ANALISIS PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI KAIN ENDEK SUTRA WARNA ALAM UNTUK MENGETAHUI HARGA JUAL PRODUK PADA USAHA TENUN IKAT SWASTIKA (TRADITIONAL WEAVERS)



Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana perusahaan menghitung harga pokok produksi dalam menentukan harga jualnya. Cara perusahaan menghitung harga pokoknya dengan cara menjumlahkan biaya-biaya yang ada saja. Kemudian peneliti ingin membandingkan perhitungan harga pokok produksinya menurut metode perusahaan sendiri dengan metode konvensional (fuul costing). Dalam menghitungan harga pokok produksi terbagi menjadi tiga yaitubiaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead.
Penelitian ini di lakukan di usaha tenun Ikat Swastika yang terletak di Br. Budamanis, Sidemen, Karangasem. Penelitian ini di fokuskan pada satu proses produksi per bulan khusus pada produk kain endek sutra warna alam dalam menentukan harga pokok produksinya. Analisis data yang di gunakan yaitu jenis data kualitatif dengan metode deskriptif analisis, dan pengumpulan datanya melaluii wawancara, observasi dan dokumentasi.
Hasil yang di peroleh dari menghitung penentuan harga pokok produksi untuk menentukan harga jual produk kain endek sutra warna alam yaitu di lihat dari perhitungan menurut usaha Tenun Ikat Swastika itu sendiri dan menggunakan metode konvensional (full costing). Hasil dari perhitungan menggunakan metode menurut usaha Tenun Ikat Swastika itu sendiri yaitu Rp 282.667 sedangkan menggunakan metode konvensional (full costing) yaitu Rp 291.454. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penentuan harga pokok produksi di usaha tenun Ikat Swastika seharusnya menggunakan metode konvensional (full costing) karena keuntungannya lebih besar daripada menggunakan metode sendiri. Jika usaha Tenun Ikat Swastika masih tetap menggunakan metode perhitungannya sendiri, maka usaha Tenun Ikat Swastika akan mendapat kerugian setiap satu lembar kain tenun endek sutra warna alam sebesar Rp 8.787.
Kata kunci: Harga Pokok Produksi, Metode Konvensional (full costing), Kerugian Harga Jual.



ANALISIS PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI KAIN ENDEK SUTRA WARNA ALAM UNTUK MENGETAHUI HARGA JUAL PRODUK PADA USAHA TENUN IKAT SWASTIKA (TRADITIONAL WEAVERS)

Oleh
Ni Putu Ayu Damayanti, NIM 1317051050
Akuntansi Program S1

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana perusahaan menghitung harga pokok produksi dalam menentukan harga jualnya. Cara perusahaan menghitung harga pokoknya dengan cara menjumlahkan biaya-biaya yang ada saja. Kemudian peneliti ingin membandingkan perhitungan harga pokok produksinya menurut metode perusahaan sendiri dengan metode konvensional (fuul costing). Dalam menghitungan harga pokok produksi terbagi menjadi tiga yaitubiaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead.
Penelitian ini di lakukan di usaha tenun Ikat Swastika yang terletak di Br. Budamanis, Sidemen, Karangasem. Penelitian ini di fokuskan pada satu proses produksi per bulan khusus pada produk kain endek sutra warna alam dalam menentukan harga pokok produksinya. Analisis data yang di gunakan yaitu jenis data kualitatif dengan metode deskriptif analisis, dan pengumpulan datanya melaluii wawancara, observasi dan dokumentasi.
Hasil yang di peroleh dari menghitung penentuan harga pokok produksi untuk menentukan harga jual produk kain endek sutra warna alam yaitu di lihat dari perhitungan menurut usaha Tenun Ikat Swastika itu sendiri dan menggunakan metode konvensional (full costing). Hasil dari perhitungan menggunakan metode menurut usaha Tenun Ikat Swastika itu sendiri yaitu Rp 282.667 sedangkan menggunakan metode konvensional (full costing) yaitu Rp 291.454. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penentuan harga pokok produksi di usaha tenun Ikat Swastika seharusnya menggunakan metode konvensional (full costing) karena keuntungannya lebih besar daripada menggunakan metode sendiri. Jika usaha Tenun Ikat Swastika masih tetap menggunakan metode perhitungannya sendiri, maka usaha Tenun Ikat Swastika akan mendapat kerugian setiap satu lembar kain tenun endek sutra warna alam sebesar Rp 8.787.
Kata kunci: Harga Pokok Produksi, Metode Konvensional (full costing), Kerugian Harga Jual.


