ANALISIS KEGAGALAN PRODUK KRISTA PADA PT PEGADAIAN (PERSERO) CABANG SINGARAJA
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hal apa saja yang menyebabkan
produk Krista diberhentikan dan dinyatakan gagal pada PT. Pegadaian (Persero)
Cabang Singaraja. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan
kualitatif. Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data
primer berupa hasil wawancara dan data skunder berupa dokumen dari pihak
pegadaian. Data
dikumpulkan dengan metode observasi, wawancara dan
dokumentasi yang selanjutnya dianalisis dengan analisis kualitatif . Penelitian
ini dilakukan dengan tiga tahap yaitu: 1) reduksi data, 2) penyajian data, dan
3) menarik kesimpulan berdasarkan teori yang telah ditentukan.
Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa prosedur pemberian kredit yang diterapkan oleh
PT. Pegadaian (Persero) Cabang Singaraja sudah sesuai dengan prosedur yang
ditetapkan. Pemberhentian produk krista disebabkan karena banyak terjadi
permasalahan kredit terkait kredit macet yang penyebabnya berasal dari pihak
internal dan eksternal perusahaan dan juga kebijakan sistem
pemberian kredit yang tidak efektif. Dalam menanggulangi kredit yang belum ditagih akibat terjadinya kredit macet pihak pegadaian
melakukan teknik pengendalian represif
dengan melakukan pendekatan
kepada debiturnya, melakukan penjadwalan kembali pelunasan dengan
memperpanjang jangka waktu pelunasan dan melakukan pelelangan.
Kata kunci: Pegadaian,
Produk Krista, Sistem Pemberian Kredit, Kredit macet, Pemberhentian produk.
ANALISIS KEGAGALAN PRODUK KRISTA PADA
PT PEGADAIAN (PERSERO) CABANG SINGARAJA
Oleh
Ni Kadek Santi Palmaningsih, NIM 1317051226
Jurusan Akuntansi Program S1
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hal apa saja yang menyebabkan
produk Krista diberhentikan dan dinyatakan gagal pada PT. Pegadaian (Persero)
Cabang Singaraja. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan
kualitatif. Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data
primer berupa hasil wawancara dan data skunder berupa dokumen dari pihak
pegadaian. Data
dikumpulkan dengan metode observasi, wawancara dan
dokumentasi yang selanjutnya dianalisis dengan analisis kualitatif . Penelitian
ini dilakukan dengan tiga tahap yaitu: 1) reduksi data, 2) penyajian data, dan
3) menarik kesimpulan berdasarkan teori yang telah ditentukan.
Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa prosedur pemberian kredit yang diterapkan oleh
PT. Pegadaian (Persero) Cabang Singaraja sudah sesuai dengan prosedur yang
ditetapkan. Pemberhentian produk krista disebabkan karena banyak terjadi
permasalahan kredit terkait kredit macet yang penyebabnya berasal dari pihak
internal dan eksternal perusahaan dan juga kebijakan sistem
pemberian kredit yang tidak efektif. Dalam menanggulangi kredit yang belum ditagih akibat terjadinya kredit macet pihak pegadaian
melakukan teknik pengendalian represif
dengan melakukan pendekatan
kepada debiturnya, melakukan penjadwalan kembali pelunasan dengan
memperpanjang jangka waktu pelunasan dan melakukan pelelangan.
Kata kunci: Pegadaian,
Produk Krista, Sistem Pemberian Kredit, Kredit macet, Pemberhentian produk.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
PERNYATAAN
KATA PERSEMBAHAN
MOTTO
PRAKATA........................................................................................................ i
ABSTRAK......................................................................................................... iv
DAFTAR
ISI..................................................................................................... v
DAFTAR
TABEL............................................................................................ viii
DAFTAR
GAMBAR........................................................................................ ix
DAFTAR
LAMPIRAN.................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang.............................................................................................. 1
1.2.Rumusan
Masalah......................................................................................... 5
1.3.Tujuan
Penelitian........................................................................................... 6
1.4.Manfaat
Penelitian........................................................................................ 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1.
Pegadaian..................................................................................................... 8
2.2. Produk
Krista............................................................................................... 20
2.3. Kredit........................................................................................................... 24
2.4.
Pengendalian Internal Kredit....................................................................... 39
2.5.
Penelitian Terdahulu.................................................................................... 47
2.6.
Kerangka Berfikir........................................................................................ 49
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Rancangan
Penelitian................................................................................... 51
3.2. Lokasi
Penelitian.......................................................................................... 53
3.3. Jenis
dan Sumber Data................................................................................. 53
3.4.
Informan Penelitian...................................................................................... 54
3.5. Teknik
Pengumpulan Data........................................................................... 55
3.6. Analisis
Data................................................................................................ 56
3.7.
Keabsahan Data........................................................................................... 57
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Penelitian............................................................................................ 60
4.1.1.
Gambaran Umum PT Pegadaian (Persero)................................................ 60
4.1.2. Struktur Organisasi PT Pegadaian
(Persero) Cabang Singaraja................ 62
4.1.3. Visi, Misi dan Tujuan PT Pegadaian
(Persero).......................................... 70
4.1.4.
Bidang Usaha............................................................................................ 71
4.1.5. Sistem Akuntansi Pada PT
Pegadaian (Persero) Cabang Singaraja.......... 78
4.2. Pembahasan.................................................................................................. 83
4.2.1. Penerapan Produk Krista Pada PT Pegadaian
(Persero) Cabang
......... Singaraja.................................................................................................... 83
4.2.2. Penyebab
Kegagalan Produk Krista Pada PT Pegadaian (Persero) Cabang Singaraja 90
4.2.3. Upaya
yang Dilakukan Pihak Pegadaian Dalam Menagih Kredit Yang Diberikan Akibat Kegagalan Penerapan
Sistem Tanggung Renteng Pada
......... PT Pegadaian (Persero) Cabang
Singaraja................................................. 106
BAB V PENUTUP
5.1. Simpulan...................................................................................................... 110
5.2. Saran............................................................................................................ 112
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu........................................................................... 48
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Prosedur Pengajuan Kredit pada
Perum Pegadaian...................... 19
Gambar
2.2
Kerangka Berfikir.......................................................................... 51
Gambar
3.1 Rancangan Penelitian..................................................................... 53
Gambar 4.1
Struktur Organisasi PT Pegadaian (Persero)
Cabang Singaraja..... 64
Gambar 4.2
Aplikasi Komputer Akuntansi pada PT Pegadaian (Persero)........ 79
Gambar 4.3
Opini Auditor................................................................................ 83
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1 Surat Keterangan Pengumpulan Data............................................
Lampiran
2 Surat Keterangan Penelitian
Kantor Wilayah Bali........................
Lampiran
3 Surat Keterangan Penelitian
Kantor Cabang Singaraja.................
Lampiran
4 Wawancara 1.................................................................................
Lampiran
5 Wawancara 2.................................................................................
Lampiran
6 Wawancara 3.................................................................................
Lampiran
7 Foto Kegiatan................................................................................
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Di
era globalisasi ini kebutuhan manusia semakin hari semakin beraneka ragam
sesuai dengan hakekatnya dimana kebutuhan meningkat sedangkan kemampuan untuk
mecapai sesuatu yang diinginkannya itu terbatas. Hal ini menyebabkan masyarakat memerlukan bantuan dana atau modal
kerja untuk memenuhi hasrat dan keinginannya, dimana bantuan dana ini dikenal
sebagai kredit.
Dengan
kebutuhan masyarakat akan pembiayaan yang semakin tinggi, mengakibatkan semakin
banyak pula lembaga pembiayaan bank maupun lembaga pembiayaan bukan bank yang
mana lembaga pembiayaan tersebut menjadi tujuan dari masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan khususnya pembiayaan, baik itu dalam bentuk penyediaan danamaupun
barang modal.Dengan adanya lembaga keuangan yang akan memberikan kredit
kemasyarakat akan mempermudah masyarakat dalam memperoleh pinjaman dana. Selain
itu pinjaman cepat dengan jaminan rendah dan juga dengan bunga rendah merupakan
pilihan masyarakat yang paling efektif.Sejalan dengan hal tersebut, jika
kebutuhan dana oleh masyarakat dalam jumlah yang besar, maka dalam jangka
pendek akan sulit untuk dipenuhi, apalagi jika harus dipenuhi melalui lembaga
perbankan.
Bagi
mereka yang memiliki barang-barang berharga dan sedang mengalami kesulitan dana,
dapat segera dipenuhi dengan cara menjual barang berharga tersebut, namun
resikonya barang yang telah dijual akan hilang dan sulit untuk kembali. Kemudian
jumlah dana yang diperoleh terkadang lebih besar dari yang diinginkan sehingga
dapat mengakibatkan pemborosan. Untuk mengatasi hal tersebut, dimana kebutuhan
dana dapat dipenuhi tanpa kehilangan barang-barang berharga, maka masyarakat
dapat menjaminkan barang-barangnya ke lembaga tertentu. Barang yang dijaminkan
tersebut pada waktu tertentu dapat ditebus kembali setelah masyarakat melunasi
pinjamannya. Kegiatan menjaminkan barang-barang berharga untuk memperoleh
sejumlah uang dan dapat ditebus kembali setelah jangka waktu tertentu tersebut
disebut dengan nama usaha gadai.Dengan usaha gadai masyarakat tidak perlu takut
kehilangan barang-barang berharganya dan jumlah uang yang diinginkan dapat
disesuaikan dengan harga barang yang dijaminkan.Perusahaan yang menjalankan
usaha gadai disebut perusahaan pegadaian dan secara resmi satu-satunya usaha
gadai di Indonesia hanya dilakukan oleh PT Pegadaian (Persero).
