ANALISI KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN MODEL ROLE PLAYING (BERMAIN PERAN) SISWA KELAS V DI SD NEGERI 4 TEMUKUS KECAMATAN BANJAR TAHUN AJARAN 2017/2018
ANALISI
KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN MODEL ROLE
PLAYING (BERMAIN PERAN) SISWA KELAS V DI SD NEGERI 4 TEMUKUS KECAMATAN
BANJAR TAHUN AJARAN 2017/2018
PROPOSAL
Diajukan
kepada
Universitas
Pendidikan Ganesha
Untuk
Memenuhi Salah Satu Persaratan dalam Menyelesaikan
Program
Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh
Kadek
Dwi Padmawati
NIM
1411031158
JURUSAN
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2018
Daftar Isi
Sampul.................................................................................................................... i
Halaman
Judul........................................................................................................ ii
Lembar Persetujuan Pembimbing........................................................................... iii
Daftar Isi................................................................................................................. ii
Daftar Tabel............................................................................................................ iii
Daftar Gambar........................................................................................................ iv
A. Latar
Belakang............................................................................................ 1
B. Identitas
Masalah Penelitian....................................................................... 6
C. Pembatasan
Masalah................................................................................... 7
D. Rumusan
Masalah Penelitian...................................................................... 7
E. Tujuan
Penelitian........................................................................................ 8
F. Manfaat
Hasil Penelitian............................................................................. 8
G. Kajian
Teori................................................................................................ 9
1. Keterampilan
Berbicara........................................................................ 10
2. Model Role Playing (bermain peran).................................................... 12
2.1 Kelebihan dan kelemahan metode Role
Playing............................ 13
2.2 Strategi pelaksanaan pembelajaran role
playing ............................ 14
3. Hakikat Bahasa Indonesia.................................................................... 17
3.1 Tujuan Pembelajaran....................................................................... 18
4. Kajian
Hasi Penelitian yang Relevan ................................................... 19
5. Kerangka
Berfikir ................................................................................ 21
H. Metode
Penelitian
1. Rancangan
Penelitian............................................................................ 23
2. Populasi
dan Sempel Penelitian............................................................ 26
3. Variabel
dan DefinisiOprasional Variabel Penelitian........................... 27
4. Metode
dan Instrumen Pengumpulan Data.......................................... 28
5. Metode
dan Teknik Analisi Data......................................................... 35
I. Jadwal
Waktu Penelitian............................................................................ 38
J. Daftar
Rujukan........................................................................................... 39
Daftar Tabel
Tabel
1 Data Penelitian, Instrument, dan Subjek Penelitian yang digunakan
Tabel
2 Indikator Keterampilan Berbicara
Tabel
3 Format penilaian keterampilan berbicara siswa
Tabel 4 Kisi-kisi Pedoman
PertanyaanWawancara
Daftar Gambar
Gambar
1 Diagram Alur Rencana Penelitian
Gambar
2 Komponen dalam analisi data (interactive
model)
A. Latar
Belakang Masalah
Pada era globalisasi saat ini
kehidupan manusia tidak dapat lepas dari kegiatan berbahasa. Bahasa merupakan
sarana untuk berkomunikasi antar manusia. Bahasa sebagai alat komunikasi dalam
rangka memenuhi sifat manusia sebagai makhluk sosial yang perlu berinteraksi
dengan sesama manusia. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi manusia dituntut untuk mempunyai kemampuan berbahasa yang baik.
Seseorang yang mempunyai kemampuan berbahasa yang memadai akan lebih mudah
memahami dan menyampaikan informasi baik secara lisan maupun tulisan. Perubahan
teknologi dan informasi yang sangat pesat membuat banyak perubahan yang terjadi
dalam segala aspek kehidupan. Anak-anak diharapkan dapat membaca, menulis,
berbicara dan mendengarkan dengan baik. Bahasa memiliki peran sentral dalam
perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik serta merupakan
penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran
bahasa diharapkan dapat membantu peserta didik mengenal dirinya, lingkunganya,
budayanya, dan budaya orng lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, serta
berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut.
Pembelajaran Bahasa
Indonesia di SD adalah sebagai wadah untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam
menggunakan bahasa sesuai dengan fungsi bahasa, terutama sebagai alat
komunikasi. Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan siswa dalam berkomunikasi secara lisan ataupun tertulis. Pembelajaran Bahasa Indonesia akan
berlangsung secara efektif dan efisien apabila guru dalam penyampaian materi
pembelajaran disampaikan dengan cara yang asyik dan menyenangkan. Dalam
kegiatan proses pembelajaran Bahasa Indonesia diharapkan dalam penyampaian
materi mampu mengundang rasa ingin tahu siswa dalam kegiatan pembelajaran,
menciptakan pembelajaran yang menantang bagi siswa untuk belajar, dan mampu
mengaktifkan mental, fisik, dan psikis siswa. Dengan demikian proses
pembelajaran yang seperti itu akan mampu meningkatkan kreativitas siswa yang
berdampak pada hasil belajarnya yang mengalami peningkatan.
Pembelajaran Bahasa
Indonesia di SD diarahkan untuk mengembangkan kemampuan siswa untuk memahami
dan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi secara efektif, baik secara
lisan maupun tulis. Selain itu pembelajaran di SD juga bertujuan untuk
mengembangkan kemapuan bernalar, berkomunikasi, dan mengungkapkan fikiran,
persaan serta membina persatuan dan kesatuan bangsa. Ruang lingkup muatan
materi Bahasa Indonesia mencangkup empat aspek keterampilan berbahasa, yakni keterampilan
berbicara, keterampilan menyimak, keterampilan membaca, dan keterampilan
menulis. Keterampilan berbahasa mempunyai keterkaitan antara satu dengan yang
lainya yang berurutan dan teratur, dimulai dengan belajar menyimak atau
mendengarkan bahasa, kemudian berbicara, sesudah itu belajar membaca dan
menulis. Keempat hal tersebut merupakan satu kesatuan dan tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan yang lainnya,
keempat keterampilan tersebut diperoleh secara alamiah oleh manusia sejak dari
kecilnya sampai dia mendapat pendidikan. Dalam dunia pendidikan
khususnya dalam pembelajaran Bahasa Indonesia keempat keterampilan berbahasa
tersebut wajib dikuasai oleh siswa, agar terampil berbahasa. Dengan demikian, pembelajaran
keterampilan berbahasa di sekolah tidak hanya menekankan pada teori saja,
tetapi siswa dituntut untuk mampu menggunakan bahasa sebagaimana fungsinya,
yaitu sebagai alat untuk berkomunikasi. Salah
satu keterampilan yang penting dipelajari oleh siswa adalah keterampilan
berbicara.
Menurut
tarigan (1936:13) dalam Haryadi (1996/1997:54) menyatakan bahwa berbicara
adalah salah satu keterampilan berbahasa sebagai kemampuan mengucapkan
bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta
mengungkapkan pendapat atau pikiran dan perasaan kepada seseorang atau kelompok
secara lisan, baik secara berhadapan ataupun dengan jarak jauh. Berbicara
sebagai salah satu aspek keterampilan berbahasa memiliki keterkaitan erat
dengan aspek keterampilan berbahasa lainnya, yaitu antara berbicara dengan
menyimak, berbicara dengan menulis, dan berbicara dengan membaca. Berbicara
merupakan salah satu keterampilan yang sangat penting disamping tiga
keterampilan bahasa lainnya, yaitu membaca, menulis, menyimak. Hal ini
dikarenakan dengan sesama manusia di lingkungan seseorang banyak melakukan
aktivitas menyatakan pendapat, menyampaikan maksud dan pesan, mengungkapkan
perasaan dan segala kondisi emosional, dan lain sebagainya.
Keterampilan berbicara sesuai dengan kompetensi umum yaitu
mengungkapkan gagasan dan perasaan, berdialog,
menyampaikan pesan, menjelaskan dan bermain peran. Keterampilan
berbicara merupakan keterampilan berbahasa lisan yang dimiliki oleh semua orang
yang bermaksud untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Norton (1994:13) dalam
Arini & dkk (2006:53) menyatakan "keterampilan anak dalam berbicara
merupakan hal yang mendasar untuk keberhasilannya dalam setiap bagian
kehidupan, baik di sekolah maupun dirumah". Tujuan utama keterampilan
berbicara di Sekolah Dasar untuk melatih siswa dapat berbicara dalam Bahasa
Indonesia dengan baik dan benar. Untuk mencapai tujuan tersebut dengan meminta
siswa untuk bermain tebak-tebakan, menceritakan isi bacaan, bertanya jawab,
mendiskusikan bagian cerita yang menarik, membicarakan keindahan sebuah puisi,
melanjutkan cerita guru dan sebagainya. Banyak siswa yang memiliki keterampilan
berbicara yang kurang baik, keterampilan berbicara yang kurang baik tersebut
disebabkan dari beberapa faktor, dari hasil observasi dan wawancara dengan guru
yang dilakukan pada tanggal 21 Desembar 2017 diperoleh beberapa informasi. Pertama, guru masih belum
maksimal meggunakan model/metode pembelajaran yang sesuai dan menyenangkan.
Kedua, kurangnya kesadasaran guru dalam mengaktifkan siswa untuk mau berbicara
dalam proses pembelajaran Ketiga, beberapa siswa dalam berbicara kurang lancar
dan kurang dapat dipahami, Keempat suara siswa saat berbicara kurang jelas.
