suatu kewajaran.
  2. Dihasilkan dari kerangka karangan
    Karangan tulisan yang baik dihasilkan dari perencanaan yang baik pula. Perencanaan karangan tulisan memberikan keleluasaan penulis dalam mendaftar, mengurutkan, dan menuangkan gagasan yang dimiliki ke dalam bentuk tulisan. Tidak ada gagasan yang tertinggal. Tidak ada pula lompatan-lompatan gagasan. Tulisan menjadi sistematis dan gagasan mudah dipahami pembaca.
  3. Kemenarikan tulisan
    Kemenarikan tulisan dapat muncul dari kemasan judul dan isi bacaan. Prinsip-prinsip penulisan judul harus dipatuhi penulis. Misalnya judul harus memcerminkan isi karangan, jumlah kata yang proporsional, dan menumbuhkan rasa penasaran. Ketertarikan pembaca akan memunculkan minat untuk membaca tulisan.
  4. Kemurnian gagasan
    Kemanarikan tulisan juga ditentukan oleh kemurnian gagasan/pikiran. Jika gagasan/pikiran sudah banyak disampaikan oleh orang lain, akan muncul kejenuhan, kebosanan, dan rasa basi bagi pembaca.
  5. Memiliki gagasan/ide utama dan penjelas
    Tulisan yang baik memiliki gagasan utama. Gagasan utama dikemas secara deduktif, induktif, atau campuran. Gagasan utama ini diwujudkan melalui kalimat utama.
  6. Kesatuan gagasan
    Tulisan terdiri atas berbagai gagasan/pikiran, baik bersifat utama maupun penjelas. Penulis bukan hanya menyebar dan menjabarkan gagasan, melainkan harus menyatukan dengan baik. Kesatuan gagasan dapat memberikan pemahaman yang baik kepada pembaca.
  7. Keruntutan gagasan
    Tulisan yang baik seharusnya memiliki keruntutun gagasan/pikiran yang baik. Penulis bukan hanya menjabarkan gagasan dalam tulisan, melainkan harus menata dan mengurutkan gagasan.
  8. Kohesi dan koheren
    Hubungan keterikatan dalam tulisan mutlak diperlukan. Hubungan keterikatan ini disebut koherensi dan kohesi. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, koherens adalah hubungan logis antarkalimat sebuah paragraf. Hubungan logis ini dibangun untuk menciptakan kesatuan makna. Kalimat-kalimat yang dirangkai dan dipisahkan dengan tanda titik (.)
  9. Kelogisan
    Kelogisan tulisan merupakan faktor mudah tidaknya tulisann diterima pembaca. Jika tulisan dapat diterima akal, pembaca akan menuntaskan bacaan.
  10. Penekanan
    Dalam sebuah tulisan terdapat berbagai sebaran gagasan. Jika penulis hendak memberikan perhatian khusus sebuah gagasan, dapat digunakan sebuah penekanan.

2.4 Hakikat Teks Anekdot 

Menurut pandangan Eriyanto,  (2001: 3) teks hampir sama dengan wacana, bedanya kalau teks hanya bisa disampikan dalam bentuk tulisan saja, sedangkan wacana bisa disampikan dalam bentuk lisan maupun tertulis. Teks adalah satuan lingual yang dimediakan secara tulis atau lisan dengan tata organisasi tertentu untuk mengungkapkan makna secara kontekstual. Istilah teks dan wacana dianggap sama dan hanya dibedakan dalam hal bahwa wacana lebih bersifat abstrak dan merupakan realisasi makna dari teks. Jenis-jenis teks yang secara umum dikenal adalah deskripsi, laporan, prosedur, penceritaan, eksplanasi, eksposisi, diskusi, surat, editorial, iklan, negosiasi, anekdot, naratif, eksemplum, dan lain-lain.

Anekdot merupakan salah satu jenis humor. Anekdot kadang sering dianggap sebagai humor itu sendiri. Oleh karena itu,uraian mengenai humor juga menjelaskan tentang anekdot. Istilah anekdot telah muncul dalam pembelajaran bahasa Inggris kurikulum 2004. Tersebut dalam kurikulum 2004 bahwa jenis anekdot telah dipelajari sejak kelas VIII Sekolah Menengah Pertama. Kurikulum tersebut menyatakan bahwa anekdot bertujuan untuk menceritakan suatu kejadian yang tidak biasa dan lucu. Sementara itu munculnya teks anekdotsebagai teks yang diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia baru disampaikan secara tersurat dalamKurikulum 2013.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), anekdot adalah cerita singkat yang menarik karena lucu dan mengesankan, biasanya mengenai orang penting atau terkenal dan berdasarkan kejadian yang sebenarnya. Pengalaman yang tidak biasa tersebut disampaikan kepada orang lain dengan tujuan untuk menghibur pembaca. Ada pengertian lain, bahwa teks anekdot merupakan cerita rekaan yang tidak harus didasarkan pada kenyataan yang terjadi pada masyarakat, yang menjadi partisipan atau pelaku di dalamnya pun tidak harus orang penting.