PT
Pegadaian (Persero) merupakan salah satu bentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
yang bergerak dibidang jasa keuangan yang fokus pelayanannya sebagai penyedia
jasa gadai.Pemerintah mendirikan lembaga keuangan yang memberikan pinjaman
modal atau kredit kepada masyarakat atas dasar hukum gadai dengan jaminan
barang yang memiliki nilai ekonomis yang bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan ekonomi masyarakat Indonesia. Salah satu produk yang ditawarkan
oleh PT Pegadaian yang memberi kesempatan kepada para wanita wirausaha dalam
meminjamkan dana guna keperluan modal kerja adalah produk Krista (Kredit Angsuran
Rumah Tangga), produk ini diberikan kepada para wanitayang sedang berwirausaha
dimana tergabung dalam kelompok pengembangan usaha dengan sistem tanggung
renteng.
Tanggung
renteng adalah sebuah sistem yang membagi tanggung jawab secara merata,
menerapkan konsep kebersamaan mulai dari merancang program hingga mengatasi
masalah yang dihadapi. Kelebihan dari sistem ini adalah semua akan ikut
berfikir, bekerja dan memantau. Tanggung jawab dibagi secara merata sehingga
semua berhak mendapatkan akses informasi atas perkembangan usaha yang ada dalam
suatu kelompok tersebut.
Terlepas
dari kemudahan peminjaman dana dengan produk yang dimiliki PT. Pegadaian,
pemberian kredit dengan jaminan rendah juga mengandung risiko kegagalan atau
kemacetan dalam pelunasan. Faktor yang bisa menyebabkan kredit macet atau
kredit bermasalah meliputi faktor eksternal dan internal dari lembaga keuangan
tersebut. Faktor eksternal seperti pihak nasabah dapat mempengaruhi terjadinya
kredit bermasalah, dalam hal ini nasabah sengaja untuk tidak membayar kewajiban
kepada pegadaian atau lembaga keuangan sehingga kredit yang diberikan macet
atau ada unsur ketidaksengajaan dimana debitur mau membayar akan tetapi tidak
mampu misalnya nasabah yang dibiayai mengalami musibah seperti kematian, kena
hama, kebanjiran dan kebangkrutan usaha. Faktor internal berasal dari karyawan
yaitu dalam melakukan analisisnya, pihak analisis kurang teliti, sehingga apa
yang seharusnya terjadi tidak diprediksi sebelumnya. Dapat juga terjadi akibat
dari kolusi pihak analisis kredit dengan pihak debitur sehingga dalam
analisisnya dilakukan secara subjektif, untuk mengurangi faktor-faktor yang
dapat menyebabkan kredit macet atau bermasalah maka diperlukan adanya sistem
pengendalian intern yang baik.Hal yang paling penting juga yang harus dilakukan
adalah menyusun perencanaan yang baik mengenai sistem yang akan dikeluarkan
terkait pemberian kredit sebelum sistem tersebut dijalankan. Maka dari itu
pegadaian dalam menyalurkan kredit harus sangat berhati-hati, pegadaian harus
berusaha memperkecil risiko dalam pemberian kredit, dengan memaksimalkan bunga
pinjaman, dan pemberian jaminan yang pantas untuk kredit yang diberikan, maka
perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan kegiatan usaha dan menentukan
eksistensi dimasa depannya, sehingga dapat tetap beroperasi dalam jangka waktu
kedepan.
Selain
itu, dalam melaksanakan aktifitas perkreditan tersebut, perusahaan harus
memperhatikan fungsi-fungsi manajemen yang saling berkaitan satu dengan yang
lainnya yang saling mendukung guna mencapai tujuan perusahaan. Perencanaan
berkaitan langsung dengan suatu cara atau metode yang membantu perusahaan dalam
hal penyaluran kredit kepada masyarakat. Perencanaan yang baik harus diikuti
dengan adanya pengawasan.Pemberian atau penyaluran kredit perlu diawasi untuk
mencegah adanya kredit yang tidak dibayar atau kredit macet.Hal seperti itu
harus dilakukan oleh lembaga keuangan karena mereka berhubungan langsung dengan
uang dan dengan pihak eksternal perusahaan. Akibat lain yang akan dialami oleh
lembaga ketika menghadapi permasalahan kredit macet adalah dimana produk yang
diterapkan oleh perusahaan harus diberhentikan atau dinyatakan gagal padahal
permasalahan yang timbul dari produk tersebut belum terselesaikan seperti apa yang dialami oleh PT Pegadaian
(Persero) dimana salah satu produk pemberian kredit yaitu produk krista
diberhentikan sejak tahun 2012.
Hal
inilah yang mendorong penulis untuk mengadakan penelitian terhadap kegagalan
yang dialami oleh PT Pegadaian
(Persero) Cabang Singaraja dalam menerapkan produk Krista. Resiko
kegagalan yang dialami oleh lembaga keuangan terkait dengan produk yang
diterapkan dalam penyaluran kredit tentu
saja akan berdampak besar bagi lembaga tersebut, karena berkaitan dengan penyaluran keuangan. Permasalahan
kegagalan penerapan produk ini bukan hanya dialami oleh Pegadaian Cabang
Singaraja saja, namun dialami
pula oleh kantor cabang lainnya, dimana hal tersebut menyebabkan produk krista tidak lagi diberlakukan
dalam pemberian kredit, padahal pinjaman dengan sistem seperti itu dirasa
sangat bagus guna mengembangkan pasrtisipasi masyarakat dalam menjalankan usaha
kelompok. Pemberhentian produk ini pun tanpa penyelesaian yang tuntas, dimana
kredit yang diberikan kepada debitur masih banyak yang belum tertagih dan itu
harus diselesaikan lagi oleh pihak pegadaian, bahkan sampai sekarang masih ada
beberapa pihak yang belum membayar tuntas kredit tersebut, dan beberapa dari
kelompok usaha ada yang meminjam dana tanpa menyertai jaminan yang pasti.
Berdasarkan
uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kegagalan Produk Krista Pada PT
Pegadaian (Persero) Cabang Singaraja”.
1.2.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang permasalahan diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana
Penerapan Produk Krista Pada PT Pegadaian (Persero) Cabang Singaraja?
2. Hal
Apa Saja yang Menyebabkan Kegagalan Produk Krista Pada PT Pegadaian (Persero) Cabang Singaraja?
3. Bagaimana
Upaya yang Dilakukan Pihak Pegadaian Dalam Menagih Kredit Yang Diberikan Akibat
KegagalanProduk KristaPada PT Pegadaian (Persero) Cabang Singaraja?
1.3.
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan
latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah:
1. Untuk
Mengetahui Bagaimana Penerapan Produk Krista Pada PT Pegadaian (Persero) Cabang
Singaraja.
2. Untuk
Mengetahui Penyebab Kegagalan Produk Krista Pada PT Pegadaian (Persero) Cabang Singaraja.
3. Untuk
Mengetahui Upaya yang Dilakukan Pihak Pegadaian Dalam Mengih Kredit Yang
Diberikan Akibat Kegagalan Produk Krista Pada PT Pegadaian (Persero) Cabang Singaraja.
1.4.
Manfaat
Melalui
penelitian ini diharapkan dapat diambil manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat
Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu menambah
pengetahuan dan dapat memberikan dasar mengenai hal apa saja yang menyebabkan
kegagalan penerapan produk krista pada PT Pegadaian (Persero) Cabang
Singaraja.Penelitian ini juga diharapkan menjadi refrensi dan memberikan
sumbangan konseptual bagi penelitian sejenis maupuan yang lainnya dalam rangka
mengembangkan ilmu pengetahuan mengenai kegagalan produk yang diterapkan dalam
pemberian kredit.
2. Manfaat
Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat
digunakan sebagai masukan untuk menambah kemajuan perusahaan, khususnya agar
pengawasan terhadap proses pemberian kredit dapat lebih efektif. Selain itu
dapat digunakan sebagai referensi bagi pihak manajemen akan pentingnya analisa
dalam memberikan kredit kepada nasabah dalam kaitannya untuk mengurangi resiko
yang timbul pada saat berjalannya kredit.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
2.1.Pegadaian
Menurut
kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1150, gadai adalah hak yang diperoleh seorang yang
mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut
diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seorang yang mempunyai utang atau
oleh seorang lain atas nama orang yang mempunyai utang. Seorang yang berutang
tersebut memberikan kekuasaan kepada orang berpiutang untuk menggunakan barang bergerak yang
telah diserahkan untuk melunasi utang apabila pihak yang berhutang tidak dapat
memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo.
PT
Pegadaian (Persero)
adalah satu-satunya badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin
untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk
penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai seperti dimaksud dalam
Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1150 di atas. Tugas Pokoknya adalah
memberi pinjaman kepada masyarakat atas dasar hukum gadai agar masyarakat tidak
dirugikan oleh kegiatan lembaga keuangan informal yang cenderung memanfaatkan
kebutuhan dana mendesak dari masyarakat. Hal ini didasari pada fakta yang
terjadi di lapangan bahwa terdapat lembaga keuangan yang seperti lintah darat
dan pengijon yang dengan melambungkan tingkat suku bunga setinggi-tingginya.
Dana
yang diperlukan oleh PT Pegadaian
(Persero) untuk melakukan kegiatan usahanya berasal dari :
a. Pinjaman
jangka pendek dari perbankan
Dana jangka pendek
sebagian besar adalah dalam bentuk (sekitar 80% dari total dana jangka pendek
yang dihimpun). Pinjaman jangka pendek dari pihak lainnya (utang kepada
rekanan, utang kepada nasabah, utang pajak, biaya yang masih harus dibayar,
pendapatan diterioma dimuka, dan lain-lain)
b. Penerbitan
obligasi
c. Modal
sendiri
Modal sendiri yang
dimiliki oleh PT Pegadaian
(Persero) terdiri dari:
1) Modal
awal: kekayaan Negara diluar APBN sebesar Rp 205 miliar
2) Penyertaan
modal pemerintah
3) Laba
ditahan: laba ditahan ini merupakan akumulasi laba sejak perusahaan pegadaian
ini berdiri pada masa Hindia Belanda.
Dana
yang berhasil dihimpun kemudian digunakan untuk mendanai kegiatan usaha PT
Pegadaian (Persero).