Kelima, pembelajaran yang masih berpusat pada guru, siswa hanya diam dan
mengerjakan tugas yang diberikan guru. Pada pembelajaran Bahasa Indonesia masih
banyak siswa yang kurang
mampu menyampaikan ide dan gagasannya melalui komunikasi secara lisan dalam
situasi formal serta
belum mencapai ketuntasan dalam keterampilan berbicara. Hal ini dikarenakan adanya siswa yang kurang
percaya diri dalam berbicara, sehingga dalam preses pembelajaran siswa menjadi
pasif. Melalui
menguasai keterampilan berbicara, peserta didik akan mampu mengekspresikan
pikiran dan perasaannya secara cerdas sesuai konteks dan situasi saat sedang
berbicara.
Tiap manusia dituntut terampil berkomunikasi, terampil
menyatakan pikiran, gagasan, ide, dan perasaan. Terampil menangkap
informasi-informasi yang didapat, dan terampil pula menyampaikan
informasi-informasi yang diterimanya. Keterampilan berbicara memegang peranan
yang penting dalam pendidikan, baik dilingkungan keluarga, disekolah, maupun
masyarakat luas. Keterampilan berbicara secara efektif
sangatlah penting dalam segala bentuk interaksi antar manusia didalam suatu
masyarakat. Dengan
demikian sangat diperlukan pola pembelajaran yang dapat mengatasi masalah yang
dialami siswa, seiring dengan perkembangan jaman, berbagai pembelajatan yang
inovatif terus dikembangkan sehingga siswa menjadi lebih aktif dalam proses
pembelajaran. Salah satu model pembelajara inovatif yang sudah di terapkan
adalah model pembelajaran role playing .
Melalui model role
playing siswa dapat mengimplementasikan hubungan antara manusia dengan cara
peragaan, mendiskusikannya, dan mengkomunikasikannya senhingga secara bersama-sam
siswa dapat mengeksplorasi perasaan, sikap, nilai, dan berbagai strategi
pemecahan masalah. Model role playing
banyak memberikan manfaat kepada siswa karena dengan pembelajaran role playing siswa dapat mengembangkan
potensi yang ada pada dirinya dan dapat menambah aktivitas dan kreatifitas
dalam proses pembelajaran. Kelebihan metode role playing adalah melibatkan seluruh
siswa berpartisipasi, mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam
bekerja sama serta meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Siswa juga dapat
belajar menggunakan bahasa dengan baik dan benar. Untuk mendapatkan pemahaman yang
cukup memadai mengenai dirinya dan orang lain, setiap orang haruslah sadar dan
menyadari peran serta bagaimana cara memainkannya.
Selama ini beberapa
siswa beranggapan bahwa pembelajaran Bahasa Indonesia adalah salah satu
pebelajaran yang mudah dipelajari, namun kenyataanya diperlukan
keerampilan-keterampilan khusus dalam penguasaan materi pada pembelajara Bahasa
Indonesia. Dalam suatu masyarakat, setiap orang
saling berhubungan dengan orang lain dengan cara berkomunikasi.
Tidak dapat dipungkiri bahwa keterampilan berbahasa adalah salah satu unsur
penting yang menentukan kesuksesan mereka dalam berkomunikasi. Semakin
terampil seseorang berbahasa semakin jelas dan cerah jalan pikirannya,
keterampilan itu hanya dapat dikuasai dan diperoleh dengan praktek dan
latihan. Salah
Satu aspek berbahasa yang harus dikuasai oleh siswa adalah berbicara. Hampir
disetiap kehidupan kita sehari-hari tidak terlepas dari kegiatan berbicara atau
berkomunikasi antara seseorang atau satu kelompok dengan kelompok yang lain.
Kegiatan komunikasi atau kontak tersebut, baik disadari mau tidak, tentu
didasarkan oleh adanya perasaan saling membutuhkan antara satu dan lain. Keterampilan ini bukanlah suatu
jenis keterampilan yang dapat diwariskan secara turun temurun walaupun pada
dasarnya secara alamiah setiap manusia dapat berbicara. Namun, keterampilan
berbicara secara formal memerlukan latihan dan pengarahan yang intensif. Siswa
yang mempunyai keterampilan berbicara yang baik, pembicaraannya akan lebih
mudah dipahami oleh penyimaknya. Berbicara menunjang keterampilan membaca dan
menulis. Menulis dan berbicara mempunyai kesamaan yaitu sebagai kegiatan
produksi bahasa dan bersifat menyampaikan informasi. Kemampuan siswa dalam
berbicara juga akan bermanfaat dalam kegiatan menyimak dan memahami bacaan.
Adapun beberapa faktor
yang memyebabkan keterampilan berbicara siswa yang masih rendah diantaranya.
Faktor internal meliputi : (1) siswa kurang aktif dalam pembelajaran berbicara
karena metode yang digunakan oleh guru kurang inovatif; (2) evaluasi untuk
pembelajaran berbicara jarang dilakukan sehingga siswa tidak terbiasa untuk
berlatih berbicara dan menganggap kegiatan berbicara mudah; (3) dalam berbicara
di depan kelas siswa kurang mampu mengorganisasikan perkataannya sehingga
pembicaraan tidak terstruktur; (4) dalam kegiatan berbicara siswa merasa
tegang, gugup, malu, dan kurang rileks, kondisi ini akan mengurangi kualitas
tuturan mereka; dan (5) siswa kurang bisa merangkaikan ide dan gagasannya
secara lengkap, mereka sering lupa dan tidak fokus dengan hal yang mereka
sampaikan saat berada di depan kelas. Selain faktor internal, faktor eksternal
yang menyebabkan rendahnya tingkat keterampilan berbicara siswa adalah pengaruh
penggunaan Bahasa Indonesia di lingkungan keluarga dan masyarakat. Dalam proses
komunikasi sehari-hari, banyak keluarga yang menggunakan bahasa ibu (bahasa
daerah) sebagai bahasa percakapan di lingkungan keluarga. Demikian juga halnya
dengan penggunaan Bahasa Indonesia di tengah-tengah masyarakat masih
terkontaminasi dengan bahasa ibu yang digunakan sebagai sarana komunikasi.
Berdasarkan masalah yang ditemukan, maka munculah permasalahan
bahwa ada perbedaan harapan pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya
keterampilan berbicara dengan pelaksana pembelajaran Bahasa Indonesia di dalam
kelas. Untuk mencapai kemampuan berbicara yang baik, guru perlu memberikan
proses pembelajaran yang lebih baik. Salah satunya dengan menerapkan model
pembelajaran yang inovatif sebagai alternatif untuk memecahkan masalah dengan
model role playing. Model
pembelajaran menjadi jembatan dalam penyampaian materi pembelajaran. Guru yang
menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran akan
mempermudah siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dengan
demikian keterampilan berbicara memang sangat penting untuk dilatihkan sebagai
bekal bagi anak-anak untuk dapat berkomunikasi dengan baik di lingkungannya
sehingga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Berdasarkan pengamatan langsung
dilapangan peneliti beranggapan sangat menarik untuk diteliti lebih lanjut
tentang “Analisis Keterampilan Berbicara dengan Model Role Playing (bermain Peran)
SiswaKelas V dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di SDN 4 Temukus Kecamatan
Banjar Tahun Pelajaran 2017/2018”. Penelitian ini akan memberikan deskripsi
tentang keterampilan berbicara siswa dalam proses pembelajaran tersebut.
B. Identifikasi
Masalah
Bertitik
tolak pada latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah
yang ditemui pada pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas V
1. Perkembangan
bahasa anak dalam hal keterampilan berbicara siswa kelas V di SDN 4 Temukus
masih perlu ditingkatkan lagi.
2. Kurangnya
perhatian guru terhadap manfaat pentingnya penggunaan dan penerapan model
mengajar yang tepat dalam kegiatan pembelajaran.
3. Hasil
belajar siswa kelas V pada mata pelajaran Bahasa Indonesia masih perlu
ditingkatkan lagi meskipun sudah memenuhi KKM, namun dalam keterampilan
berbicara siswa masih kurang.
4. Kurangnya
keterampilan berbicara siswa dikelas sehingga siswa menjadi pasif dan ragu-ragu
pada saat proses pembelajaran.
5. Pemanfaatan
lingkungan sekitar sekolah yang tidak dikelola dengan baik dalam proses
pembelajaran.
6. Anggapan
bahwa mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang
mudah dipelajari.
7. Kurangnya
antusias siswa dalam mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka dalam
penelitian ini dibatasi pada permasalahan sebagai berikut:
1. Analisis keterampilan berbicara
siswa kelas V dengan model pembelajaran role
playing (bermain peran) dalam mata
pelajaran Bahasa Indonesia di SDN 4 Temukus.
2. Hubungan antara model pembelajaran role playing (bermain peran) dengan
penerapan keterampilan berbicara dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia siswa
kelas V SDN 4 Temukus.
D. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana keterampilan berbicara
siswa kelas V dalam pelajaran Bahasa Indonesia di SD Negari 4 Temukus Kecamatan
Banjar Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2016/2017?
2. Apasaja hambatan-hambatan yang dihadapi guru dalam
meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas V SDN 4 Temukus tahun ajaran
2016/2017?
3. Apakah terdapat hubungan antara
keterampilan berbicara dengan penerapan model pembelajaran role playing dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas IV
SDN 4 Temukus tahun ajaran 2016/2017?
E. Tujuan Penelitan
Berdasarkan rumusan masalah
tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan keterampilan
berbicara siswa kelas V dalam pelajaran Bahasa Indonesia di SD Negari 4 Temukus
Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2016/2017.
2. Mendeskripsikan hambatan-hambatan
yang dihadapi guru dalam meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas V SDN
4 Temukus tahun ajaran 2016/2017.
3. Untuk mengetahui hubungan antara
keterampilan berbicara dengan penerapan model pembelajaran role playing dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas IV
SDN 4 Temukus tahun ajaran 2016/2017.
F. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan peneliatian
diatas, manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut.
a.
Manfaat
Teoretis
Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan ilmu pengetahuan dan dapat memberikan gambaran tentang keterampilan
berbicara siswa khususnya dengan menerapkan model role playing sehingga diharapkan dapat berkontribusi pada perbaikan
pembelajaran dan kualitas peserta didik di sekolah dasar.
b.
Manfaat
Praktis
Manfaat praktis daripenelitian ini dapat dirasakan oleh
Sekolah, Guru, Siswa, dan peletiti lain. Secara lengkap akandipaparkan sebagai
berikut.
1. Bagi Sekolah
Penelitian ini diharapkan
dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan dalam perbaikan kualitas
dari kegiatan pembelajaran khususnya pada keterampilan berbicara siswa.
2. Bagi Guru
Penelitian ini diharapkan
dapat memperbaiki dan meningkatkan pembelajaran Bahasa Indonesia
khususnya dalam keterambilan berbicara siswa serta sebagi pertimbangan guru
dalam melatih kemampuan siswa kelas V di SD Negeri 4 Temukus dalam keterampilan
berbicara.
3. Bagi Siswa
Penelitian ini diharapkan
dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran Bahasa
Indonesiaserta serta meningkatkan keterampilan berbicara siswa khususnya
denganmenerapkan model role plying.
4. Bagi Peneliti Lain
Penelitian ini diharapkan
dapat memberikan gambaran, bandingan, ataupun pedoman untuk melakukan
penelitian sejenis.
G. Kajian Teori
Pada sub ini akan diuraikan mengenai
teori atau konsep yang dikemukakan oleh beberapa ahli yang melandasi penelitian
yang dilakukan. Deskripsi kajian teori ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Keterampilan Berbicara
Ketrampilan
berbicara merupakan keterampilan yang dimiliki oleh setiap individu untuk
berpartisipasi dengan lingkungannya, melalui keterampilan tersebut seseorang
dapat mengekspresikan dirinya sendiri, menyampaikan pengetahuan, fikiran atau
perasaannya kepada orang lain. Jadi, secara umum berbicara merupakan suatu cara
untuk menyampaiakan maksud tertentu kepada orang lain menggunakan bahasa lisan.
Dimiyati (1998: 4) dalam Garminah (2009:3) menyebutkan
berbicara adalah penyampaian maksud atau simbol-simbol bunyi kepada orang lain
secara lisan. Jadi dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah penyampaian bahasa
yang berupa pesan dan gagasan yang disampaikan secara lisan, dari seseorang
kepada orang lain.
Secara khusus, tarigan (1983:13) dalam dibia,dkk
(2007:170) menyatakan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan
bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata
untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaiakan fikiran, gagasan, dan
perasaan. Sejalan dengan pendapat tersebut Suandi (2013:138) menyatakan bahwa
“Berbicara tidak hanya sekedar mengucapkan bunyi atau kata. Berbicara adala
suatu acara dan juga alat untuk mengomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun
serta dikembangkan”. Hampir
bahwa kehidupan kita sehari-hari tidak terlepas dari kegiatan berbicara atau berkomunikasi
antara seseorang atau satu kelompok dengan kelompok yang lain. Peristiwa
komunikasi atau kontak tersebut, baik disadari mau tidak, tentu didasarkan oleh
adanya perasaan saling membutuhkan antara satu dan lain.
Menurut Alek & Achmad
menyebutkan bahwa,
Pada hakikatnya, berbicara adalah
keterampilan berbahasa yang bersifat Produktif. Kefanaan atau keberlangsungan
terbatas. Hal ini menjadi karakteristik bicara sehingga bicara itu sendiri
sulit dilakukan penilaian. Berbicara ialah kemampuan yang kompleks yang
sekaligus melibatkan beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut beragam dan
perkembangannya seiringan perubahan dan pergantian masa sehingga mengakibatkan
bentuk perkembangan yang berbeda, dengan kecepatan perkembangan yang berbeda
pula.
Menurut
Arsjad dan Mukti (1993:23) Kemampuan berbicara dapat diartikan pula sebagai
kemampuan mengucapkan arti kulasi atau mengucapkan kata-kata untuk nyampaikan
pikiran gagasan, dan perasaan. Pendengar menerima informasi melalui rangkaian
nada, tekanan, dan penempatan persendian (juncture). Tujuan utama dari
berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan informasi dengan
efektif, sebaiknya pembicara betul-betul memahami isi pembicaraan.
Dari
pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah keterampilan
menyampaikan pesan yang dimiliki oleh setiap manusia untuk menyampaikan pesan
atau informasi secara lisan yang ingin disampaikan kepada seseorang melalui
bunyi-bunyi dan mengekspresikannya sesuai dengan maksud yang diinginkan atau
diterima oleh pendengarnya. Oleh karena itu, pada masa anak-anak inilah
kemampuan berbicara di depan kelas bisa dimulai degan memberikan kesempatan
bagi siswa untuk berbicara memperkenalkan diri, tanya jawab dengan teman,
bercerita tentang pengalaman yang pernah dirasakan siswa dan menceritakan
gambar atau lainnya.
Berbicara
merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang peroduktif. Arini, dkk
(2006:49) mengatakan "keterampilan berbicara atau berbahasa lisan
merupakan keterampilan yang dimiliki oleh setiap individu untuk berpartisipasi
dengan lingkungannya, melalui keterampilan tersebut berarti seseorang dapat
mengekspresikan dirinya sendiri, menyampaikan pengetahuan, pikiran, atau
perasaannya kepada orang lain". Keterampilan berbicara merupakan
Keterampilan berbicara penyampaian pesan secara lisan untuk menyampaikan
pengetahuan, pikiran kepada orang lain. Begitu besar peran keterampilan
berbicara bagi siswa, selain itu siswa dapat berperan aktif dalam proses
pembelajaran. Dalam situasi seperti ini setiap siswa dituntut terampil
menyampaikan dan menerima informasi. Adapun materi pembelajaran berbicara di
sekolah dasar diantaranya: (1) bercakap-cakap (2) berdialog (3) berdiskusi (4)
wawancara (s) berpidato (6) bermain peran (7) berbalas pantun dan sebagainya.
1.1
Tujuan
Berbicara
Setiap kegiatan atau usaha tidak
akan lepas dari tujuan, artinya setiap kegiatan atau usaha tersebut pasti ingin
mencapai suatu tujuan tertentu. Diago Tarigan (dalam Slamet, 2014:59) menyatakan bahwa
tujuan berbicara meliputi: (1) menghibur, (2) menginformasikan, (3)
menstimulus, (4) menyakinkan. (5) menggerakkan. Berdasarkan pemaparan di atas,
tujuan berbicara yaitu untuk mengkomunikasikan atau menginformasikan sebuah
ide, gagasan, perasaan secara efektif kepada lawan bicara. Sejalan dengan pendapat
di atas. Menurut Slamet (2014:58) mengemukakan bahwa tujuan utama berbicara
yaitu untuk berkomunikasi, agar dapat menyampaikan pikiran, gagasan, perasaan,
dan kemamuan secara efektif, seyogyanya pembicara memaknai segala sesuatu yang
ingin dikomunikasikan. Selain itu kegiatan siswa untuk berkomunikasi secara
langsung dihapan teman sekelasnya akan memperbaiki kalimat dan mampu melatih
keberanian siswa untuk berbicara di depan kelas. Tujuan utama pembelajaran
berbicara di sekolah dasar adalah melatih siswa dapat berbicara dalam Bahasa
Indonesia dengan baik dan benar. Untuk mencapai tujuan tersebut guru dapat
menggunakan bahan pembelajaran misalnya. menceritakan pengalaman yang
mengesankan, menceritakan kembali cerita yang pemah dibaca atau di dengar, mengungkapkan
pengalaman pribadi, tanya jawab berdasarkan bacaan, bermain peran, berpidato,
dan bercakap-cakap.
Menurut
suandi, dkk Pada dasarnya, berbicara mempunyai tiga maksud umum, yaitu: (i)
mem- beritahukan, melaporkan (to inform) (2) menjamu, menghibur (to entertain),
(3) membujuk, mengajak, mendesak, dan meyakinkan (to persuade). Dari tiga
tujuan umum berbicara tersebut, jika diuraikan dapat dibedakan menjadi lima
tujuan berbicara. Kelima tujuan itu akan diuraikan sebagai berikut.
1. Menghibur
Tujuan
berbicara untuk menghibur biasanya dilakukan oleh pelawak, pemain dagelan
seperti Srimulat dan sebagainya. Suasana pembicaraan biasanya santai, relaks,
penuh canda dan menyenangkan. Sesuai dengan namanya, dalam berbicara untuk
menghibur pendengar, pembicara berusaha menarik perhatian pendengar dan
menimbulkan perasaan terhibur pada diri pendengar dengan berbagai cara, seperti
humor, spontanitas, dan kisah-kisah jenaka.
2. Menginformasikan
Berbicara
untuk tujuan menginformasikan banyak sekali dipraktikkan dalam kehidupan
sehari-hari. Berbicara untuk tujuan menginformasikan dilakukan apabila
pembicara ingin melaporkan, menjelaskan suatu proses, menguraikan, menafsirkan
atau menginterpretasikan suatu hal, memberi atau menanamkan suatu pengetahuan,
menjelaskan kaitan atau hubungan antara benda-benda, hal atau peristiwa.