Dengan demikian, teks anekdot merupakan cerita narasi ataupun percakapan yang lucu dengan berbagi tujuan, baik hanya sekadar hiburan atau sendau gurau, rekaan, sindiran, atau kritik tidak langsung. Teks anekdot memiliki struktur abstraksi, orientasi, krisis, reaksi, dan koda.
Kemendikbud (2013:111) Secara umum, teks anekdot terdiri dari atas lima bagian, yaitu :

  • Abstraksi, Abstraksi terletak di bagian awal paragraf. Fungsi abstraksi adalah memberikan gagasan tentang isi teks. Secara umum, bagian ini menunjukkan hal unik yang ada di dalam teks.
  • Orientasi, Orientasi merupakan bagian yang menunjukkan awal kejadian cerita atau latar belakang bagiamana peristiwa terjadi. Pada bagian ini penulis bercerita secara detail.
  • Krisis, Krisis adalah bagian yang terjadi hal atau masalah yang unik atau tidak biasa yang terjadi pada penulis atau orang yang diceritakan
  • Reaksi, Reaksi merupakan bagian bagaimana cara penulis atau yang ditulis menyelesaikan masalah yang timbul pada bagian krisis tadi. 
  • Koda, Koda adalah bagian akhir cerita, bisa juga dengan memberi simpulan tentang kejadian yang dialami penulis atau orang yang ditulis.
2.5 Media dalam Pembelajaran
2.5.1 Hakikat Media 
Kata media berasal dari kata latin medius yang secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’, atau ‘pengantar’. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronik untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali infosrmasi visual atau verbal. AECT(Association of Education and Communication Technology) di Amerika, membatasi media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan/informasi. Disamping sebagai sistem penyampai atau pengantar, media yang sering diganti dengan kata mediator, dengan istilah mediator media menungjukkan fungsi atau perannya, yaitu mengatur hubungan yang efektif antara dua pihak utama dalam proses belajar, yaitu siswa dan isi pelajaran. Ringkasnya, media adalah alay yang menyampaikan atau mengantarkan pesan-pesan pengajaran (Azhar (Arsyad, 2010: 3).

Pengertian media pembelajaran adalah paduan antara bahan dan alat atau perpaduan antara software dan hardware (Sadiman, dkk, 1996:5). Media pembelajaran bisa dipahami sebagai media yang digunakan dalam proses dan tujuan pembelajaran. Pada hakikatnya proses pembelajaran juga merupakan komunikasi, maka media pembelajaran bisa dipahami sebagai media komunikasi yang digunakan dalam proses komunikasi tersebut, media pembelajaran memiliki peranan penting sebagai sarana untuk menyalurkan pesan pembelajaran. 

Berdasarkan beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa media adalah segala jenis komponen yang digunakan untuk menyalurkan pesan/informasi yang merangsang siswa untuk belajar sehingga proses pembelajaran terjadi.

2.5.2 Karakteristik Media
Menurut Sukiyadi (2006: 176) bahwa media pembelajaran itu banyak macamnya dari mulai media yang sederhana sampai yang kompleks.Untuk tujuan-tujuan praktis, berikut adalah karakteristik beberapa jenis media yang lazim dipakai dalam kegiatan belajar mengajar khususnya di Indonesia. Media Grafis, media grafis termasuk media visual. Sebagaimana halnya media yang lain, media grafis berfungsi untuk menyalurkan pesan dari sumber ke penerima pesan. Saluran yang dipakai menyangkut indera penglihatan. Pesan yang akan disampaikan dituangkan ke dalam simbol-simbol visual. Contoh media grafis adalah gambar/foto, sketsa, diagram, bagan/chart, grafik/graphs, kartun, poster, papan flannel/flannel board, papan bulletin/bulletin board.

  1. Media Audio, berbeda dengan media grafis, media audio berkaitan dengan indera pendengaran. Pesan yang akan disampaikan dituangkan ke dalam lambang-lambang auditif, baik verbal (ke dalam kata-kata/ bahasa lisan) maupun non verbal. Ada beberapa jenis media yang dapat kita kelompokkan dalam media audio, antara lain radio, alat perekam pita magnetic, laboratorium bahasa.
  2. Media Proyeksi Diam, media proyeksi diam (still proyected medium) mempunyai persamaan dengan media grafik dalam arti menyajikan rangsangan-rangsangan visual. Selain itu, bahan-bahan grafis banyak sekali dipakai dalam proyeksi diam. Perbedaan yang jelas diantara mereka adalah pada media grafis dapat secara langsung brinteraksi dengan pesan media yang bersangkutan pada media proyeksi, pesan tersebut harus diproyeksikan dengan proyektor agar dapat dilihat oleh sasaran terlebih dahulu. Beberapa jenis media proyeksi diam antara lain film bingkai/slide, film rangkai/film strip, overhead proyektor, proyektor opaque, tachitoscope, microprojection dengan microfilm. 
2.6 Media Gambar Ilustrasi