Dana tersebut antara lain digunakan untuk hal-hal berikut :
a) Uang kas dan dana likuid lain
Pegadaian memerlukan
dana likuid untuk berbagi kebutuhan seperti: kewajiban yang jatuh tempo,
penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan atas dasar hukum gadai, biaya
operasional yang harus segera dikeluarkan, pembayaran pajak, dan lain-lain.
b) Pembelian
dan pengadaan berbagai bentuk aktiva tetap dan inventaris
Aktiva tetap berupa
tanah dan bangunan serta inventaris ini tidak secara langsung dapat
menghasilkan penerimaan bagi Pegadaian namun sangat penting agar kegiatan
usahanya dapat dijalankan dengan baik. Aktiva tetap dan peralatan ini antara
lain adalah berupa tanah, kantor atau bangunan, computer, kendaraan, meubel,
brankas, dan lain-lain.
c) Pendanaan
kegiatan operasional
Kegiatan operasional
Pegadaian memerlukan dana yang tidak kecil. Dana ini antara lain digunakan
untuk : gaji pegawai, honor, perawatan peralatan, dan lain-lain.
d) Penyaluran
dana
Pengunaan dana yang
utama adalah untuk disalurkan dalam bentuk pembiayaan datas dasar hukum gadai.
Lebih dari 50% dana yang telah dihimpun oleh Pegadaian tertanam dalam bentuk
aktiva ini, karena memang ini merupakan kegiatan utamanya. Penyaluran dana ini
diharapkan akan dapat menghasilkan keuntungan, meskipun tetap dimungkinkan
untuk mendapatkan penerimaan dari bunga yang dibayarkan oleh nasabah.
Penerimaan inilah yang merupakan penerimaan utama bagi Pegadaian dalam
menghasilkan keuntungan, meskipun tetap,
dimungkinkan untuk mendapatkan penerimaan dari sumber yang lain seperti
investasi surat berharga dan pelelangan jaminan gadai.
e) Investasi
lain
Kelebihan dana (idle fund) yang belum diperlukan untuk
mendanai kegiatan operasional maupun belum dapat disalurkan kepada masyarakat,
dapat ditanamkan dalam berbagai macam bentuk investasi jangka pendek dan
menengah. Investasi ini dapat menghasilkan penerimaan bagi Pegadaian, namun
penerimaan ini bukan merupakan penerimaan utama yang diharapkan oleh Pegadaian.
Sebagai contoh, PT Pegadaian
(Persero) dapat memanfaatkan dananya untuk investasi dibidang
property, seperti kantor dan toko. Pelaksanaan investasi ini biasanya bekerja
sama dengan pihak ketiga seperti pengembang (developer), kontraktor, dan lain-lain.
Pada dasarnya, hampir
semua barang bergerak dapat digadaikan di Pegadaian dengan pengecualian untuk
barang-barang tertentu. Barang-barang tersebut nantinya akan ditaksir nilainya,
sehingga dapatlah diketahui berapa nilai taksiran dari barang yang digadaikan.
Besarnya jaminan diperoleh dari 70
hingga 90 persen dari nilai taksiran. Semakin besar nilai taksiran barang,
semakin besar pula pinjaman yang akan diperoleh. Barang-barang yang dapat
digadaikan meliputi:
a. Barang
perhiasan
Perhiasan yang terbuat
dari emas, perak, platina, intan, mutiara, dan batu mulia.
b. Kendaraan
Mobil, sepeda motor,
sepeda,dan lain-lain.
c. Barang
elektronik
Kamera, refrigerator,
freezer, radio, tape recorder, video player, televise, dan lain-lain.
d. Barang
rumah tangga
Perlengkapan dapur,
perlengkapan makan, dan lain-lain.
e. Mesin-mesin
dan tekstil.
2.1.1. Manfaat Pemberian Pinjaman Dana
a. Bagi Nasabah
Manfaat utama yang diperoleh oleh nasabah yang meminjam
dari Pegadaian adalah ketersediaan dana dengan prosedur yang relatif lebih
sederhana dalam waktu yang lebih cepat terutama apabila dibandingkan dengan
kredit perbankan. Di samping itu, mengingat jasa yang ditawarkan oleh Pegadaian
tidak hanya jasa gadai, maka nasabah juga dapat memperoleh manfaat antara lain
seperti:
a.
Penaksiran
nilai suatu barang bergerak dari pihak atau institusi yang telah berpengalaman
dan dapat dipercaya. Penaksiran atas suatu barang antara penjual dan pembeli sering sulit sampai
pada suatu kesepakatan yang sama.
b.
Penitipan
suatu barang bergerak pada tempat yang aman dan dapat dipercaya. Nasabah yang
akan berpergian, merasa kurang aman menempatkan barang bergeraknya ditempat
sendiri, atau tidak mempunyai sarana penyimpanan suatu barang bergerak dapat
menempatkan barang bergeraknya di Pegadaian.
b.
Bagi
PT
Pegadaian (Persero)
Manfaat yang diharapkan oleh PT
Pegadaian (Persero) sesuai jasa yang diberikan kepada
nasabahnya adalah :
a.
Penghasilan
yang bersumber dari sewa modal yang dibayarkan oleh peminjam dana
b.
Penghasilan
yang bersumber dari ongkos yang dibayarkan oleh nasabah memperoleh jasa
tertentu dari Perum pegadaian.
c.
Pelaksanaan
misi Pegadaian sebagai suatu Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dalam bidang pembiayaan berupa pemberian bantuan kepada
masyarakat yang memerlukan dana dengan prosedur dan cara yang relatif
sederhana.
d.
Berdasarkan
peraturan pemerintah No. 10 Tahun 1990, laba yang diperoleh oleh PT.
Pegadaian (Persero) digunakan untuk :
1)
Dana
pembangunan semesta (55%)
2)
Cadangan
umum (20%)
3)
Cadangan
tujuan (5%)
4)
Dana
sosial (20%)
2.1.2.
Bidang Usaha
1. Jasa Taksiran
Jasa Taksiran adalah suatu layanan kepada masyarakat yang
peduli akan harga atau nilai harta benda miliknya. Dengan biaya yang relatif
ringan, masyarakat dapat mengetahui dengan pasti tentang nilai atau kualitas
suatu barang miliknya setelah lebih dulu diperiksa dan ditaksir oleh juru
taksir berpengalaman.
Kepastian
nilai atau kualitas suatu barang, misalnya kualitas emas atau batu permata,
dapat memberikan rasa aman dan rasa lebih pasti bahwa barang tersebut
benar-benar mempunyai nilai investasi yang tinggi.
2. Jasa Titipan
Dalam dunia perbankan, layanan ini
dikenal sebagai safe deposit box. Harta dan surat berharga perlu di jaga
keamanannya agar tidak sampai hilang, rusak atau di salahgunakan orang lain, selain itu karena ternyata tidak
selamanya barang dan surat berharga itu aman di tangan sendiri. Oleh karena itu Pegadaian memberikan jasa titipan agar
harta pribadi anda bisa dijaga dengan aman.
3. Pegadaian Remittance (Solusi Mudah Kirim Uang
Cepat & Aman)
Layanan pengiriman dan
penerimaan uang dari dalam dan luar negeri dengan biaya kompetitif yang
bekerjasama dengan beberapa remiten berskala internasional.
4.
Multi Payment Online (Solusi Pembayaran Tagihan
Dengan Mudah)
MPO adalah layanan
pembayaran berbagai tagihan bulanan (listrik, telepon, PDAM), pembelian pulsa,
pembelian tiket kereta api, pembayaran premi asuransi BPJS kesehatan,
pembayaran Finance, dan lain-lain.
5.
Pegadaian SDB
Pegadaian Safe Deposit Box (SDB) adalah jasa
penyewaan kotak penyimpanan barang atau surat-surat berharga yang dirancang
secara khusus. Keamanan barang dan surat berharga terjamin ditempatkan di
ruangan khusus yang kokoh, tahan bongkar, dan tahan api.
6.
Pegadaian Mobile
Pegadaian Mobile
memanfaatkan aplikasi smartphone untuk berbagai macam transaksi pembayaran
sehingga transaksi jadi lebih praktis. Dengan Pegadaian Mobile nasabah dapat menjadi agen multi pembayaran online
pegadaian.
7.
Mulia
Logam Mulia atau emas mempunyai berbagai aspek yang
menyentuh kebutuhan manusia disamping memiliki nilai estetis yang tinggi juga
merupakan jenis investasi yang nilainya stabil, likuid, dan aman secara riil.
Mulia (Murabahah Logam Mulia untuk Investasi Abadi) adalah penjualan logam
Mulia oleh Pegadaian kepada masyarakat secara tunai, dan agunan dengan jangka
waktu Fleksibel.
Akad
Murabahah Logam Mulai untuk Investasi Abadi Abadi adalah persetujuan atau
kesepakatan yang dibuat bersama antara Pegadaian dan Nasabah atas sejumlah
pembelian Logam Mulia disertai keuntungan dan biaya-biaya yang disepakati.
8.
Jasa Gadai
Produk dari jasa gadai
yang dijalankan di PT Prgadaian (Persero)
Cabang Singaraja saat ini adalah:
a. KCA
(Kredit Cepat Aman)
Kredit KCA adalah
pinjaman berdasarkan hukum gadai dengan prosedur pelayanan yang mudah, aman dan
cepat.Dengan usaha ini, Pemerintah melindungi rakyat kecil yang tidak memiliki
akses kedalam perbankan.
Dengan demikian, kalangan tersebut
terhindar dari praktek pemberian uang pinjaman yang tidak wajar. Pemberian
kredit jangka pendek dengan pemberian pinjaman mulai dari Rp. 20.000,- sampai
dengan Rp. 200.000.000,-.
Jaminan pada produk ini
berupa benda bergerak, baik berupa barang perhiasan emas dan berlian,
elektronik, kendaraan maupun alat rumah tangga lainnya. Jangka waktu kredit
maksimum 4 bulan atau 120 hari dan dapat diperpanjang dengan cara hanya
membayar sewa modal dan biaya administrasinya saja.
b.