3. Menstimulasikan
Dalam
berbicara dengan tujuan menstimulasi, pembicara berusaha membangkitkan
inspirasi, kemauan, atau minat pendengar untuk melakukan sesuatu. Berbicara
untuk tujuan menstimulasi jauh lebih kompleks daripada berbicara untuk
menginfor masikan dan menghibur. Pembicara harus memiliki pengetahuan dan
kemampuan yang memadai. Pembicara harus benar-benar mengetahui kemauan, minat,
inspirasi, kebutuhan dan cita-cita pendengarnya. Berdasarkan keadaan itulah
pembicara masuk menstimulasi, membangkitkan semangat dan emosi pendengar
sehingga pendengar tergerak untuk melakukan atau mengerjakan sesuatu yang
dikehendaki pembicara
4. Meyakinkan
Dalam
berbicara untuk tujuan meyakinkan, pembicara berupaya meyakinkan pendengar akan
sesuatu. Melalui pembicaraan yang meyakinkan, sikap pendengar dapat diubah,
misalnya dari sikap menolak menjadi menerima. Melalui pembicara yang terampil
dan meyakinkan yang disertai dengan bukti, fakta, contoh, dan ilustrasi yang
mengena, akhirnya sikapnya dapat diubah dari tidak setuju menjadi setuju.
5. Menggerakkan
Dalam
berbicara dengan tujuan menggerakkan, pembicara berupaya agar mampu
menggerakkan pendengar untuk mau berbuat, bertindak, atau beraksi seperti yang
dikehendaki oleh pembicara. Berbicara dengan tujuan menggerakkan merupakan
kelanjutan atau perkembangan dari berbicara dengan tujuan meyakinkan, karena
untuk menggerakn pendengar agar berbuat atau bertidak, pembicara harus
mampumeyakinkan pendengar terlebih dahulu.
2. Model Role Playing (bermain peran)
Istilah role playing dalam metode merupakan dua
istilah ganda bagi metode pembelajaran role playing maupun metode
bermain peran, karena tergolong dalam model pembelajaran simulasi, sehingga di
dalam pelaksanaannya dapat dilakukan dalam waktu bersamaan dan silih berganti.
Pada metode role playing ini, proses pembelajaran ditekankan pada
keterlibatan emosional dan pengamatan indera ke dalam suatu situasi masalah
yang secara nyata dihadapi, baik guru maupun siswa. Kedua istilah ini (role
playing dan bermain peran), kadang-kadang juga disebut metode dramatisasi.
Hanya bedanya, kedua metode tersebut tidak disiapkan terlebih dahulu naskahnya.
Metode role playing memiliki peran penting dalam
proses pembelajaran, dan dapat digunakan apabila:
(1) Pelajaran dimaksudkan untuk melatih
dan menanamkan pengertian dan perasaan seseorang.
(2) Pelajaran dimaksudkan untuk
menumbuhkan rasa kesetiakawanan sosial dan rasa tanggung jawab dalam memikul
amanah yang telah dipercayakan.
(3) Jika mengharapkan partisipasi
kolektif dalam mengambil suatu keputusan.
(4) Apabila dimaksudkan untuk
mendapatkan ketrampilan tertentu sehingga diharapkan siswa mendapatkan bekal
pengalaman yang berharga, setelah mereka terjun dalam masyarakat kelak.
(5) Dapat menghilangkan malu, dimana
bagi siswa yang tadinya mempunyai sifat malu dan takut dalam berhadapan dengan
sesamanya dan masyarakat dapat berangsur-angsur hilang, menjadi terbiasa dan
terbuka untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
(6) Untuk mengembangkan bakat dan
potensi yang dimiliki oleh siswa sehingga amat berguna bagi kehidupannya dan
masa depannya kelak, terutama yag berbakat bermain drama, lakon film dan
sebagainya.
2.1 Kelebihan dan kelemahan metode Role
Playing
Sebagaimana dengan metode-metode
pembelajaran yang lain, metode role playing memiliki kelebihan dan
kelemahan, karena secara prinsip tidak ada satupun metode pembelajaran yang
sempurna. Semua metode pembelajaran saling melengkapi satu sama lain.
Penggunaannya di dalam proses pembelajaran dapat dikolaborasikan, bergantung
dari karakteristik materi pokok pelajaran yang diajarkan kepada siswa.
Kelebihan maupun kelemahan metode role playing adalah:
a. Kelebihan
Ø Dapat berkesan dengan kuat dan tahan
lama dalam ingatan siswa. Disamping merupakan pengaman yang menyenangkan yang
saling untuk dilupakan.
Ø Sangat menarik bagi siswa, sehingga
memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias.
Ø Membangkitkan gairah dan semangat
optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan dan
kesetiakawanan sosial yang tinggi.
Ø Dapat menghayati peristiwa yang
berlangsung dengan mudah, dand apat memetik butir-butir hikmah yang terkandung
di dalamnya dengan penghayatan siswa sendiri.
Ø Dimungkinkan dapat meningkatkan
kemampuan profesional siswa, dan dapat menumbuhkan / membuka kesempatan bagi
lapangan kerja.
b. Kelemahan
Kelemahan metode role
playing antara lain:
Ø Jika siswa tidak dipersiapkan secara
baik ada kemungkinan tidak akan melakukan secara sunguguh-sungguh.
Ø Bermain peran mungkin tidak akan
berjalan dengan baik jika suasana kelas tidak mendukung.
Ø Bermain peran tidak selamanya menuju
arah yang diharapkan seseorang yang memainkannya. Bahkan juga mungkin akan
berlawanan dengan apa yang diharapkan.
Ø Siswa sering mengalami kesulitas
untuk memerankan peran secara baik, khususnya jika mereka tidak diarahkan atau
tidak ditugasi dengan baik. Siswa perlu mengenal dengan baik apa yang
diperankannya.
Ø Bermain membutuhkan waktu yang
banyak/lama.
Ø Untuk lancarnya bermain peran,
diperlukan kelompok yang sensitif, imajinatif, terbuka, saling mengenal hingga
bekerjasama dengan baik.
2.2
Strategi
pelaksanaan pembelajaran role playing
Strategi role playing dalam proses pembelajaran di kelas
bagi guru dan siswa, yaitu:
1)
Merumuskan
tujuan yang akan dicapai dengan melalui metode ini. Dan tujuan tersebut
diupayakan tidak terlalu sulit/berbelit-belit, akan tetapi jelas dan mudah
dilaksanakan.
2)
Melatar
belakang cerita role playing dan bermain peranan tersebut. Misalnya
bagaimana guru dapat menjelaskan latar belakang kehidupan sahabat Aku Bakar
sebelum menceritakan kisah sahabat Abu Bakar masuk Islam. Hal ini agar materi
pelajaran dapat dipahami secara gamblang dan mendalam oleh siswa/anak didik.
3)
Guru
menjelaskan bagaimana proses pelaksanaan role playing dan bermain
peranan melalui peranan yang harus siswa lakukan/mainkan.
4)
Menetapkan
siapa-siapa diantara siswa yang pantas memainkan/melakonkan jalannya suatu
cerita. Dalam hal ini termasuk peranan penonton.
5)
Guru
dapat menghentikan jalannya permainan apabila telah sampai titik klimaks. Hal
ini dimaksudkan agar kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dapat
didiskusikan secara seksama.
6)
Sebaiknya
diadakan latihan-latihan secara matang, kemudian diadakan uji coba terlebih
dahulu, sebelum role playing dipentaskan dalam bentuk yang sebenarnya.
Lebih lanjut dalam bermain peran, ada tiga tahap
yang harus dilaksanakan guru, yaitu tahap persiapan, pelaksanaan dan tindak
lanjut. Ketiga tahap tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Tahap persiapan
a) Persiapan untuk bermain peran:
·
Memilih
permasalahan yang mengandung pendangan-pandangan yang berbeda dan kemungkinan
pemecahannya.
·
Mengarahkan
siswa pada situasi dan masalah yang akan dihadapi.
b) Memilih pemain
·
Pilih
secara sukarela, jangan dipaksa.
·
Sebisa
mungkin pilih pemain yang dapat mengenali peran yang akan dibawakannya.
·
Hindari
pemain yang ditunjuk sendiri oleh siswa.
·
Pilih
beberapa pemain agar seorang tidak memainkan dua peran sekaligus.
·
Setiap
kelompok pemain paling banyak 5 orang.
·
Hindari
siswa membawakan peran yang dengan kehidupan sebenarnya.
c) Mempersiapkan penonton
·
Harus
yakin bahwa pemirsa megetahui keadaan dari tujuan bermain peran.
·
Arahkan
mereka bagaimana seharusnya berperilaku.
d) Persiapan para pemain
·
Biarkan
siswa agar mempersiapkannya dengan sedikit mungkin campur tangan guru.
·
Sebelum
bermain setiap pemain harus memahami betul apa yang dilakukannya.
·
Permainan
harus lancar, dan sebaiknya ada kata pembukaan, tetapi hindari melatih kembali
saat sudah siap bermain.
·
Siapkan
tempat dengan baik.
2) Pelaksanaan
a) Upayakan agar singkat, bagi pemula
lima menit sudah cukup dan
bermain sampai habis, jangan diinterupsi.
b) Biarkan agar spontanitas menjadi
kunci utamanya.
c) Jangan menilai aktingnya, bahasanya
dan lain-lain.
d) Biarkan siswa bermain bebas dari
angka dan tingkatan.
e) Jika terjadi kemacetan hal yang
dapat dilakukan misalnya:
·
Dibimbing
dengan pertanyaan.
·
Mencari
orang lain untuk perann tersebut.
·
Menghentikan
dan melangkah ke tindak lanjut.
f) Jika pemain tersesat lakukan:
·
Rumuskan
kembali keadaan dan masalah.