Secara etimologi kata ilustrasi berasal dari bahasa latin ilustrate yang artinya menjelaskan atau menerangkan sesuatu. Dalam arti luas ilustrasi dapat didefinisikan sebagai suatu karya seni rupa yang bertujuan memperjelas sesuatu atau menerangkan sesuatu yang dapat berupa cerita atau naskah, musik atau gambar (Rasjoyo dalam Kristanto, 1994: 63). Soedarsono (dalam Nashir 2002:3) menjelaskan Ilustrasi visual atau yang lebih dikenal dengan kata lain ilustrasi gambar dapat berupa foto atau lukisan untuk membantu memperjelas isi buku, karangan, dan sebagainya, dapat juga bermakna gambar, desain, diagram untuk penghias halaman sampul. Dengan demikian, gambar ilustrasi adalah gambar yang bercerita yang memiliki tema sesuai dengan tema isi cerita tersebut. Saran yang peneliti sampaikan adalah sebagai berikut. Bagi guru mata pelajaran Bahasa Indonesia hendaknya menggunakan media ilustrasi dalam pembelajaran menulis teks anekdot. Media ini terbukti dapat membantu kelancaran aktivitas dan efisiensi pencapaian tujuan pembelajaran. Bagi siswa hendaknya lebih meningkatkan motivasi untuk aktif bertanya dan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru maupun teman lainnya.

2.7 Kerangka Berpikir 
Keterampilan menulis teks dengan bahasa yang baik dan benar merupakan salah satu kompetensi dasar yang harus dicapai siswa SMA kelas X IPA 2. Siswa sering mendapatkan kesulitan saat pembelajaran menulis, khususnya menulis teks anekdot. Kesulitan tersebut di antaranya adalah menyusun teks anekdot, mengawali penulisan teks anekdot, mengembangkan teks anekdot menjadi sebuah teks anekdot, dan lain-lain. Untuk mengatasi dan meminimalisasikan hal itu, peran guru sangat diperlukan keberhasilan pembelajaran dapat dicapai apabila guru menerapkan pembelajaran yang dapat membuat siswa tertarik dan tidak merasa bosan dalam mengikuti pembelajaran menulis, khusunya menulis teks anekdot dengan bahasa yang baik dan benar.

Kemampuan menulis teks anekdot dengan menggunakan media gambar ilsutrasi  siswa kelas X IPA 2 membuat siswa tertarik dan tidak merasa bosan dalam mengikuti pelajaran. Dengan cara seperti itu, siswa akan lebih termotivasi untuk mengikuti pembelajaran menulis, khusunya menulis teks anekdot dengan bahasa yang baik dan benar. Kemampuan menulis teks anekdot siswa kelas X IPA 2 SMA Negeri 2 Mengwi sangat rendah dengan nilai rata-rata kelas yaitu 77. Rendahnya nilai rata-rata siswa dalam menulis teks anekdot disebabkan oleh strategi yang digunakan oleh guru hanyalah metode ceramah, berdiskusi dan penugasaan. Guru memberikan materi kepada siswa hanya dengan cara menjelaskan dari awal pelajaran hingga pelajaran usai. Oleh karena itu, siswa merasa bosan dengan pelajaran dan cenderung memerhatikan guru dan lebih asyik bergelut dengan dirinya, seperti mengobrol, tidur, menulis hal-hal yang tidak berkaitan dengan pelajaran, bercanda dan keluar kelas dengan alasan pergi ke kamar kecil.

Selain itu siswa tidak memahami apa yang disampaikan oleh guru, siswa tidak mampu mengeluarkan ide atau gagasannya untuk membuat sebuah teks anekdot, siswa tidak dapat mengetahui caranya membuat struktur teks anekdot, siswa tidak dapat menulis teks anekdot dengan bahasa yang baik dan benar. Faktor lain adalah kurangnya pengetahuan siswa tentang pokok-pokok penulisan teks anekdot, siswa tidak  bisa membedakan antara menulis teks anekdot dengan tulisan yang lain, kurangnya pengetahuan siswa tentang struktur teks anekdot dan cara mengembangkan teks tersebut menjadi utuh. 

Peneliti menggunakan media gambar ilustrasi dalam pembelajaran yang melibatkan keaktifan dan kreativitas siswa. Penggunaan media gambar ilustrasi dianggap sebagai salah satu model yang efektif karena melatih siswa untuk mengemukakan ide atau gagasan beradasrkan gambar ilustrasi yang sudah disediakan di layar pryektor (LCD).



Informasi Penulis : Ni Kadek Septi Dwiantari/Jurusan Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia, UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

Komentar

Popular Posts

Proposal Usaha Bengkel Las Dan Bubut “Sabadha Logam”

Jenis-Jenis Port beserta Penjelasan, Gambar, dan Fungsinya Pada Console Unit

Drama : Liburan Ke Kebun Binatang