Kreasi (Kredit
Angsuran Fidusia)
Membantu mengembangkan Usaha Mikro
Kecil dan Menengan (UMKM) serta menyejahterakan masyarakat merupakan suatu misi
yang diemban Pegadaian sebagai sebuah BUMN. Pegadaian selalu berusaha membantu
perkembangan usaha produktif, terutama bagi Pengusaha Mikro Kecil dan Menengah
melalui pemberian berbagai fasilitas kredit yang cepat, mudah dan murah.Salah
satu bentuk fasilitas pinjaman yang dapat diperoleh para pengusaha UMKM adalah
kredit KREASI.
KREASI
adalah kredit dengan sistem FIDUSIA, yang diberikan kepada Usaha Mikro Kecil
dan Menengah (UMKM) untuk mengembangkan usahanya.
c.
Kredit Angsuran Sistem Gadai (KRASIDA)
KRASIDA merupakan pemberian pinjaman kepada para pengusaha
Mikro dan Kecil (dalam rangka pengembangan usaha) atas dasar gadai dengan
pengembalian pinjaman dilakukan melalui mekanisme angsuran.
d.
Krista
(Kredit Angsuran Rumah Tangga)
PT Pegadaian (Persero) selalu berusaha membantu
perkembangan usaha produktif, Usaha Rumah Tangga melalui pemberian berbagai
fasilitas kredit yang cepat, mudah dan murah. Salah satu bentuk fasilitas
pinjaman yang dapat diperoleh para Usaha Rumah Tangga adalah kredit KRISTA. Krista adalah Kredit Usaha Rumah Tangga,
yang diberikan kepada para wanita yang sedang berwirausaha dimana tergabung
didalam kelompok pengembangan usaha dengan sistem tanggung renteng.
e.
Produk
KTJG (Kredit Tunda Jual gabah)
Produk ini
dikhususkan untuk para petani, atau bisa dibilang talangan dana dahulu sebelum
musim panen tiba. Tentu jaminnya adalah gabah kering giling milik petani
tersebut.
2.1.3. Prosedur
Pengajuan Kredit pada PT Pegadaian (Persero)
Menurut Kasmir (2011), secara
garis besar proses atau prosedur peminjaman uang dipegadaian dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Nasabah datang langsung
kebagian informasi untuk memperoleh penjelasan, tentang pegadaian, misalnya
tentang barang jaminan, jangka waktu pengembalian, jumlah pinjaman, dan biaya sewa modal (bunga
pinjaman).
2. Bagi nasabah yang sudah jelas
dan mengetahui prosedurnya dapat langsung membawa barang jaminan kebagian penaksir
untuk ditaksir nilai jaminan yang diberikan. Pemberian barang jaminan disertai
bukti diri seperti KTP atau surat kuasa bagi pemilik barang yang tidak dapat
datang.
3. Bagian penaksir akan menaksir
nilai jaminan yang diberikan, baik kualitas barang maupunnilai barang
tersebut, kemudian barulah ditetapkan nilai taksir barang tersebut.
4. Setelah nilai taksiran
ditetapkan selanjutnya adalah menentukan jumlah pinjaman beserta sewa modal
(bunga) yang dikenakan dan kemudian diinformasikan ke calon peminjam.
5. Jika calon peminjam setuju,
maka barang jaminan ditahan untuk disimpan dan nasabah memperoleh pinjaman,
berikut surat bukti gadai.
Prosedur pengajuan kredit
secara umum pada PT. Pegadaian adalah sebagai berikut:
2.1.Produk Krista
2.1.1.
Produk
Krista
Produk
Krista merupakan produk yang ditawarkan oleh PT Pegadaian (Persero) guna membantu mengembangkan Usaha
Rumah Tangga. Pegadaian selalu berusaha membantu perkembangan usaha produktif
Usaha Rumah Tangga melalui pemberian berbagai fasilitas kredit yang cepat,
mudah dan murah. KRISTA adalah Kredit Usaha Rumah Tangga, yang diberikan kepada
para wanita wirausaha dimana tergabung didalam kelompok pengembangan usaha
dengan sistem tanggung renteng. Dimana barang anggunan yang dijadikan jaminan
diikat dengan sistem FISUDIA. Jaminan fidusia berdasarkan pasal 1 Undang-undang
Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan
dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dalihkan tetap dalam
pengawasan pemilik benda.
Kebaikan
dari pinjaman dana dengan produk Krista:
1. Prosedur pengajuannya sangat mudah.
2. Pelayanan mudah, cepat dan aman.
3. Pinjaman mulai dari Rp 3.000.000,00
sampai dengan Rp 200.000.000,00.
4. Pinjaman dapat diangsur dengan
pilihan jangka waktu 12, 18, 24, 36 bulan dengan jumlah angsuran tetap dengan
sewa modal sebesar 1%.
5. Agunan berupa alat-alat rumah tangga
(TV, Kulkas, Meja, Kursi, Barang Elektronik), barang dagangan, sarana produksi
dengan pengikatan sistem Fisuda (hanya dengan surat keterangan).
Persyaratan
meminjam dana dengan sistem tanggung renteng:
1.
Pengusaha
kelompok mikro dengan melampirkan dokumen usaha yang sah/SITU/SIUP/TDP/ Surat
keterangan usaha dari desa.
2.
Usaha
sudah berjalan minimal 6 bulan.
3. Menerapkan sistem tanggung renteng
pada anggota kelompok.
4. Tidak sedang mempunyai hutang modal
kerja kepada kelompok usaha/lembaga keuangan lain.
5. Tempat tinggal/domisili jelas
dibuktikan dengan identitas diri (KTP dan KK).
2.1.2.
Sistem Tanggung Renteng
Dalam
setiap perusahaan, sistem diperlukan untuk menjaga kesinambungan kegiatan suatu
perusahaan. Dengan adanya sistem maka penyelenggaraan operasional perusahaan
diharapkan dapat berjalan baik dan terkoordinasi sehingga dapat mencapai hasil
yang optimal.
Sistem
adalah sekolompok unsur yang erat berhubungan satu dengan yang lainnya, yang
berfungsi secara bersama-
sama untuk mencapai tujuan tertentu. Sistem diciptakan untuk mengenai sesuatu
yang berulangkali atau secara rutin terjadi (Mulyadi, 2013). Sistem adalah
suatu kerangka dari prosedur- prosedur yang saling berhubungan dan disusun
sesuai dengan skema yang menyeluruh untuk melaksanakan suatu kegiatan atau
fungsi utama dari perusahaan (Baridwan, 1998).
Berdasarkan
pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa sistem adalah suatu susunan
dari prosedur-prosedur yang saling berkaitan yang dikelola oleh sekelompok dua
atau lebih komponen-komponen yang berhubungan dan mempunyai tujuan yang sama.
Menurut
Supriyanto (2011) tanggung renteng didefinisikan sebagai tanggung jawab bersama
diantara anggota dalam satu kelompok atas segala kewajiban terhadap kegiatan
usaha dengan dasar keterbukaan dan saling mempercayai. Dan sebagai suatu sistem
bila dalam satu kelompok ada hal yang menyimpang atau tidak memenuhi
persyaratan maka konsekwensinya ditanggung oleh semua anggota dalam kelompok.
Gunawan (2008), berpendapat bahwa sistem tanggung renteng merupakan sebuah
sistem pengelolaan risiko dalam sebuah organisasi yang diwujudkan dengan
berbagai tanggungjawab pada seluruh anggota kelompok secara proposional.
Definisi tanggung renteng menurut (Gunawan, 2008) adalah tanggung menanggung
diantara anggota dalam satu kelompok atas segala kewajiban terhadap perusahaan
dengan keterbukaan dan saling mempercayai.
Dengan
sistem tersebut diharapkan akan terjadi proses pembelajaran ditingkat anggota
dalam satu kelompok. Sehingga kelompok dapat dijadikan sarana untuk
mencerdaskan atau meningkatkan kualitas ibu-ibu yang tergabung dalam kelompok
tanggung renteng. Sehingga nantinya partisipasi aktif anggota dapat terwujud
dan dapat mengembangkan usaha yang dijalankan.
2.1.3.
Tata Nilai dalam Sistem Tanggung Renteng
Menurut
Supriyanto (2011) dalam perkembangan lebih lanjut, disadari bahwa dalam
penerapan sistem tanggung renteng, ternyata juga terjadi proses perubahan
perilaku anggota. Perilaku yang dilandasi oleh nilai-nilai kearifan yang
kemudian lebih dikenal sebagai nilai-nilai tanggung renteng.Berikut ini adalah
tata nilai kearifan dalam sistem tanggung renteng meliputi kebersamaan,
musyawarah, kejujuran dan keterbukaan, kedisiplinan, dan tanggung Jawab.
Sedangkan tata
nilai dasar sistem tanggung renteng yang dikembangkan dalam kehidupan usaha
kelompok adalah:
a. Kebersamaan
b. Keterbukaan
c. Saling
percaya
d. Musyawarah
e. Tanggung
jawab
2.1.4.
Mekanisme Dasar Sistem Tanggung Renteng pada Produk Krista
Pada sistem tanggung renteng setiap
anggota dengan jumlah anggota minimal 3 orang dan maksimal 5 orang yang berada
dalam satu wilayah dan terbentuk berdasarkan kesepakatan seluruh anggota
kelompok. Setiap kelompok harus mengadakan pertemuan secara rutin setiap satu
bulan sekali, sehingga anggota dalam kelompok tanggung renteng memiliki ikatan
kekeluargaan yang sangat kuat.
Dalam
satu kelompok terdapat satu penanggung jawab kelompok yang akan mengkoordinir
kegiatan kelompok. Segala sesuatu yang menyangkut kepentingan kelompok termasuk
penerimaan anggota kelompok akan diputuskan berdasarkan kesepakatan kelompok.
Sehingga segala bentuk konsekuensi dari keputusan yang diambil akan menjadi
tanggung jawab kelompok. Dengan sistem ini jika ada anggota yang tidak membayar
kewajiban maka seluruh anggota dalam kelompok itu menanggungnya, jadi mau tidak
mau setiap anggota akan saling kontrol dan mengingatkan supaya tidak lupa dalam
memenuhi kewajibannya.