·
Simpulkan
apa yang sudah dilakukan.
·
Hentikan
dan arahkan kembali.
·
Mulai
kembali dengan penjelasan singkat.
3) Tindak lanjut
a) Diskusi
·
Diskusi
tindak lanjut dapat memberi pengaruh yang besar terhadap sikap dan pengetahuan
siswa.
·
Diskusi
juga dapat menganalisi, menafsirkan, memberi jalan keluar atau merekreasi.
·
Di
dalam diskusi sebaiknya dinilai apa yang telaj dilaksanakan.
b) Melakukan bermain peran kembali
·
Kadang-kadang
memainkan kembali dapat memberi pemahaman yang lebih baik.
3.
Hakikat
Bahasa Indonesia
Pembelajaran
Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam
berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia baik itu silabusnya, pendekatannya,
metodenya, strateginya, maupun evaluasinya harus menggunakan konsep
komunikatif. Pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar mempunyai peran
yang sangat strategis sebab memberikan pengetahuan lain yang sangat bermanfaat
bagi siswa sesuai dengan tingkat perkembangannya. Adapun keterampilan dalam
berbagasa meiputi keterampilan berbicara, Keterampilan menyimak, keterampilan
membaca dan keterapilan menulis, keempat keterampilan tersebut dapat dijadikan
modal dasar untuk mempelajari dan menggali ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya
sesuai dengan kkemampuan masing-masing. Pentingnya pembelajaran Bahasa Indonesia sebagi bahasa pengantar pada seluruh
aktivitas pembelajaran untuksemua mata pelajaran. Penguasaan Bahasa Indonesia
yang baik dan benar akan sangat membantu siswa dalam belajar di sekolah dasar.
Menurut
Samsuri (dalam Ngalimun dan Noor, 2013) mengatakan "bahasa merupakan alat
komunikasi yang membentuk pikiran dan perasaannya, keinginan dan perbuatannya,
memengaruhi dan dipengaruhi bahkan dasar dari sesuatu masyarakat manusia adalah
bahasa itu sendiri". Kemudian menurut Ngalimun Pembelajaran Bahasa
Indonesia pada hakikatnya adalah pembelajaran keterampilan berbahasa, bukan
pembelajaran tentang bahasa. Tata bahasa, kosakata, dan sastra disajikan dalam
konteks, yaitu dalam kaitannya dengan keterampilan tertentu yang tengah
diajarkan, bukan sebagai pengetahuan tata bahasa, teori pengembangan kosakata
teori sastra sebagai pendukung atau alat penjelas. Keterampilan-keterampilan
berbahasa yang perlu ditekankan pengajaran berBahasa Indonesia adalah adalah
keterampilan reseptif (keterampilan mendengarkan dan membaca) dan keterampilan
produktif (keterampilan menulis dan berbicara). Pengajaran berbahasa diawali
dengan pengajaran keterampilan reseptif, sedangkan keterampilan produktif dapat
turut tertingkatkan pada tahap-tahap selanjutnya. Seterusnya, peningkatan
keduanya itu menyatu sebagai kegiatan berbahasa yang terpadu.
Menurut
Faisal, dkk (2009:12) mengatakan "pendidikan Bahasa Indonesia ini bertujuan
membina keterampilan peserta didik berBahasa Indonesia dengan baik dan benar
dalam upaya meningkatkan mutu manusia Indonesia sebagai bekal menghadapi
kehidupan masa kini dan mendatang.
3.1 Tujuan Pembelajaran
Bahasa Indonesia di SD Bahasa memiliki peran sentral dalam
perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan
penunjang keberhasilan dalam mempelajari. Keterampilan berbahasa manusia yang
dilakukan manusia yang berupa menyimak, berbicara, membaca, dan menulis yang
dimodali kekayaan kosakata, yaitu aktivitas intelektual, karya otak manusia
yang berpendidikan. Melalui pengalaman belajar, siswa menemukan, menerapkan,
menganalisis, membandingkan, menyusun, memperbaiki, menilai, dan menyimpulkan
sendiri. Belajar merupakan perilaku manusia atau perubahan kapasitas yang
relatif permanen sebagai hasil pengalaman. Belajar melalui proses yang relatif
terus menerus dijalani dari berbagai pengalaman.
Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD Bahasa memiliki
peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta
didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari didik, serta
menumbuhkan apresiasi terhadap karya sastra Indonesia dan karya intelektual
bangsa sendiri. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD memiliki nilai penting,
karena pada jenjang pendidikan inilah pertama kalinya pengajaran Bahasa
Indonesia dilaksanakan secara berencana dan terarah. Pembelajaran Bahasa
Indonesia diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan
budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam
masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan
analisis dan imaginatif yang ada dalam dirinya. Mata pelajaran Bahasa Indonesia
di sD bertujuan agar peserta didik memiliki beberapa kemampuan.
4. Kajian Hasil Penelitian yang relevan
Adapun hasil penelitian yang relevan
dengan penelitian analisis keterampilan berbicara dengan model
pembelajaran role playing (bermain peran) sebagai berikut.
1.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Donnie
Weda Dharmawan, dkk (2014) dengan judul Pengaruh
Model Pembelajaran Role Playing Terhadap Keterampilan Berbicara Bahasa
Indonesia Siswa Kelas V. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan nilai keterampilan berbicara antara siswa yang
belajar dengan menggunakan model pembelajaran role playing dan siswa
yang belajar dengan metode pembelajaran konvensional (thitung = 8,19 dan t
tabel = 2). Siswa yang mengikuti pembelajaran pembelajaran dengan model role
playing memperoleh rata-rata nilai keterampilan berbicara yaitu = 83,80
berada pada kategori sangat baik. Sedangkan siswa yang mengikuti pembelajaran
konvensional memperoleh rata-rata nilai 60,08 berada pada kategori cukup. Jadi
model pembelajaran role playing berpengaruh terhadap keterampilan
berbicara siswa.
2.
Hasil Penelitian
yang dilakukan oleh Dewa Made Sutarjana (2015) dengan judul Penerapan Metode
Pembelajaran Role Playing Untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Pada Mata
Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas V Tahun Ajaran 2015/2016 Di SD Negeri 1
Kerobokan Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
siklus I rata-rata skor keterampilan berbicara yang diperoleh sebesar 13,91 dan
rata-rata persentase yang diperoleh sebesar 55,65%, berada pada kategori
rendah. Pada siklus II, rata-rata skor keterampilan berbicara yang diperoleh
sebesar 20,01 dan rata-rata persentase yang diperoleh sebesar 80,07%, berada
pada kategori tinggi. Peningkatan persentase dari siklus I ke siklus II adalah
sebesar 24,51%. Hal tersebut menunjukan bahwa telah terjadi peningkatan
persentase keterampilan berbicara siswa kelas V SD Negeri 1 Kerobokan.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan metode
pembelajaran Role Playing dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa pada
mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas V SD Negeri 1 Kerobokan, Kecamatan Sawan,
Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2015/2016.
3.
Hasil Penelitian
yang dilakukan oleh Selvy Wulan
Khoirunnisa (2016) dengan judul Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Role
Playing Terhadap Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SD Negeri 1 Pardasuka
Katibung Lampung Selatan Tahun Ajaran 2015/2016. Masalah penelitian ini
adalah hasil belajar keterampilan berbicara siswa yang masih rendah dan guru
belum menerapkan model role playing dalam kegiatan pembelajaran Bahasa
Indonesia siswa kelas V SD Negeri 1 Pardasuka. Hasil analisis data diperoleh
simpulan bahwa ada pengaruh penggunaan model role playing terhadap
keterampilan berbicara siswa kelas V SD Negeri 1 Pardasuka. Hal ini ditunjukkan
dengan nilai rata-rata keterampilan berbicara siswa yang mengikuti pembelajaran
Bahasa Indonesia focus berbicara menggunakan model role playing pada
kelas eksperimen (VA) yaitu 78,69 lebih tinggi dari nilai rata-rata
keterampilan berbicara siswa yang mengikuti metode pembelajaran ceramah pada
kelas kontrol (VB) yang hanya mendapat nilai 63,92.
5. Kerangka Berfikir
Pelaksanaan Pembelajaran Bahasa
Indonesia di SD menuntut siswa untuk memiliki keterampilan berbahasa yang baik
karena bahasa merupakan modal terpenting bagi manusia. Namun pada kenyataannya
pembelajaran Bahasa Indonesia tidak berjalan secara maksimal. Hal ini terlihat
dari cara mengajar sebagian besar guru yang hanya menggunakan metode ceramah
dan penugasan tanpa menerapkan pembelajaran yang inovatif sehingga siswa kurang
dilibatkan sepenuhnya dalam pembelajaran dan tidak dilatih untuk menggali dan
mengolah informasi, mengambil keputusan secara tepat, dan memecahkan masalah.
Siswa juga kurang dilatih untuk mengonstruksi dan menemukan sendiri konsep yang
ada. Siswa hanya sebagai penerima informasi sehingga membuat kecakapan berpikir
siswa rendah atau dengan kata lain pembelajaran dirasakan kurang bermakna.
Selain itu, siswa menjadi cepat bosan dan tidak bersemangat dalam mengikuti
pembelajaran, karena dalam kegiatan pembelajaran siswa hanya mendengarkan
penjelasan dari guru tanpa terlibat aktif dalam pembelajaran.