ANANALYSIS OF THE DETERMINATION OF NATURAL COLOR SILK ENDEK CLOTH PRODUCTION COST PRICE TO KNOW THE SELLING PRICE OF THE PRODUCT IN TENUN IKAT SWASTIKA (TRADITIONAL WEAVERS)

By
Ni Putu Ayu Damayanti, NIM 1317051050
Akuntansi Program S1


Abstract
   This study was aimed at analyzing the calculation of production cost price in determining the selling price of the product of natural color silk endek cloth in Tenun Ikat Swastika (Traditional Weavers) Business. The firm still used a simple method of calculating the production cost. The production cost product according to the firm itself and conventional method (full costing) was compared. In calculating the production cost price there are three costs: raw material cost, manpower cost, and overhead cost.
   This study was conducted at Tenun Ikat Swastika business that is located in Br. Budamanis, Sidemen, Karangasem. This study focused on one production process each month, especially natural color silk endek cloth in determining its production cost. The data were analyzed by using qualitative data type with descriptive analysis method, and the data were collected through interview, observation and documentation.  
   The results showed that the calculation of production cost price of the production by using the firm method was Rp 282,667 while by using full costing was Rp 291,454. The profit made is more when full costing is used than when the firm method is used. If Tenun Ikat Swastika still uses the firm method, then it will suffer a loss Rp 8.787 for every sheet of the natural color silk endek cloth.

Keywords: production cost price, conventional method (full costing),loss sale price.







DAFTAR ISI
                                                                                                                    Halaman
PRAKATA..................................................................................................       i
ABSTAK.....................................................................................................       iv
DAFTAR ISI...............................................................................................       vi
DAFTAR TABEL........................................................................................      ix
DAFTAR GAMBAR....................................................................................      x
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................      xi

BAB I   PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
1.2  Rumusan Masalah Penelitian .............................................................. 8
1.3  Tujuan Penelitian.................................................................................. 8
1.4  Manfaat Penelitian............................................................................... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1     Harga Pokok Produksi ......................................................................... 10
2.1.1 Pengertian Harga Pokok Produksi............................................... 10
              2.1.2 Manfaat Informasi Harga Pokok Produksi.................................. 11
2.1.3 Perhitungan Harga Pokok Produksi............................................. 14
2.1.4 Metode Penentuan Harga Pokok Produksi.................................. 16
2.1.5 Unsur-unsur Harga Pokok Produksi............................................ 20
2.2  Sistem Biaya Konvensional ............................................................... 26
              2.2.1 Pengertian Sistem Biaya Konvensional ...................................... 26
              2.2.2 Keterbatasan Sistem Biaya Konvensional .................................. 30
              2.2.3 Kelebihan Sistem Biaya Konvensional ....................................... 31
              2.2.4 Kekuranan Sistem Biaya Konvensional ...................................... 32
2.2.5 Tanda-tanda Kelemahna Sistem Biaya Konvensional................. 33
2.2.6 Distrosi Sistem Biaya Konvensional............................................ 34
2.3   Activity Based Costing....................................................................... 35
2.3.1 Pengertian Sistem Activity Based Costing.......................... ......... 35
2.3.2 Konsep Dasar Sistem Activity Based Costing..................... ......... 37
2.3.4 Identifikasi Aktivitas Sistem Activity Based Costing.................. 41
2.3.5 Manfaat Sistem Activity Based Costing....................................... 43
2.3.6 Keterbatasan Sistem Activity Based Costing................................ 45
2.3.7 Kelebihan Sistem Activity Based Costing.................................... 46
2.3.8 Kekurangan Sistem Activity Based Costing................................. 47
2.3.9 Keuntungan Sistem Activity Based Costing................................. 48
2.3.10 Perbandingan Sistem Biaya Konvensional dan Sistem
Activity Based Costing............................................................... 50
2.4   Beban Penyusutan  ........................................................................... 52
2.4.1 Pengertian Beban Penyusutan  ................................................... 52
2.4.2 Faktor-faktor Beban Penyusutan  ............................................... 52
2.4.3 Metode Beban Penyusutan  ........................................................ 53
2.4.4 Sifat-sifat Beban Penyusutan  .................................................... 55
2.4.5 Faktor Menentukan Beban Penyusutan  ..................................... 56
2.5   Biaya ................................................................................................. 57
2.5.1 Pengertian Biaya  ........................................................................ 57
2.5.2 Klasifikasi Biaya ......................................................................... 58
2.5.3 Unsur-unsur Biya Produksi.......................................................... 61
2.6 Penetapan Harga ................................................................................. 64
2.6.1 Harga Jual.................................................................................... 64
2.6.2 Proses Penetapan Harga............................................................... 64
2.6.3 Tujuan Penetapan Harga.............................................................. 65
2.7 Penelitian Sejenis................................................................................. 68
2.8 Kerangka Berpikir............................................................................... 71

BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1     Rancangan Penelitian ........................................................................... 73
3.2     Lokasi Penelitian................................................................................... 73
3.3     Subjek dan Objek Penelitian ................................................................ 73
3.4     Menentukan Informan ......................................................................... 74
3.5     Jenis dan Sumber Data ........................................................................ 74
3.6     Metode Pengumpulan Data ................................................................. 74
3.7     Reduksi Data ....................................................................................... 77
3.8     Penyajian Data ..................................................................................... 78
3.9     Analisi Data dan Penarikan Kesimpulan.............................................. 79

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1     Hasil Penelitian .................................................................................... 83
4.1.1   Gambaran Umum Perusahaan .................................................... 83
4.1.2   Jenis Produk ............................................................................... 85
4.1.3   Kain Endek Sutra Warna Alam .................................................. 86
4.1.4   Penentuan Harga Pokok Produksi oleh Perusahaan ................... 89
4.2 Pembahasan Penelitian .......................................................................... 95
4.2.1 Strategi Usaha Tenun Ikat Swastika dalam Menentukan
Harga Pokok Produksi Kain Endek Sutra Warna Alam ............ 95
4.2.1.1 Perhitungan Harga Pokok Produksi
dengan Metode Konvensional (Full Costing) ................... 98
4.2.1.2 Perbandingan Hasil Perhitungan Harga Pokok
Produksi dengan Menggunakan Metode Perusahaan
 dan Metode Konvensional (Full Costing) ........................ 108
4.3 Perbandingan Antara Biaya Produksi dengan Harga Jual
Tenun Ikat Kain Endek Sutra Warna Alam.......................................... 111





BAB V PENUTUP
5.1         Simpulan............................................................................................... 114
5.2         Saran-saran............................................................................................ 115

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN







































DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Format Laporan Harga Pokok Produksi..........................................................       25
Tabel 2.7 Peneliti Sejenis.................................................................................................       69
Tabel 3.1 Pertanyaan Penelitian, Data Instrumen, Sumber Data, serta Analisis..............       80
Tabel 4.1 Pemakaian Biaya Bahan Baku Proses .............................................................       90
Tabel 4.2 Biaya Tenaga Kerja Langsung.........................................................................       92
Tabel 4.3 Biaya Penunjang Pabrik Proses Produksi ........................................................       93
Tabel 4.4 Perhitungan Harga Pokok Produksi Menurut Metode Perusahaan .................       94
Tabel 4.5 Daftar Aktiva Tetap Pabrik..............................................................................       103
Tabel 4.6 Beban Penyusutan Mesin Pabrik......................................................................       105
Tabel 4.7 Biaya Overhead Pabrik....................................................................................       107
Tabel 4.8 Perhitungan Harga Pokok Produksi.................................................................       107
Tabel 4.9 Perbandingan Hasil Perhitungan HPP Dengan Menggunakan Metode
Perusahaan dan Meotode Konvensional (full costing)....................................       110































\DAFTAR GAMBAR
Gambar
Gambar 2.1 Analisis Penentuan Harga Pokok Produksi..................................................          72











































DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN
Lampiran 1                  Surat Keterangan Penelitian
Lampiran 2                  Instrumen Penelitian
Lampiran 3                  Transkrip Wawancara
Lampiran 4                  Hasil Dokumentasi























BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Di era global seperti saat ini perusahaan diharuskan untuk meningkatkan efisiensi serta efektivitas proses produksinya agar dapat meningkatkan daya saingnya, persaingan di dunia global saat ini tidak hanya menuntut perusahaan untuk memproduksi barang sebanyak-banyaknya namun bagaimana produsen barang tersebut tepat dalam metode perhitungan harga produksinya. Apabila perhitungan harga pokok produksi kurang tepat dalam perhitungannya, maka yang akan terjadi adalah harga barang produksi terlalu mahal sehingga produk tidak diminati konsumen, sebaliknya apabila harga terlalu rendah memang akan menarik minat konsumen untuk membeli produk hasil produksi perusahaan namun hal ini menyebabkan hasil penjualan tidak dapat menutup biaya produksi apabila keadaan ini terus berlanjut maka dapat menyebabkan kebangkrutan perusahaan.
Penentuan harga pokok produksi dengan metodefull costing atau konvensional sebenarnya dapat digunakan sebagai metode yang akurat dalam menentukan harga pokok produksi namun perhitungan dengan metode konvensional hanya dapat digunakan untuk produksi satu jenis barang saja, karena hanya akan memfokuskan pada biaya yang timbul saja.  Oleh karena itu untuk perhitungan produk yang lebih dari satu jenis diperlukan perhitungan yanglebih akurat, apabila perhitungan harga pokok produksi tidak tepat hal ini akan berdampak ruginya perusahaan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukaan oleh Haryadi (2002:67) bahwa penentuan harga pokok produksi yang tidak tepat juga akan mempengaruhi keputusan pengambilan oleh manajemen. Sebenarnya untuk penentuan harga pokok produksi menurut Mulyadi (2003:40) dapat dilakukan dengan menggunakan metode full costing, variabel costing atau dengan sistem activity based costing, namun untuk metode full costing atau konvensional terjadi banyak sekali distorsi dalam penentuan harganya karena sistem pembebanan biaya tidak diperhitungkan secara detail. Sehingga diperlukan sistem perhitungan yang lebih akurat yaitu sistem activity based costing seperti yang dikemukakan oleh Slamet (2007:103) merupakan sistem pembebanan biaya dengan cara pertama kali menelusuri biaya aktivitas dan kemudian ke produk. Sehingga akan akurat apabila menjadikan sistem activity based costing untuk perhitungan harga pokok produksi untuk output lebih dari satu jenis.
Daya tarik Bali memang membuat wisatawan makin terpikat. Tidak hanya alamnya yang indah dan budayanya yang kuat, juga dari sisi produk kerajinannya yang menawan. Daya pikat kerajinan tangan Bali memang unik. Salah satunya adalah kerajinan kain endek sutra warna alam. Selama ini kain endek sutra warna alam Bali sudah ramai dipakai masyarakat. Penggunaannya tidak hanya pada kegiatan upacara adat, tetapi juga dimanfaatkan oleh pegawai negeri atau pun tenaga kerja swasta sebagai pakaian seragam. Produksi kain endek sutra warna alam Bali tersebar di setiap daerah, seperti di Kelungkung, Gianyar, Jembrana, dan Karangasem khususnya Desa Sidemen.
Tenun ikat adalah salah satu warisan budaya tinggi di Bali kebanggaan bangsa Indonesia dan mencerminkan jati diri bangsa. Oleh sebab itu, tenun baik dari segi teknik produksi, desain, dan produk yang dihasilkan harus dijaga dan dilestarikan keberadaannya serta digalakkan kembali penggunaannya. Tenun adalah warisan yang turun temurun yang senatiasa membawa perkembangan dengan nuansa yang begitu alami dan unik. Itulah kesan yang tersembunyi dibalik motif dan desain yang terpadu dalam warna alam yang membuat daya tarik dan memikat bagi mata yang melihatnya.