2.2.Kredit
2.2.1. Pengertian Kredit
Menurut asal mula kata “kredit” berasal dari kata Credere yang artinya adalah
kepercayaan, maksdunya adalah apabila seseorang memperoleh kredit maka berarti
mereka memperoleh kepercayaan. Sedangkan bagi pemberi kredit artinya memberikan
kepercayaan kepada seseorang bahwa uang yang dipinjamkan pasti kembali.
Pengertian “kredit” menurut Undang- undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998 adalah
“penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan pemberian bunga”.
Pengertian kredit dalam arti ekonomi
adalah suatu penundaan pembayaran yaitu uang atau barang yang diterima sekarang
kemudian akan dikembalikan pada masa yang akan datang berikut tambahan suatu kontra
prestasi oleh penerima kredit. Kredit dapat pula diartikan penyediaan uang atau
tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank
dan pihak lain yang mewajibkan peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Fungsi
kredit antara lain meningkatkan daya guna uang dan barang, meningkatkan
peredaran dan lalu lintas uang, alat stabilitas moneter, sarana pemerataan
pendapatan, memperluas hubungan internasional, dan meningkatkan kegiatan
berusaha.
2.2.2. Perencanaan Kredit
Setiap
kegiatan usaha selalu diambil dengan suatu rencana walaupun rencana itu sangat
sederhana. Tidak ada suatu kegiatan usaha yang tiba-tiba muncul dan langsung
berjalan tanpa perencanaan. Untuk kegiatan usaha yang sederhana memerlukan
rencana yang sederhana. Demikian juga semakin rumit kegiatan usaha yang akan
dilakukan, maka rencana kerja yang akan disusun juga akan semakin rumit.
Mahmoedin (2004) mengatakan dengan rencana memungkinkan :
1.Organisasi
dapat memperoleh dan mengikat sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan.
2.Para
anggota organisasi untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang konsisten dengan
berbagai tujuan dan prosedur terpilih.
3.
Kemajuan dapat terus dimonitor dan diukur, sehingga tindakan korektif dapat
diambil bila tingkat kemajuan tidak memuaskan.
Mahmoedin (2004) menyebutkan bahwa pada dasarnya “Planning is decting in advance what is to be
done”. Jadi menentukan apa yang dilakukan organisasi dalam rangka mencapai
tujuan. Planning menyangkut suatu masa yang akan datang. Karenanya fungsi ini
sangat penting dalam mengatur roda usaha
organisasi untuk masa yanga akan datang. Segala aktivitas yang digerakkan oleh
planning akan dapat mengatur apakah pencapaian tujuan organisasi terlaksana
dengan baik atau tidak.
Bagi sebuah lembaga keuangan, planning merupakan hak mutlak
yang harus dilakukan. Tidak hanya karena planning merupakan fungsi yang
penting, tetapi kepentingan menjalankan planning sebelum roda usaha digerakkan
sudah merupakan suatu “rule” bagi lembaga demi mencapai tujuan. Tujuan lembaga
bukanlah profit making semata-mata, tetapi juga menjaga safenya keuangan yang
ada yaitu uang sendiri dan uang orang lain.
Karena perkreditan merupakan kegiatan yang juga dilaksanakan
oleh pegadaian, maka rencana kredit merupakan hal mutlak yang harus dilakukan
dalam rangka melengkapi penentuan policy
perkreditan secara menyeluruh.Tanpa rencana kredit, maka policy kredit tidak lengkap dan berarti. Aspek-aspek yang harus
diperhatikan dalam pertimbangan penyusunan rencana kredit yang mantap dan
terarah adalah sebagai berikut:
a. Kondisi perekonomian dan
perdagangan.
Ini mutlak
harus dilaksanakan oleh karena pegadaian sebagai lembaga yang bergerak dalam
kegiatan perekonomian. Harus dipertimbangkan bagaimana kemungkinan-kemungkinan
yang akan timbul selama rencana disusun dan selama pelaksanaan rencana
tersebut.
b.
Keadaan
nasabah yang ada.
Bagi trackrecord nasabah yang ada diadakan
pengelompokan nasabah yang dibagi menurut kelancaran usaha secara lengkap.
Keadaan kelancaran itu kemudian digabungkan dengan sektor usaha para nasabah.
Dari keadaan tersebut secara umum akan dapat diketahui bagaimana keadaan
nasabah yang ada.
c.
Keadaan
keuangan
Hal ini
merupakan faktor yang sangat penting karena kekuatan keuanganlah yang
menentukan langkah-langkah nyata bagi perencanaan kredit dalam arti kata berapa
jumlah dana yang akan dioperasikan. Tegasnya harus dengan jelas diketahui
berapa jumlah uang yang tersedia dan benar-benar dapat dilepas.
d.
Organisasi
Lembaga
Besar kecilnya suatu lembaga cukup besar pengaruhnya dalam
penyusunan rencana kredit. Bila organisasinya besar meliputi beberapa cabang
yang tersebar, maka perlu diadakan pengaturan tentang wewenang pemutusan kredit.
Pemberian wewenang disertai tanggung jawab untuk berusaha agar kredit itu
lancar dan menguntungkan serta kewajiban dalam menghimpun dana untuk operasi
kredit masa-masa selanjutnya.
2.2.3. Resiko
Perkreditan
Setiap
usaha akan selalu dihadapkan pada resiko walaupun mempunyai bobot yang
berbeda. Demikian juga dalam pemberian
kredit ada terkandung resiko yang perlu dipahami terlebih dahulu dalam proses
perencanaan kredit. Berbagai bentuk resiko yang perlu dipahami antara lain :
a. Resiko dari sifat usaha
Ribuan jenis usaha yang kita jumpai adalah mempunyai sifat
yang berbeda satu sama lain, dimana masing-masing mempunyai ciri-ciri khusus
dalam melaksanakan kegiatannya. Dan
kegiatan yang satu dan yang lainnya juga mengandung tingkat resiko yang
berbeda.
b. Resiko Geografis
Besarnya dari suatu kegiatan usaha juga dipengaruhi oleh
faktor geografi. Resiko geografis ini erat hubungannya dengan bencana alam yang
sering terjadi pada suatu lokasi usaha tertentu. Tetapi ada juga resiko yang
timbul bukan dari bencana alam melainkan karena faktor lingkungan.
c. Resiko Politik
Kegagalan perkreditan banyak terjadi karena tidak adanya
kebijaksanaan politik yang jelas. Oleh karena itu kestabilan politik pada suatu
Daerah/Negara akan merupakan faktor yang cukup menentukan dalam keberhasilan
kegiatan usaha.
d. Resiko Uncertainty
Faktor kepastian akan menimbulkan spekulasi dan setiap usaha
yang berupa spekulasi akan mengandung resiko tinggi karena segala sesuatunya
tidak dapat direncanakan dahulu dengan baik.
e. Resiko Persaingan
Untuk memasuki pasar harus siap bersaing dengan lawan-lawan
bisnisnya. Resiko persaingan dapat berupa persaingan terhadap perusahaan-perusahaan sejenis
yang menjadi objek perkreditan. Dan sudah tentu untuk memenangkan persaingan
ini dituntut adanya system kerja yang efisien termasuk perencanaan.
2.2.4. Syarat-syarat
Pemberian Kredit.
Telah
dikemukakan bahwa pemberian kredit mengandung suatu resiko (degree of risk) tertentu. Menurut Kasmir
(2010) untuk menghindari atau resiko yang mungkin terjadi, maka permohonan
kredit harus dinilai atas dasar syarat-syarat teknis yang dikenal dengan
analisis 5C dan 7P, analisis 5C kredit tersebut meliputi:
1.
Character.
Yaitu suatu penilaian tentang
sifat-sifat pribadi, watak, kejujuran dari pimpinan perusahaan calon debitur
dalam memenuhi kewajiban-kewajiban finansialnya. Adapun beberapa petunjuk dari
bank untuk mengetahui karakter nasabah adalah mengenal dari dekat, mengumpul
informasi dari rekan-rekannya serta saingannya mengenai reputasi, kebiasaan
pribadi dan lain-lain.
2.
Capacity.
Hal ini menyangkut kemampuan
pimpinan perusahaan serta stafnya baik kemampuan dalam manajemen maupun
keahlian dalam bidang usahanya. Untuk itu bank harus memperhatikan angka-angka
hasil produksi, angka penjualan dan pembelian, perhitungan laba rugi perusahaan
saat ini, data financial di waktu-waktu lain yang tercermin dalam laporan
keuangan perusahaan sehingga akan dapat diukur kemampuan perusahaan calon
debitur untuk melaksanakan rencana kerja di waktu yang akan datang, dalam
hubungannya dengan penggunaan kredit tersebut.
3.
Capital
Yaitu suatu penilaian yang
mengetahui posisi finansialnya perusahaan secara keseluruhan yang ditunjukkan
oleh rasio
finansialnya dan penekanan komposisi tangible
net worknya. Pegadaian harus mengetahui bagaimana perimbangan antara jumlah
hutang dan jumlah modal sendiri. Untuk itu haruslah dilakukan analisa neraca dan analisa ratio
untuk mengetahui posisi likuiditas, solvabilitas, rentabilitas dari perusahaan calon
debitur.
4.
Collateral.
Yaitu barang-barang jaminan yang
diserahkan oleh perusahaan calon debitur atas jaminan kredit yang
diterimanya. Manfaat collateral yaitu sebagai pengaman kredit
apabila usaha yang dibiayai oleh kredit tersebut gagal atau sebab-sebab lain
dimana debitur tidak mampu melunasi kreditnya dari hasil usaha yang normal.
5.
Condition.
Yaitu kondisi perusahaan calon
debitur dimasa mendatang. Karena itu lazim disebut condition of economic. Berkenaan dengan itu situasi kondisi
politik, social, ekonomi, budaya dan lain-lain yang mempengaruhi keadaan perekonomian
pada suatu masa maupun untuk suatu kurun tertentu yang memungkinkan dapat
mempengaruhi kelancaran usaha dari perusahaan calon debitur. Untuk itu harus memperhatikan :
a. Trend ekonomi yang akan mempengaruhi
perkembangan usaha calon debitur.
b. Prospek usaha calon debitur,
perbandingannya dengan usaha sejenis lainnya di daerah dan lokasi
lingkungannya.
c. Prospek pemasaran dari usaha calon
debitur.
d. Kebijaksanaan pemerintah yang
mempengaruhi terhadap prospek industri, dimana perusahaan calon debitur termasuk
didalamnya.