Hasil observasi dan wawancara yang
dilakukan di SDN 4 Temukus Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng didapati
beberapa anak masih malu-malu saat berbicara, hal ini dapat dilihat dari kurang
mampunya anak dalam mengutarakan pendapatnya kepada orang lain dan masih ada
siswa yang ragu-ragu dalam berbicara, sehingga kosakata yang dimiliki anak
masih terbatas. Anak lebih suka mendengarkan dibandingkan berbicara atau
bertanya kepada guru. Metode bermain peran merupakan salah satu media
pembelajaran yang dapat mengembangkan
keterampilan berbicara anak. Metode
bermain peran akan merangsang kreativitas dan keaktifan siswa serta dapat
diigunakan sebagai media yang tepat untuk mengatasi masalah pembelajaran
bahasa. Melalui Analisis Keterampilan Berbicara dengan Model Role Playing (bermain peran) ini,
peneliti akan mengetaui sejauh mana keterampilan berbicara siswa dengan
penerapan Model Role Playing (bermain peran).
Berbicara
memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari karena melalui berbicara
segala informasi dapat tersalurkan. Berbicara tidak hanya sekedar pengucapan
bunyi-bunyi atau kata-kata. Berbicara merupakan sebuah proses komunikasi aktif
dengan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi serta mengucapkan kata-kata untuk
mengekpresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan kepada
orang lain.
H.
Metode
Penelitian
1. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian pada penelitian
digunakan untuk membuat peneliti mampu menjawab masalah yang terdapat pada
penelitian agar hasil yang didapat dapat dikatakan valid, objektif, tepat dan
efisien. Menurut Kerlinger & Lee (dalam Setyonosari, 2012) Rancangan
Penelitian atau desain penelitian adalah rencana atau struktur penelitian yang
disusun sedemikian rupa sehingga kita dapat memperoleh jawaban atas
permasalahan-permasalahan penelitian.
Rancangan penelitian yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian deskriptif
kualitatif. Rancangan deskriptif kualitatif digunakan untuk memperoleh data
yang mendalam, suatu data yang mengandung makna. Makna adalah data yang
sebenarnya, data yang pasti yang merupakan suatu nilai di balik data yang
tampak. Oleh karena itu, dalam penelitian kualitatif tidak menekankan pada
generalisasi, tetapi lebih menekankan pada makna. (Sugiyono, 2007: 150. Dantes
(2012:51) mengemukakan bahwa dalam penelitian deskriptif, biasanya peneliti
berusaha mendeskripsikan suatu fenomena atau peristiwa secara sistematis sesuai
dengan adanya. Rancangan ini dipilih karena sesuai dengan tujuan penelitian,
yaitu mendeskripsikan fakta dan sarana cerita pada teks nilai moral fabel
siswa. Penelitian ini diharapkan mampu mendeskripsikan keterampilan berbicara
siswa kelasV di SDN 4 Temukus.
Dalam penelitian ini terdapat
prosedur penelitin yang akan dilakukan oleh peneliti. Prodedur dari penelitian
ini meliputi tahapan persiapan, tahap pelaksanaan di lapangan, tahap pasca
lapangan.
Gambar 1 Diagram Alur Rencana
Penelitian
1. Tahap Persiapan
Tahap ini dilakukan sebelum melakukan penelitian ke
lapangan. Tahap persiapan sangat penting dilakukan. Tahap persiapan meliputi:
a. Memilih Lokasi Penelitian
Lokasi
penelitian yang akan dipilih merupakan tempat tenjadinya permasalahan atau
peristiwa yang ingin diteliti. Lokasi penelitian yang akan digunakan yaitu SDN
4 Temukus. SDN 4 Temukus dipilih dengan pertimbangan terdapat permasalahan yang
layak untuk diteliti.
b. Menyusun Rancangan Penelitian
Penelitian
yang dilakukan berawal dari permasalahan pembelajaran yang sedang terjadi yang
dianggap layak untuk diteliti. Pemasalahan pembelajaran yang sedang terjadi dan
dianggap layak untuk diteliti yaitu menganalisis keterampilan berbicara siswa
dengan model role playing (bermain
peran) di SDN 4 Temukus.
c. Mengurus Perizinan
Mengurus
perizinan dilakukan agar proses penelitian yang dilakukan di tempat tersebut
mendapat izin dari pihak yang bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut diperlukan
adanya surat pengantar yang ditujukan kepada kepala sekolah di SDN 4 Temukus,
sehingga terjalin komunikasi antara peneliti dengan objek yang diteliti dengan
harapan data-data yang diperlukan dalam penelitian dapat diperoleh untuk
legalisasi kegiatan penelitian.
d. Melaksanakan Observasi Awal
Pengamatan
atau observasi awal dilaksanakan ke sekolah untuk melihat situasi dan kondisi
serta melihat lebih lanjut mengenai pemasalahan yang dihadapi di sekolah.
Observasi awal juga diperlukan sebagai langkah awal perkenalan peneliti untuk
dapat mengamati, mengenal, dan berinteraksi dengan obyek penelitian. observasi
awal juga berfungsi untuk mempertajam informasi awal yang diperoleh mengenai
pemahaman konsep dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.
e. Memilih dan Memanfaatkan Informan
Informan
dalam suatu penelitian diperlukan agar diperoleh hasil atau inti dari sebuah
penelitian. Informan dipilih berdasarkan pertimbangan dan tujuan tertentu dalam
rangka memperoleh ketepatandankecukupan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan
tujuan penelitian
f. Penyiapan instrument penelitan
Instrument
yang diperlukan untuk menggali data penelitian ini yaiyu menggunakan analisis
dokumen penilaian keterampilan berbicara siswa kelas V SDN 4 Temukus, pedoman
wawancara, dan lembar observasi.
2. Tahap Lapangan
Pada tahap ini, pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan instrumen yang telah disiapkan. Data yang diharapkan peneliti yaitu
dapat mengetahui keterampilan berbicara siswa dengan model role playing (bermain peran) di SDN 4 Temukus.
3. Tahap Pasca Lapangan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini yaitu analisis data
yang telah diperoleh. Analisis data dilakukan secara deskriptif sesuai dengan
data yang terkumpul sehingga diperoleh suatu kesimpulan. Pada tahap akhir,
laporan dikerjakan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dengan
tetap melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing.
2. Populasi
dan Sampel Penelitian
2.1.
Populasi Penelitian
Setiap
penelitian didasarkan atas adanya masalah dan objek yang diteliti. Antara satu
penelitian dangan penelitian lainnya memiliki subjek yang berbeda-beda
bergantung pada konteks penelitian. Populasi adalah keseluruhan subjek
penelitian (Arikunto, 2010:130).
Populasi merupakan salah satu dari subjek penelitian. Populasi adalah
wilayah generalisasi yang terdiri atas objeks dan ubjek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang telah ditetapkan untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012:18).
Jadi dapat
disimpulkan bahwa populasi adalah keseluruhan individu-individu yang dijadikan
subjek yang mempunyai kualitas dankarakteristi tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipeljari dan kemudian ditarik kesimpulannya untuk dijadikan
kajian dalam penelitian. Jadi berdasarkan kutipan diatas dapat disimpulkan
populasi penelitian ini adalah siswa kelas V SDN 4 Temukus tahun
ajaran 2017/2018 yang berjumlah 23 orang.
2.2.
Sampel Penelitian
Setelah
mengetahui populasi pada penelitian ini langkah selanjutnya adalah menentukan
sampel penelitian. Sugiyono (2014: 118) menyatakan bahwa “Sampel adalah bagian
dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut".
Sedangkan menurut Agung (2014:69) "Sampel ialah sebagian dari populasi
yang diambil, yang dianggap mewakili seluruh populasi yang diambil dengan
menggunakan teknik tertentu". Arikunto (2010:131) menyatakan bahwa “Sample
adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti”. Jadi dapat dirangkum sampel
merupakan bagian kelompok kecil dari populasi yang mewakili anggota populasi.
Dari pengertian tersebut memberi gambaran bahwa sampel mewakili populasi untuk
dijadikan sebagai sumber data penelitian.
Penentuan
sampel pada penelitian ini menggunakan teknik sampling untuk menentukan sampel
yang akan digunakan. Menurut Supranto "Teknik sampling adalah cara
pengumpulan data dimana yang diselidiki adalah elemen sampel dari suatu
populasi”. Sedangkan Sugiyono (2014:118-119) mengatakan bahwa “teknik sampling
merupakan teknik pengambilan sampel". Berdasarkan dari pengertian teknik
sampling dapat disimpulkan bahwa teknik sampling ialah penelitian yang
digunakan untuk menentukan sampel yang data dan objeknya menjadi representasi
populasi.
Pada penelitan ini yang menjadi sampel
penelitian adalah siswa kelas V SDN 4 Temukus tahun ajaran 2017/2018 yang sudah
dipilih dengan teknik sampling jenuh. Sugiono(2009:124) menyatakan “sampling
jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan
sebagai sempel”.
3. Variabel
dan DevinisiOprasional Variabel penelitian
3.1.Variabel
Penelitian
Variabel merupakan suatu konsep sangat penting didalam
penelitian. Keberadaan variabel dalam suatu penelitian menjadi suatu keharusan.
Menurut Sumadi Suryabrata (dalam Agung, 2014:40) variabel adalah segala sesuatu
yang akan menjadi objek pengamatan penelitian. Sering pula dikatakan variabel
penelitian itu sebagai faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala
yang akan diteliti. Variabel bebas yaitu satu atau lebih dari variabel-variabel
yang sengaja dipelajari pengaruhnya terhadap variabel tergantung. Dalam
penenlitian, yang menjadi variabel bebas adalah Keterampilan berbicara.
Sedangkan variabel tergantung (terikat) yaitu variabel yang keberadaannya atau
munculnya bergantung pada variabel bebas. Yang menjadi variabel terikat dalam
penelitian yang dilakukan yaitu Model Role
Playing (bermain peran)
3.2.Definisi
Operasional Variabel
Ada dua definisi
oprasional variabel dalam penelitian ini.