Di dalam dunia bisnis tekstil Indonesia khususnya di Bali sekarang ini, perusahaan mengalami persaingan yang sangat ketat. Salah satunya adalah usaha tenun yang saat ini peningkatannya sangat pesat. Usaha tenun sudah mulai diminati banyak kalangan di Indonesia khususnya di Bali Kecamatan Sidemen. Perusahaan tenun ikat di Kecamatan Sidemen salah satunya adalah perusahaan tenun ikat Swatika. Usaha tenun ikat Swastika merupakan perusahaan perseorangan yang bergerak di dunia industri tekstil, yang menggunakan peralatan alat tenun bukan mesin, alat yang di gunakan yaitu alat Glojeg. Glojeg merupakan alat tenun tradisional yang penggunaannya langka saat ini karena alat ini telah tergantikan oleh alat yang lebih canggih dan praktis yang sifatnya lebih modern. Pada zaman yang modern ini, usaha tenun ikat Swastika ini tetap membudayakan tradisi tenun ikat ini dengan alat-alat yang masih tradisional.
Tenun kain endek sutrawarna alam ini merupakan hasil karya masyarakat di Desa Sidemen yang sekaligus merupakan mata pencaharian masayarakat setempat. Perusahaan Swastika memproduksi tenun ikat kain endek sutra warna alam ini bertujuan untuk melestarikan hasil dari alam dan mempertahankan nilai budaya masyarakat setempat. Usaha ini berlokasi di Banjar Budamanis, Kecamatan Sidemen Kabupaten Karangasem. Perusahaan tenun ini sering diartikan sebagai perusahaan yang bergerak dalam Industri Rumah Tangga (IRT) karena proses pembuatan dan penenunan kain tenun ini dilakukan di rumah masing-masing tenaga kerja. Namun ada beberapa tenaga kerja yang membuat tenun kain endek sutra warna alam ini di gudang perusahaan tersebut. Sebagian besar tenaga kerja tenun kain endek sutra warna alam ini adalah para ibu rumah tangga disamping beberapa anak-anak yang baru memasuki usia remaja. Proses pewarnaan benang dan motif dilakukan di perusahaan itu sendiri yang di lakukan oleh tenaga kerja tertentu yang lebih mengerti atau ahli di bidang tersebut. Tenaga kerja perusahaan ini dibagi tugasnya sesuai dengan keahlian. Perusahaan ini menghitung upah tenaga kerja bukan dihitung dari jam kerjanya melainkan dengan hasil produk yang dihasilkan sehingga upah masing-masing tenaga kerja tidak sama.
Dari persaingan yang sulit itu, perusahaan harus menggunakan dan menerapkan strategi manajemen analisis keuangan yang baik dalam mewujudkan tujuan perusahaan dengan menentukan bagaimana produk yang dihasilkan dapat diserap oleh pasar, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Selain strategi yang baik, harga jual produk juga berpengaruh terhadap keberlangsungan perusahaan. Sebab harga jual yang tidak sesuai dengan tingkat ekonomi konsumen, maka produk yang diproduksi tidak akan berkembang.Semua aktivitas ditujukkan untuk menghasilkan produk dengan biaya yang memadai. Dengan demikian, fokus utama manajemen adalah pada pengelolaan aktivitas, yaitu merencanakan dan mengendalikan seluruh aktivitas perusahaan dalam menghasilkan produk dengan tingkat biaya semestinya. Dalam hal ini, perusahaan harus cermat menentukan harga pokok produksi guna menetapkan harga jual produk yang dihasilkan. (Mulyadi, 2009)
Banyak pengusaha-pengusaha kecil menengah tidak memahami bahkan mengetahui cara untuk menghitung harga pokok produksi untuk produk yang dihasilkan dan melakukan perhitungan dengan kaidah metode harga pokok produksi yang baku. Perhitungan biaya-biaya yang berpengaruh terhadap harga pokok produk tidak dicatat dan dihitung, seperti perhitungan biaya penyusutan mesin, gedung maupun peralatan pabrik tidak dihitung. Padahal biaya penyusutan tersebut penting untuk dihitung meskipun nilainya kecil, tetapi sedikit tidaknya dapat memengaruhi pendapatan yang didapatkan perusahaan. Perhitungan harga pokoknya pun kadang hanya dengan menambah dan biaya yang dikeluarkan bergantung pada harga pokok produksi di pasaran. Jika kesalahan perhitungan ini seterusnya diterapkan, maka akan berpengaruh pada pendapatan yang diterima oleh perusahaan.