Sedangkan analisis 7P kredit adalah sebagai berikut:
1. Personality
Yaitu menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah
lakunya sehari- hari maupun masa lalunya. Personality
juga mencakup sikap, emosi, tingkah laku dan tindakan nasabah dalam menghadapi
suatu masalah.
2. Party
Yaitu mengklasifikasikan nasabah kedalam klasifikasi
tertentu atau golongan- golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta
karakternya. Sehingga nasabah dapat digolongkan ke golongan tertentu dan akan
mendapatkan fasilitas yang berbeda.
3. Purpose
Yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil
kredit, termasuk jenis kredit yang diinginkan nasabah.
4. Prospect
Yaitu untuk menilai usaha nasabah di masa yang akan dating
menguntungkan atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai prospek atau
sebaliknya. Hal ini penting mengingat jika suatu fasilitas kredit yang dibiayai
tanpa mempunyai prospek, bukan hanya lembaga yang rugi akan tetapi juga
nasabah.
5. Payment
Merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit
yang telah diambil atau sumber mana saja dana untuk mengembalikan kredit.
6. Profitability
Untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari
laba. Profitability diukur dari periode ke periode apakah akan tetap sama atau
akan semakin
meningkat, apalagi dengan tambahan kredit yang akan diperolehnya.
7. Protection
Tujuannya adalah bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan
mendapatkan perlindungan. Perlindungan berupa jaminan barang, pihak lain atau
jaminan asuransi.
Selain
memperhatikan analisis 5C dan 7P tersebut di atas perusahaan harus pula
memperhatikan pedoman 3R dalam penilaian penggunaan kreditnya yaitu :
1. Return.
Return
menunjukkan yang diharapkan dapat diperoleh dari penggunaan kredit tersebut. Dalam hubungan ini bank harus menilai
bagaimana kredit yang diperoleh dari bank tersebut akan digunakan oleh
perusahaan pemohon kredit. Maksudnya
adalah apakah penggunaan kredit tersebut menghasilkan return atau hasil
pendapatan yang cukup untuk menutupi biayanya.
2. Repayment
Capacity.
Bank harus
menilai kemampuan perusahaan pemohon kredit untuk dapat membayar kembali
pinjamannya (repayment capacity), dimana kredit tersebut harus diangsur atau
dilunasi.
3. Risk
– Bearing ability.
Bank harus
menilai apakah perusahaan pemohon kredit mempunyai kemampuan untuk menampung
resiko kegagalan atau ketidakpastian yang bersangkutan dengan penggunaan kredit
tersebut. Dalam hubungan ini bank harus mengetahui tentang jaminan apa yang
dapat diberikan atas pinjaman tersebut oleh perusahaan pemohon kredit.
2.2.5.Pengawasan
Kredit
Selain
masalah-masalah umum yang harus dipecahkan oleh perusahaan perbankan dalam
pemberian kedit, maka pengelola kredit juga dihadapkan pada
permasalahan-permasalahan yang sifatnya sangat khusus yang menyangkut kegiatan
usaha dari calon debiturnya secara spesifik, hal ini disebabkan kelancaran
pengembalian sangat berhubungan dengan kemajuan usaha debitur.
Sebelum
melaksanakan kegiatan analisa kredit itu sendiri, yaitu membahas aspek-aspek
yang mempengaruhi kegiatan usaha secara kritis, maka ada beberapa langkah yang
harus dilakukan, yaitu :
1.
Pemilihan
pendekatan yang dipakai dalam melaksanakan analisa kredit.
Dalam
melaksanakan analisa kredit, ada beberapa alternative pendekatan yang dapat digunakan
oleh pihak pegadaian, yaitu :
a.
Pendekatan jaminan (collateral approach),
yaitu kredit akan diberikan apabila calon debitur mempunyai jaminan yang
memadai baik ditinjau dari segi nilai ekonomis ataupun dari segi juridisnya.
b.
Pendekatan karakter (character approach),
Pada intinya pendekatan ini proses pemberian kredit didasarkan atas kepercayaan
terhadap reputasi karakter bisnis calon debiturnya.
c.
Pendekatan atas dasar kemampuan pelunasan kredit. Dalam pendekatan ini
didasarkan pada kemampuan pelunasan hutang dari debitur, dan tidak mendasarkan
diri pada karakternya ataupun feasibilitas
dari proyek.
d.
Pendekatan atas dasar tingkat keterlaksanaan proyek usaha calon debitur (feasibility approach). Dalam pendekatan ini pihak bank menilai sampai
sejauh mana proyek usaha calon debitur tersebut dapat melunasi kewajibannya
dengan sumber-sumber dana yang dapat dihimpun oleh usaha yang dilakukannya.
2.
Proses pengumpulan informasi.
Setelah pendekatan yang akan digunakan dalam analisa kredit
dapat dirumuskan, maka harus segera mengumpulkan informasi tentang pemohon
kredit. Untuk memperoleh informasi atau data tentang pemohon kredit berbagai
cara dapat dilakukan, salah satunya adalah interview dengan pemohon kredit.
Dalam interview ini dapatlah diperoleh secara langsung dari calon debitur
informasi yang diperlukan oleh pihak lembaga, juga dapat mempererat hubungan
antara lembaga dengan nasabahnya.
2.2.6. Kredit
Macet
Menurut Bank Indonesia, kredit macet adalah apabila telah
diusahakan dengan memberikan perpanjangan atau kelonggaran waktu penulansan
kredit, utang debitur tetap tidak dilunasi. Menurut Sinungan dalam Widia (2016)
kredi macet adalah kredit yang tidak lancar dan telah sampai pada waktu jatuh
tempo belum juga dapat diselesaikan oleh nasabah yang bersangkutan. Sedangkan
menurut Siamat dalam Widia (2016) kredit macet atau Problem Load adalah kredit yang mengalami kesulitan pelunasan
akibat adanya faktor- faktor atau unsur- unsur kesenjangan atau karena debitur
tidak mampu melunasinya.
Dari berbagai paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa
kredit macet adalah piutang yang tidak tertagih atau kredit yang tidak lancer
dan diragukan karena mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor- faktor
tertentu yang salah satunya adalah ketidakpastian debitur untuk melunasi
utangnya.
Munculnya kredit
bermasalah termasuk di dalamnya kredit macet, pada dasarnya tidak terjadi
secara tiba-tiba, melainkan melalui suatu proses. Terjadinya kredit macet dapat
disebabkan baik oleh pihak kreditur (bank) maupun debitur.
Faktor-faktor penyebab kredit macet yang
merupakan kesalahan pihak kreditur adalah:
1.
Keteledoran
lembaga mematuhi peraturan pemberian kredit yang telah digariskan.
2.
Terlalu
mudah memberikan kredit, yang disebabkan karena tidak ada patokan yang jelas
tentang standar kelayakan permintaan kredit yang diajukan.
3.
Konsentrasi
dana kredit pada sekelompok debitur atau sektor usaha yang beresiko tinggi.
4.
Kurang
memadainya jumlah eksekutif dan staf bagian kredit yang berpengalaman.
5.
Lemahnya
bimbingan dan pengawasan pimpinan kepada para eksekutif dan staf bagian kredit.
6.
Jumlah
pemberian kredit yang melampaui batas kemampuan lembaga.
7.
Lemahnya
kemampuan lembaga mendeteksi kemungkinan timbulnya kredit bermasalah, termasuk
mendeteksi arah perkembangan arus kas (cash
flow) debitur lama.
8.
Asal ada agunan, lembaga hanya melihat
agunan sebagai dasar keputusan pemberian kredit, sehingga faktor-faktor analisa
yang lainnya terabaikan.
Sedangkan faktor-faktor penyebab kredit macet yang
diakibatkan karena kesalahan pihak debitur antara lain:
1.
Menurunnya
kondisi usaha bisnis perusahaan, yang disebabkan merosotnya kondisi ekonomi
umum dan/atau bidang usaha dimana mereka beroperasi.
2.
Adanya
salah urus dalam pengelolaan usaha bisnis perusahaan, atau karena kurang
berpengalaman dalam bidang usaha yang mereka tangani.
3.
Problem
keluarga, misalnya perceraian, kematian, sakit yang berkepanjangan, atau
pemborosan dana oleh salah satu atau beberapa orang anggota keluarga debitur.
4.
Kegagalan
debitur pada bidang usaha atau perusahaan mereka yang lain.
5.
Kesulitan
likuiditas keuangan yang serius.
6.
Munculnya
kejadian di luar kekuasaan debitur, misalnya perang dan bencana alam.
7.
Watak
buruk debitur (yang dari semula memang telah merencanakan tidak akan
mengembalikan kredit).
2.2.7. Penyelesaian Kredit Macet
Untuk menyelamatkan kredit bermasalah, perusahaan dapat
melakukan berbagai macam upaya penyelamatan yang sering kali dilakukan adalah:
1. Penjadwalan
Kembali Pelunasan Kredit (Rescheduling).
Upaya penyelamatan kredit dengan melakukan perubahan
syarat-syarat perjanjian kredit yang berkenaan dengan jadwal pembayaran kembali
kredit atau jangka waktu, termasuk grace
period baik termasuk jumlah angsuran maupun tidak.
Macam-macam
bentuk rescheduling:
a.
Perpanjang jangka waktu peluanasan.
b.
Perpanjang jangka waktu pelunasan waktu.
c.
Perpanjang jangka waktu pelunasan utang
pokok dan atau tunggakan asuransi, tunggakan bunga.
d.
Perpanjang jangka waktu pelunasan utang pokok
dan tunggakan bunga kredit.
e.
Pergeseran atau perpanjang grace period
dan pergeseran perencanaan pelunasan.
f.