Kedua definisi oprasional variabel tersebut adalah keterampilan
berbicara dan model role playing
(bermain peran). Variabel-variabel tersebut dipaparkan secara berturut-turut
sebagai berikut:
1. Model
Role Playing (Bermain Peran)
Bermain peran
merupakan suatu cara mengajar dalam bentuk kegiatan bermain aktif dengan cara
meniru sikap, tingkah lakuatau penghayatan sseorang yang sering dihadapi siswa
dalam kehidupan sehari-hari denga tujuan anak dapat menghargai perasaan orang
lain dan belajar untuk bekerjasama dengan orang lain.
2. Keterampilan
berbicara
Keterampilan
berbicara merupakan Keterampilan berbicara penyampaian pesan secara lisan untuk
menyampaikan pengetahuan, pikiran kepada orang lain. Begitu besar peran
keterampilan berbicara bagi siswa, selain itu siswa dapat berperan aktif dalam
proses pembelajaran.
4. Metode
dan Intrumen Pengumpulan Data
Sebelum diuraikan lebih lanjut tentang data yang dikumpulkan
dalam penelitian ini, terlebih dahulu akan dikemukakan perihal tentang data tersebut.
Instrumen atau alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
segala alat yang digunakan untuk pengumpulan data.
4.1 Metode
Pengumpulan Data
Metode
pengumpulan datayang dilakukan pada penelitian ini untuk menganalisi
keterampilan berbicara siswa dengan menggunakan model role playing (bermain peran). Dalam penelitian ini digunakan
beberapa teknik pengumpulan data yaitu observasi, wawancara dan pencatatan
dokumen. Berikut penjabaran dari metode pengumpulandata yang akan digunakanoleh
peneliti, ketiga metode pengumpulandata tersebut dilakukan secara alami tanpa
memberikan perlakuan khusus terlebih dahulu, berikut penjabaran dari metode
observasi, wawancara, dan pencatatan dokumen.
1. Observasi
Observasi disebut juga sebagai pengamatan yang dapat
diperoleh melalui panca indera. Menurut Satori dan Komariah (2014:105) bahwa
"observasi adalah pengamatan terhadap suatu objek yang diteliti baik
secara langsung maupun tidak langsung untuk memperoleh data yang harus
dikumpulkan dalam penelitian", yang akan diamati nantinya adalah
Keterampilan berbicara siswa kelas V SD Negeri 4 Temukus Selain itu, pengamatan
akan direkam juga menjadi sebuah video untuk keakuratan data.
Observasi yang dilakukan meliputi observasi aktivitas siswa
dalam proses pembelajaran tentang bagaimana keterampilan berbicara siswa kelas
V. Observasi yang dilakukan berdasarkan indikator keterampilan berbicara.
2. Wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila
peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang
harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari
responden yang lebih mendalam dan jumlah respodennya sedikit atau kecil
(Sugiyono, 2012). Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak
terstruktur, dan dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face) atau
telepon. Wawancara terstruktur dipakai peneliti yang mengetahui pasti tentang
informasinya itu. Oleh karena itu, dalam melakukan wawancara, pengumpul data
telah menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis
yang alternatif jawabannya pun telah disiapkan. Sedangkan wawancara tidak
terstruktur adalah wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan
pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk
pengumpulan datanya.
Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis
besar permasalahan yang akan ditanyakan. Jadi metode wawancara yang digunakan
dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur menggunakan handphone
sebagai alat perekamnya baik dalam bentuk suara maupun video. Wawancara
dilakukan secara bertahap kepada sejumlah informan untuk mendapatkan data yang
benar pada setiap aspek dari disiplin belajar siswa sampai data itu mampu
menjawab berbagai persoalan mengenai disiplin.
3. Metode Pencatatan Dokumen
Pencatatan dokumen atau dokumentasi adalah suatu metode
pengumpulan data dengan jalan melihat dan mencatat secara sistematis dokumen
yang dibutuhkan dalam penelitian. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data
tentang keterampilan berbicara siswa yang diperoleh dengan cara melihat nilai
rapor dari siswa tersebut tanpa menggunakan kuesioner.
4.2 Instrument
Penelitian
Data yang
dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data keterampilan berbicara siswa.
Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas V semester II SD Negeri 4
Temukus. Data keterampilan berbicara siswa dikumpulkan dengan metode non tes
yaitu dengan menggunakan lembar observasi, catatan dokumen, dan pedoman
wawancara.
Tabel 1 Data Penelitian,
Instrument, dan Subjek Penelitian yang digunakan
Data Penelitian
|
Metode
|
Instrumen
|
Subjek
|
keterampilan
berbicara siswa kelas V dalam pelajaran Bahasa Indonesia
|
Observasi
|
Lembar Observasi
|
Siswa dan guru
|
hambatan-hambatan
yang dihadapi guru dalam meningkatkan keterampilan berbicara
|
Wawancara
|
Pedoman wawancara
|
Guru Kelas V dan Kepala Sekolah
|
Penilaian
keterampilan berbicara siswa oleh guru kelas V
|
Studi Dokumen
|
Catatan dokumen
|
Guru kelas V
|
1. Lembar Observasi
Lembar observasi keterampilan berbicara siswa digunakan
untuk mengetahui tingkat keterampilan berbicara selama proses pembelajaran
dengan menggunakan pedoman observasi. Aspek keterampilan berbicara yang di
dalam hal ini adalah penilaian pada observasi saat proses pembelajaran
berlangsung. Jenis instrumen pengumpulan data dapat disajikan pada tabel
sebagai berikut.
Tabel 2 Indikator Keterampilan
Berbicara
No
|
Aspek
Penilaian
|
Indikator
Keterampilan Berbicara
|
1
|
Lafal
|
Siswa
menyampaikan informasi dengan Lafal yang jelas
|
2
|
Intonasi
|
Siswa
menyampaikan informasi dengan Intonasi yang tepat
|
3
|
Kelancara
|
Siswa
Lancar dalam penyampaikan informasi
|
4
|
Ekspresi
Berbicara
|
Siswa
Melakukn kontak mata dengan pendengar dalam penyampaikan informasi
|
Tabel 3 Format penilaian
keterampilan berbicara siswa
No
|
Nama
|
Aspek
yangDinilai
|
Jumlah
|
Skor
|
|||
Lafal
|
Intonasi
|
Kelancaran
|
Ekspresi
Berbicara
|
||||
1
|
|||||||
2
|
|||||||
3
|
|||||||
4
|
|||||||
5
|
|||||||
6
|
|||||||
7
|
|||||||
8
|
|||||||
9
|
|||||||
Dst.
|
|||||||
Jumlah
|
|||||||
Rata-rata
|
|||||||
Presentse
|
Tabel Rubrik Keterampilan berbicara
No
|
Aspek
yang dinilai
|
Deskripsi
|
Skor
|
1
|
Lafal
|
a. Pelafalan
sangat jelas
b. Pelafalan
Jelas
c. Pelafalan
Cukup jelas
d. Pelafalan
Kurang jelas
e. Pelafalan
Tidak jelas
|
5
4
3
2
1
|
2
|
Intonasi
|
a. Intonasi
kata/suku kata sangat tepat
b. Intonasi
kata/suku kata Tepat
c. Intonasi
kata/suku kata Cukup tepat
d. Intonasi
kata/suku kata Kurang tepat
e. Intonasi
kata/suku kata Tidak tepat
|
5
4
3
2
1
|
3
|
Kelancaran
|
a. Berbicara
sangat lancer
b. Berbicara
dengan lancar
c. Berbicara
cukup lancar
d. Berbicara
kurang lancar
e. Berbicara
tidak lancer
|
5
4
3
2
1
|
4
|
Ekspresi
Berbicara
|
a. Ekspresi
berbicara sangat sesuai
b. Ekspresi
berbicara sesuai
c. Ekspresi
berbicara cukup sesuai
d. Ekspresi
berbicara kurang sesuai
e. Ekspresi
berbicara tidak sesuai
|
5
4
3
2
1
|
2. Pedoman
wawancara
Pedoman wawancara yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pertanyaan-pertanyaan tertulis yang digunakan sebagai acuan dalam melakukan
wawancara. Pedoman wawancara berisi tentang uraian penelitian yang biasanya
dituangkan dalam bentuk daftar pertanyaan agar proses wawancara dapat berialan
dengan baik (Sudaryono, 2013). Pedoman wawancara yang dipersiapkan adalah
pedoman wawancara terstruktur. Pertanyaan-pertanyaan yang terangkum dalam
pedoman wawancara diharapkan dapat menggali informasi mengenai program yang
dilakukan dalam mengembangkan sikap sosial siswa kelas V dan kendala yang
ditemukan dalam mengembangkan keteramilan berbicara siswa kelas V secara lebih
mendalam dan terarah agar informasi yang diinginkan bisa didapatkan melalui
informan. Pertanyaan bisa dikembangkan berdasarkan jawaban yang diberikan
informan
Tabel 4 Kisi-kisi Pedoman
PertanyaanWawancara
Topik
|
Pertanyaan
|
Subjek
yang diamati
|
Keterampilan berbicara siswa
|
1. Dalam pembelajaran pernahkah anda
mengutarakan pendapat?
a. Pernah
b. Tidak
2. Pada proses pembelajaran siapa
yang mendominasi berbicara di kelas
a. Siswa
b. Guru
3. Apakah dalam penerapan model role
playing siswa dapat meningkatkan keterampilan berbicara?