Pergeseran atau perpanjang grace period dan
perpanjang jnagka waktu kredit.
g.
Kombinasi bentuk-bentuk rescheduling.
Tindakan rescheduling dapat diberikan kepada nasabah yang masih menunjukkan
itikad baik untuk melunasi kewajibannya yang berdasarkan bukti secara
kuantitatif merupakan alternatif yang terbaik.
2.
Persyaratan Kembali (Reconditioning).
Merupakan upaya penyelamatan kredit dengan cara
melakukan perubahan atas sebagian atau seluruh syarat perjanjian kredit yang
tidak terbatas hanya kepada perubahan jadwal angsuran atau jangka waktu kredit
saja, namun perubahan tersebut tanpa memberikan tambahan kredit atau tanpa
melakukan konversi atas seluruh atau sebagian dari kiredit.
Macam-macam
bentuk Reconditioning:
1. Perubahan
tingkat suku bunga.
2. Perubahan
tata cara perhitungan bunga.
3. Pemberian
keringanan tunggakan bunga.
4. Pemberian
keringanan tunggakan bunga.
5. Pemberian
keringanan tunggakan biaya.
6. Perubahan
syarat-syarat lain.
7. Penambahan
jaminan.
8. Kombinasi
bentuk-bentuk Reconditioning.
Syarat reconditioning adalah tindakan reconditoning
dapat diberikan kepada nasabah yang masih menunjukkan itikad baik untuk melunasi
kewajibannya yang berdasarkan bukti secara kuantitatif merupakan alternatif
yang terbaik.
3.
Penataan Kembali (Restructuring).
Perubahan syarat-syarat kredit
yang menyangkut penambahan dana bank , konversi seluruh atau sebagian tunggakan
bunga menjadi pokok kredit baru atau konversi seluruh atau sebagian dari kredit
menjadi penyertaan dalam perusahaan, yang dapat di serta dengan penjadwalan
kembali atau persyaratan kembali.
Selain cara di atas
penyelesaian kredit bermasalah bisa juga melalui lembaga hukum. Yang dimaksud
dengan lembaga hukum dalam hal ini adalah Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN)
dan Direktorat Jendral Piutang dan Lelang Negara (DJPLN), melalui Badan
Peradilan, dan melalui Arbitrase atau Badan Alternatif Penyelesaian sengketa.
4. Likuidasi (Liquidation)
Yaitu
penjualan barang-barang yang dijadikan jaminan dalam rangka pelunasan utang.
Pelaksanaan likuidasi ini dilakukan terhadap kategori kredit yang memang
benar-benar menurut bank sudah tidak dapat lagi dibantu untuk disehatkan kembali
atau usaha nasabah yang sudah tidak memiliki prospek untuk dikembangkan. Proses
likuidasi ini dapat dilakukan dengan menyerahkan penjualan barang tersebut
kepada nasabah yang bersangkutan. Sedang bagi bank-bank umum milik negara,
proses penjualan barang jaminan dan aset bank dapat diserahkan kepada BPPN,
untuk selanjutnya dilakukan eksekusi atau pelelangan
2.3. Pengendalian Internal Kredit
2.4.1. Pengertian Sistem Pengendalian
Internal
Menurut
Mulyadi (2013) sistem pengendalian internal meliputi struktur organisasi,
metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan
organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong
efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen. Definisi sistem
pengendalian internal tersebut menekankan tujuan yang hendak dicapai, dan bukan
pada unsur-unsur yang membentuk sistem tersebut.
Kegiatan
pengendalian meliputi kebijakan, prosedur dan praktek yang dikembangkan untuk
meningkatkan stragtegi manajemen risiko. Aktivitas pengendalian menurut
Munawaroh (2011) adalah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan ke atas risiko
dan untuk mencapai tujuan entitas. Agar efektif, aktivitas pengendalian harus
sesuai, fungsi konsisten sesuai rencana selama periode tersebut, dan baiaya
yang efektif, komprehensif, masuk akal dan langsung berhubungan dengan tujuan
pengendalian, aktivitas pengendalian juga sebagai kebijakan dan prosedur yang
membantu memastikan bahwa perintah manajemen telah dilakukan. Aktivitas
pengendalian membantu memastikan bahwa tindakan yang diperlukan berkenaan
dengan risiko yang diambil untuk pencapaian tujuan organisasi.
Pengendalian
merupakan suatu tindakan atau aktivitas yang dilakukan manajemen untuk
memastikan (secara memadai, bukan mutlak) tercapainya tujuan dan sasaran
organisasi. Bastian (2006) menjelaskan jenis-jenis pengendalian internal
sebagai berikut:
a. Organisasi,
penyerahan wewenang dan tanggung jawab, termasuk jalur pelaporan untuk semua
aspek operasi dan pengendaliannya seharusnya disebutkan secara rinci dan jelas.
b. Pemisahan
tugas, pemisahan tugas dan tanggung jawab perlu dilakukan agar dapat mengurangi
risiko terjadinya manipulasi maupun kesalahan yang disengaja.
c. Fisik,
prosedur dan keamanan yang memadai dirancang untuk memberi keyakina bahwa akses
terhadap aktiva terbatas pada personel yang berwenang.
d. Persetujuan
dan otorisasi, seluruh transaksi seharusnya diotorisasi atau disetujui oleh
orang yang tepat.
e. Akuntansi,
pengecekan akurasi yang berhubungan dengan pencatatan harus dilakukan dngan
tepat.
f. Personel,
keberadaan prosedur penjamin bahwa penempatan personel sesuai dengan kemampuan
dan tanggung jawabnya.
g. Supervise,
setiap sistem pengendalian internal seharusnya mencakup supervise oleh atas
yang bertanggungjawab atas transaksi dan pencatatan.
h.
Manajemen, hal ini meliputi pengendalian
secara keseluruhan, fungsi pengendalian internal dan prosedur tinjauan khusus
lainnya.
Pengendalian
intern adalah semua rencana organisasional, metode dan pengukuran yang dipilih
oleh suatu kegiatan usaha untuk mengamankan harta kekayaannya, mengecek
keakuratan dan keandalan data akuntansi usaha tersebut, meningkatkan efisiensi
operasional, dan mendukung dipatuhinya kebijakan manajerial yang telah
ditetapkan. pengendalian intern meliputi beberapa aktivitas, yaitu:
1. Perencanaan
2. Koordinasi
antar berbagai bagian dalam organisasi
3. Komunikasi
informasi
4. Pengambilan
keputusan
5. Memotivasi
orang-orang dalam organisasi agar prilaku sesuai dengan tujuan organisasi
6. Pengendalian
7. Penilaian
kerja
Kusumastuti
(2012) menyebutkan tindakan/aktivitas pengendalian yang ada dalam organisasi
dikelompokkan menjadi:
a. Pengendalian
Pencegahan (preventive controls)
bertujuan untuk mencegah galat (errors)
atau peristiwa yang tidak diinginkan terjadi.
b. Pengendalian
Pendeteksian (detective controls)
bertujuan untuk menginformasikan kepada manajemen masalah yang sedang terjadi
atau beberapa saat setelah terjadi.
c. Pengendalian
Pemulihan (corrective controls)
biasanya digunakan bersama dengan pendeteksian, bertujuan untuk memperbaiki
kembali dari akibat terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan.
Menurut Kusumastuti (2012)
Pengendalian internal merupakan suatu proses yang dipengaruhi oleh direksi
organisasi, manajemen, dan personel lainnya, yang didesain untuk memberkan
keyakinan memadai akan tercapainya tujuan dalam kategori berikut:
a.
Efektivitas dan efisiensi operasi
b.
Keandalan pelaporan keuangan
c.
Ketaatan pada hukum dan peraturan yang
berlaku
Definisi
sistem pengendalian internal menurut Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2008
tentang Sistem Pengendalian Internal (SPI) yaitu: sistem pengendalian internal
adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara
terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan
memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien,
kenadalan pelaporan keuangan, pengamanana aset Negara, dan ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan.
Pengendalian
internal dapat mencegah kerugian atau pemborosan pengelolaan sumber daya
perusahaan. Pengendalian internal dapat menyediakan informasi tentang bagaimana
menilai kinerja perusahaan dan manajemen perusahaan serta menyediakan informasi
yang akan digunakan sebagai pedoman dalam perencanaan. Agar sistem pengendalian
internal dapat berfungsi dengan baik maka diperlukan elemen pengendalian internal.
Untuk mencapai pengelolaan keuangan Negara yang efektif, efisien, transparan,
dan akuntabel, wajib dilakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan
pemerintah dengan menerapkan elemen-elemen pengendalian internal. Menurut
Lovell dalam Puspasari (2012), peraturan yang ada dalam organisasi merupakan
suatu bentuk pengendalian internal yang berfungsi sebagai alat untuk memeriksa
tujuan organisasi tercapai.
Menurut
Bastian (2006), pengendalian akuntansi merupakan bagian dari sistem
pengendalian internal, meliputi struktur organisasi, metode, dan ukuran-ukuran
yang dikoordinasikan terutama unuk menjaga kekayaan organisasi serta mengecek
ketelitian dan keandalan data akuntansi. Arens dalam Munawaroh (2011) juga
menjelaskan terdapat elemen pengendalian internal yang harus dimiliki oleh
organisasi. Kelimanya antara lain: lingkungan pengendalian, pendapatan risiko
oleh managemen, sistem komunikasi dan informasi akuntansi, aktivitas
pengendalian dan pemantauan. Sedangkan menurut Mulyadi (2013) ada empat elemen
pokok yang perlu diperhatikan, yaitu:
1.
Struktur organisasi yang memisahkan
tanggungjawab fungsional dengan tegas.
2.
Sistem wewenang dan prosedur
pencatatan yang memberikan perlindungan
yang cukup kepada harta, utang, pendapatan dan biaya.
3.
Praktik yang sehat dalam menjalankan
tugas dan fungsi dalam organisasi.
4.
Karyawan yang mutunya sesuai dengan
tanggungjawab.
Jadi
yang dimaksud dengan Pengendalian Internal merupakan suatu tindakan atau
aktivitas yang dilakukan manajemen secara terus menerus untuk memberikan
keyakinan yang memadai akan tercapainya tujuan dan sasaran organisasi.