4. Apakah dalam bermain peran siswa
ikut berpartisipasi secara aktif?
|
Siswa
Guru
Guru
Siswa dan Guru
|
Faktor-faktor yang mempengaruhi
|
1. Apakah siswa kurang percaya diri
pada saat ditunjuk oleh guru untuk menyampaikan suatu gagasan?
a.
Ya
b.
Tidak
2. Apada yang menyebabkan siswa tidak
percaya diridalam berbicara
|
Siswa
Siswa
|
3. Catatan
dokumen
Catatan dokumen atau jurnal adalah catatan
dokumen-dokumen yang dimiliki sekolah. Dekumen yang dimaksud yaitu arsip
penilaian keterampilan berbicara siswa dengan penerapan model role playing. Berdasarkan data
penelitian yang akanditelitiyaitu keterampilan berbicara siswa dengan penerapan
model role playing.
5. Metode
dan Teknik Analisis Data
5.1 Metode Analisis Data
Analisis data dilakukan setelah dilakukan pengumpulan data
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Data yang dianalisis adalah data yang
dihasilkan melalui dokumentasi, wawancara, observasi dan pencatatan dokumen.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisis deskriptif
kualitatif . Teknik analisis deskriptif kualitatif adalah suatu teknik
menganalisis data dengan cara menginterpretasikan data yang diperoleh dengan
kata-kata. Teknik deskriptif kualitatif juga sering diartikan sebagai
penelitian yang tidak menggunakan "perhitungan" atau hanya
menggunakan kata-kata. Teknik analisis kualitatif ini dilakukan untuk
menggambarkan fakta dan sarana cerita pada teks nilai moral fabel siswa secara
mendetail dan sejelas-jelasnya.
5.2 Teknik Analisis Data
Dalam
penelitian kualitatif, data diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan
teknik pengumpulan data yang bermacam-macam dan dilakukan secara terus-menerus
sampai datanya jenuh. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah menggunakan langkah-langkah seperti yang dikemukakan Miles dan Humberman
(dalam Sugiyono, 2014) bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan
secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga
datanya sudah jenuh. Teknik analisis data yang dilakukan dibagi menjadi tiga
tahap. Analisis data yang dilakukan selama proses yaitu analisis sebelum
memasuki lapangan, analisis selama peneliti masih berada di lapangan, dan
analisis setelah pengumpulan data berakhir. Berikut ini penjabaran dari
analisis tersebut.
1) Analisis sebelum dilapangan
Penelitian kualitatif telah melakukan analisis data sebelum
peneliti memasuki lapangan. Analisis dilakukan terhadap data hasil studi
pendahuluan, atau data sekunder yang akan digunakan untuk menentukan fokus
penelitian. Pada tahap ini peneliti melakukan kunjungan ke sekolah yang menjadi
tempat penelitian untuk melakukan kerjasama dengan sekolah dan guru untuk
melakukan
2) Analisis selama dilapangan
Analisis selama dilapangan terdapat beberapa tahapan.
Aktivitas dalam analisis data meliputi reduksi data, penyajian data, dan
verifikasi. Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2014) menyatakan bahwa
aktivitas analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung
secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.
Gambar 2 Komponen dalam analisi data (interactive model)
Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa setelah peneliti
melaksanakan pengumpulan data, maka sebelum ke tahap analisis terlebih dahulu
dilakukanlah hal sebagai berikut.
1.
Data
Reduction (Reduksi Data)
Mereduksi data berarti merangkum,
memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting dan
menghilangkan hal yang tidak diperlukan (dalam Sugiyono, 2014). Data penelitian
yang terkumpul melalui wawancara dan dokumentasi direduksi untuk memperkuat
hasil data yang diperoleh dari pencatatan dokumen dan observasi. Sehingga semua
data yang direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan memudahkan
peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila
diperlukan.
Reduksi data adalah salah satu
bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang data yang
tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa sehingga
kesimpulan akhirnya dapat ditarik dan diverifikasi. Tahap reduksi data dalam
penelitian ini meliputi 1) Mengumpulkan dokumen-dokumen yang telahdiberikan 2)
Melakukan wawancara dengan subjek penelitian, dan hasil wawancara tersebut
disederhanakan menjadi susunan bahasa yang baik dan rapi 3) Mengumpulkan hasil
observasi.
2.
Data Display
(Penyajian Data)
Penyajian data yang dilakukan akan
mempermudah memahami apa yang teriadi dan merencanakan keria selanjutnya
berdasarkan apa yang telah dipahami. Penyajian data adalah sekumpulan informasi
tersusun yang memberi kemungkinan penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Kegiatan ini memunculkan dan menunjukkan kumpulan data atau nformasi
yang terorganisasi dan terkategori yang memungkinkan penarikan suatu kesimpulan
atau tindakan, Tahap penyajian data dalam penelitian ini meliputi 1) Menyajikan
hasil wawancara yang telah dicatat dan direkam pada hand phone. 2) Menyajikan hasil observasi 3) Menyadikan
dokumen-dokumen tantang keterampilan berbicara siswa. Dari hasil penyajian data
yang berupa hasil wawancara dan hasil angket dilakukan analisis, kemudian
disimpulkan yang berupa data temuan sehingga mampu menjawab permasalahan dalam
penelitian ini.
3.
Verifikasi
atau menarik simpulan
Langkah ketiga dalam analisis data
kualitatif menurut Miles d Humberman adalah kesimpulan dan verifikasi.
Kesimpulan awal yang penarikan dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan
berubah bila ditemukan bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan
data berikutnya. Tetapi, apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal,
didukung oleh bukti yang valid dan konsisten saat peneliti dikemukakan
merupakan kesimpulan kredibel.
3) Analisis
setelah pengumpulan data terakhir
Data-data yang telah diperoleh
selama masa pengumpulan data kemudian dianalisi data dari awal hingga akhir
untuk menyusu laporan sehingga diperoleh kesimpulan akhir. Menurut Moleong
(2001) pekejaan analisi data dalamhal ini hanya menggatur,mengurutkan,
mengelompokan, memberi kode, dan mengkategorikannya.
I. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kelas
V, SDN 4 Temukus Kecamatan Banjar tahun ajaran 2017/2018 pada bulan
Februari-Maret tahun 2018
J. Daftar Rujukan
Agung.
A.A. Gede. 2014. Metodologi Penelitian
Pendidikan. Singaraja: Aditya Media Publishing
Alex
& Achmad. 2010. Bahasa Indonesia
untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Kencana
Arikunto,
Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi.
Jakarta: Reneka Cipta
Arini,
N. W., dkk. 2006. Peningkatan
Keterampilan Berbahasa Indonesia Berbasis Kompetensi. Singaraja:
Universitas Pendidikan Ganesha Press
Arsjad,
Maidar G dan Mukti U.S. 1993. Pembinaan
Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga
Dantes,
Nyoman. 2012. Metode Penelitian. Yogyakarta: Andi
Darmawan,Weda,
dkk. 20014. Pengaruh Model Pembelajaran Role
Playing Terhadap Keterampilan Berbicara Bahasa Indonesia Siswa Kelas V. diakses pada e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol:
2 No: 1 Tahun 2014)
Dibia,
dkk. 2007. Pendidikan Bahasa Indonesia 2.
Singaraja: Undiksha Singaraja
Faisah.M,
dkk. 2009. Kajian Bahasa Indonesia SD.
Direktorat Pendidikan tinggi
Garminah.
2009. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa
Indonesia. Singaraja: Undiksha
Haryadi
& Zamzami. 1996. Peningkatan
Keterampilan Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Ismawati,
Esti. 2012. Metode Penelitian (Pendidikan
Bahasa dan Sastra). Yogyakarta: Penerbit Ombak
Khoirunnisa, Selvy Wulan. 2016. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Role Playing Terhadap Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SD
Negeri 1 Pardasuka Katibung Lampung Selatan Tahun Ajaran 2015/2016.
Tersesia pada http://digilib.unila.ac.id/23963/12/SKRIPSI%20TANPA%20BAB%20PEMBAHASAN.pdf (Diakses tanggal 1 Januari 2018)
Moleong,
Lexy. 2001. Metode Penelitian Kuantitatif.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Ngalimur
& N. Alfulaila. 2013 Pembelajaran
Keterampilan Berbahasa Indonesia. Yogyakarta: Aswaja Pressindo
Satori,
Djam’an dan Aan Komariah. 2014. Metodologi
Penelitian Kuantitatif. Bandung: Alfabeta
Setyonosari,
Punaji. 2012. Metode Penelitian
Pendidikan dan Pengembangannya. Jakarta: Kencana
Slamet,
St. Y. 2014. Pembelajaran Keterampilan
Berbahasa Indonesia.Yogyakarta: Graha Ilmu
Suandi,
dkk. 2013. Keterampilan Berbahasa
Indonesia Berorientasi Integrasi Nasional dan Harmoni Sosial. Singaraja:
Undiksha Press
Sudaryono,
dkk. 2013. Pengembangan Instrumen
Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Sugiono.
2014. Metode Penelitian Pendidikan
Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung Alfabeta.
Sugiyono.
2009. Statistik Untuk Penelitian.
Jakarta: CV ALFABETA
…………
2012. Metodologi Penelitian Pendidikan
(Pendekatan Kuantitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta
Supranto.
J. 2000. Statistik: Teori dan Aplikasi.
Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama
Sutarjana,
Dewa Made. 2015. Penerapan Metode
Pembelajaran Role Playing Untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Pada Mata
Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas V Tahun Ajaran 2015/2016 Di SD Negeri 1
Kerobokan Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng. Skripsi (Tidak diterbitkan).
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Pendidikan Ganesha
Komentar
Posting Komentar