2.4.2.
Pengertian Pengendalian Internal Kredit
Pengendalian
internal kredit adalah usaha-usaha untuk menjaga kredit yang diberikan tetap
lancar, produktif dan tidak macet. Lancar dan produktif artinya kredit itu
dapat ditarik kembali bersama bunganya sesuai dengan perjanjian yang telah
disetujui kedua belah pihak. Pengendalian internal kredit penting, karena jika
kredit macet berarti kerugian bagi lembaga keuangan bersangkutan. Oleh karena
itu, penyaluran kredit harus didasarkan pada prinsip kehati-hatian dan dengan
sistem pengendalian intern kredit yang baik dan benar.
Kredit
memberikan dampak adanya penangguhan penerimaan uang, baru pada saat jatuh
temponya terjadi aliran kas masuk. Penangguhan penerimaan uang tersebut akan
memberikan pengaruh yang kurang baik, apabila pemberian kredit yang dilakukan
terlalu besar akan terjadi penimbunan modal kerja dalam aktiva lancar kredit
yang diberikan. Pengendalian internal kredit mutlak harus dilaksanakan untuk
menghindari terjadinya kredit macet dan penyelesaian kredit macet. Oleh karena
itu diperlukan pengelolaan piutang (kredit) yang baik yaitu dalam bentuk
kebijaksanaan kredit yang mengandung unsur pengendalian intern piutang, agar
dana yang terdapat dari para debitur dapat tertagih tepat pada waktunya
sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
2.4.3.
Tujuan Pengendalian Internal Kredit
Tujuan pengendalian internal kredit
bagi lembaga keuangan, dalam hal ini adalah untuk:
1. Menjaga
agar kredit yang disalurkan tetap aman.
2. Mengetahui
apakah kredit yang disalurkan itu lancar atau tidak.
3. Melakukan
tindakan pencegahan dan penyelesaian kredit macet atau kredit bermasalah.
4. Mengevaluasi
apakah prosedur penyaluran kredit yang dilakukan telah baik atau masih perlu
disempurnakan.
5. Memperbaiki
kesalahan-kesalahan karyawan analisis kredit dan mengusahakan agar kesalahan
itu tidak terulang kembali.
6. Mengetahui
posisi persentase collectibility credit yang disalurkan lembaga
keuangan.
7. Meningkatkan
moral dan tanggung jawab karyawan analisis kredit lembaga keuangan.
Untuk
menghindari terjadinya kredit macet, maka diperlukan suatu pengendalian.
Pengendalian tersebut menurut Mulyono (1996: 429) adalah sebagai “Salah satu
fungsi manajemen dalam usaha penjagaan dan pengamanan dalam pengawasan kekayaan
bank dalam bentuk perkreditan yang lebih efisien untuk menghindari terjadinya
penyimpangan-penyimpangan, dengan mendorong dipatuhinya kebijakan yang telah
ditetapkan serta mengusahakan penyusunan administrasi yang benar”.
Teknik
pengendalian kredit macet dapat diartikan sebagai suatu penentuan syarat-syarat
prosedur pertimbangan ke arah kredit untuk menghilangkan risiko kredit tersebut
tidak akan terbayar lunas. Langkah-langkah yang diambil oleh pihak bank untuk
pengamanan kreditnya, pada pokoknya dapat digolongkan menjadi dua cara, yaitu
teknik pengendalian preventif dan teknik pengendalian represif (Mulyono,
1996).
1. Teknik
Pengendalian Preventif
Teknik
pengendalian preventif adalah teknik pengendalian yang dilakukan untuk
mencegah terjadinya kemacetan kredit. Teknik pengendalian prevenif dapat
dilakukan dengan melakukan penyeleksian debitur dengan cara melihat kelengkapan
persyaratan permohonan kredit dan penilaian terhadap dibitur dengan menggunakan
prinsip 5C, yang meliputi: character, capacity, capital, collateral,
dan condition
2. Teknik
Pengendalian Represif
Teknik
pengendalian represif adalah teknik pengendalian yang dilakukan untuk
menyelesaikan kredit-kredit yang telah mengalami kemacetan. Strategi
penyelesaian kredit dapat dilakukan dengan beberapa langkah antara lain:
1) Melalui negosiasi bank dengan debitur, bank dapat melakukan penguasaan
sebagian atau seluruh hasil usaha, sewa barang agunan, apabila kredit belum berjalan
dengan baik.
2) Pemberian surat
tagihan 1, 2, dan 3.
Pemberian surat
tagihan dilakukan apabila jangka waktu pembayaran yang ditentukan telah habis.
Hal ini dilakukan dengan tujuan pihak bank memberikan peringatan kepada debitur
untuk segera mengangsur pokok pinjaman dan bunganya sesuai dengan kesepakatan
pada waktu melakukan pengajuan kredit.
3) Penyerahan hak penagihan piutang kepada badan-badan resmi, yang
tercatat secara yuridis berhak menagih piutang, seperti Pengadilan Negeri,
Kejaksaan, dan lain-lain.
2.5.
Penelitian Terdahulu
Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini, penulis mencantumkan hasil
penelitian terdahulu yang pernah penulis baca, yaitu dalam table berikut:
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No
|
Nama Peneliti dan Tahun Publikasi
|
Judul Penelitian
|
Hasil Penelitian
|
1.
|
Edi Suseno, Poppy Indriani, dan Citra Indah Merina (2014)
|
Analisis Sistem Pengendalian Intern Atas Pemberian Kredit Gadai Pada
Pt. Pegadaian (Persero) Cabang Pegadaian Syariah Simpang Patal Palembang.
|
Berdasarkan hasil
pembahasan yang berkaitan dengan rumusan masalah dalam penelitian ini, PT.
Pegadaian (Persero) Cabang Pegadaian Syariah Simpang Patal Palembang dianggap
sudah berjalan cukup efektif, karena pemberian kredit gadai dari tahap
permohonon sampai tahap pemantauan sudah melaksanakan prosedur yang sudah
dibuat oleh perusahaan, sehingga memudahkan karyawan dalam melakukan kegiatan
operasional perusahaan.
|
2.
|
P
Ivan C. Putra dan I Gst. Ayu Purnamawati (2013)
|
Prosedur
Pemberian Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pada PT. Pegadaian Cabang
Singaraja
|
Berdasarkan
hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa pemberian Kredit
Usaha Mikro Kecil dan Menengah pada PT. Pegadaian Cabang Singaraja dapat
dikatakan sudah baik dan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh
perusahaan. Kelemahan yang masih ditemukan dalam PT. Pegadaian Cabang
Singaraja yaitu masih adanya perangkapan tugas yang dilakukan oleh pegawai
fungsional dimana pemegang tugas Manager Operasional juga sekaligus sebagai
Penaksir pada PT. Pegadaian Cabang Singaraja.
|
3.
|
Siti
Nur Faidah dan Retno Mustika Dewi (2014)
|
Penerapan
Sistem Tanggung Renteng Sebagai Upaya Mewujudkan Partisipasi Aktif Anggota
Dan Perkembangan Usaha Koperasi Wanita Setia Bhakti Wanita Jawa Timur.
|
Hasil
dari penerapan sistem tanggung renteng di Koperasi Wanita Setia Bhakti Wanita
adalah terkendalinya asset koperasi, terbentuk sikap dan prilaku anggota,
menumbuhkan kader-kader pemimpin,organisasi koperasi yang transparan serta
konikasi antara pengurus dan anggota koperasi yang dapat terlaksana dengan
baik. Partisipasi aktif anggota dalam bidang permodalan, organisasi dan
pemanfaatan jasa usaha di Kopwan SBW dapat terwujud dengan adanya penerapan
sistem tanggung renteng.
|
(Sumber : Data Diolah 2016)
2.6.
Kerangka Berfikir
Berdasarkan urain
diatas dapat dirancang kerangka berfikir yang dipergunakan sebagai
penuntun sekaligus mencerminkan alur berfikir dan merupakan dasar bagi
pembahasan permasalahan yang dijabarkan diatas, maka dapat dijelaskan bahwa
pemilihan lokasi penelitin dilakukan di PT Pegadaian (Persero) Cabang
Singaraja. Judul Penelitian ini adalah Analisis Kegagalan Produk Krista pada PT
Pegadaian (Persero) Cabang Singaraja.
Berdasarkan judul
tersebut maka dapat dirumuskan tiga rumusan permasalahan. Permasalahan yang
pertama (1) yaitu Bagaiaman Penerapan Produk Krista pada PT Pegadaian (Persero) Cabang
Singaraja, yang kedua (2) yaitu Hal Apa Saja yang
Menyebabkan Kegagalan Penerapan Produk Krista Pada PT Pegadaian (Persero) Cabang Singaraja, dan
yang ketiga (3) yaitu Bagaimana Upaya yang Dilakukan Pihak Pegadaian Dalam
Menagih Kredit Yang Diberikan Akibat Kegagalan Penerapan Produk Krista Pada PT
Pegadaian (Persero)
Cabang Singaraja.
Permasalahan yang pertama (1)
dianalisis dengan bagaimana prosedur yang diberikan dalam pemberian kredit yang
dimana kredit tersebut diberikan dengan sistem tanggung renteng, bagian yang
terkait dalam pemberian kredit seperti perencanaan kredit dan analisis dalam
pemberian kredit dan dokumen yang digunakan dalam pemberian kredit.
Permasalahan yang kedua (2) dianalisis dengan faktor-faktor yang menyebabkan
produk krista diberhentikan, yang bisa berasal dari pihak kreditur ataupun dari
pihak debitur yang dimana hal tersebut menyebabkan suatu permasalahan yang
terjadi terkait pemberian kredit. Permasalahan yang ketiga (3) dianalisis
dengan bagaiamna langkah yang diambil dalam penagihan kredit setelah produk
tersebut diberhentikan.
Di bawah ini akan disajikan bagan
kerangka berfikir dari penelitian ini, yaitu dalam gambar berikut:
Komentar
Posting Komentar