Informasi biaya digunakan untuk menilai kinerja bagian yang ditinjau dari efektifitas dan efisiensi biaya bagian yang bersangkutan. Informasi biaya mempunyai tiga tujuan pokok dalam mengelola sumber ekonomi perusahaan yaitu menentukan harga pokok, pengendalian biaya dan pengambilan keputusan bagi manajemen perusahaan, umumnya kegiatan perusahaan dagang sesuai dengan permintaan para pelanggan atau konsumen. Harga pokok produksi adalah biaya yang melekat pada suatu aktiva yang belum dikonsumsi atau digunakan dalam upaya merealisasi pendapatan dalam suatu periode dan akan dikonsumsi dikemudian hari, sedangkan penentuan harga pokok produksi merupakan pembebanan unsur biaya produksi terhadap produk yang dihasilkan dari suatu proses produksi. Adapun tahapan dalam menentukan harga pokok produksi, yaitu: (1) Pengumpulan biaya, (2) Penggolongan biaya dan (3) Pengalokasian biaya. Dalam perhitungan ini, terkait dengan siklus akuntansi biaya di mulai dengan pencatatan harga pokok bahan baku, dan di masukkan dalam proses produksi, dilanjutkan dengan pencatatan biaya tenaga kerja langsung dan biaya Overhead pabrik yang dikonsumsi untuk produksi, serta berakhir dengan ditetapkannnya harga pokok produksi. (Hanggana, 2009)
Dalam menghitung harga pokok terdapat tiga unsur biaya yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik. Biaya produksi ini merupakan unsur biaya yang besar jumlahnya dibandingkan dengan jumlah biaya keseluruhan, dimana efisiensi produksi sangat erat kaitannya dengan biaya produksi. Selain itu, biaya produksi merupakan unsur biaya yang sangat penting dalam menentukan harga pokok produksi. Oleh karena itu perusahaan harus dapat mengendalikan biaya produksi agar laba yang diperoleh perusahaan menjadi besar, salah satu unsur dalam pengendalian biaya produksi yang sangat berguna dalam pengendalian biaya produksi yang sangat berguna untuk menciptakan efisiensi dan efektifitas produk adalah perhitungan jumlah biaya produksi. Perhitungan harga pokok produk yang tidak dilakukan dengan metode yang tepat akan menimbulkan permasalahan bagi perusahaan, yang dapat berakibat kerugian dan akan menghambat laju perkembangan perusahaan. Dalam menentukan harga pokok produksi terdapat metode harga pokok produksi yaitu metode harga pokok produksi berdasarkan pesanan, metode harga pokok berdasarkan proses, Metode Activity Based Costing (ABC), Metode Full Costing dan Metode Variable Costing. (Mulyadi, 2009)
Selain itu, untuk dapat unggul dalam persaingan, perusahaan harus mempunyai daya saing yang sangat tinggi dalam mengkarakteristik produk berkualitas. Dengan semakin baiknya kualitas maka akan semakin banyak diminati masyarakat atau konsumen. Biaya yang efektif akan berpengaruh terhadap semakin sedikit mengeluarkan biaya, tanpa mengurangi mutu produk itu sendiri sehingga harga bisa ditekan dan terjangkau oleh konsumen. Beda halnya ketika semakin berkembangnya suatu perusahaan yang diringi semakin kompleksnya aktivitas yang dijalankan akan menuntut adanya pelaksanaan yang efektif dan efisien. Hal ini dikarenakan atasan tidak lagi memonitor secara langsung aktivitas yang dijalankan oleh para bawahanya. Namun di lain pihak perusahaan harus mampu menghasilkan produk yang berkualitas baik dengan harga jual yang wajar, sehingga produk yang dihasilkan dapat bersaing di pasaran. Dalam keadaan ini perusahaan harus membuat perencanan yang matang agar sumber daya yang dimilikinya dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan perusahaan untuk mendapatkan laba, atau jika terjadi kerugian maka diusahakan agar kerugian dapat ditekan seminimal mungkin.
Untuk dapat melihat bagaimana cara usaha menentukan harga pokok produksi dan metode perhitungan yang diterapkan oleh usaha Tenun Ikat Swastika maka dalam kesempatan ini peneliti ingin mengangkat permasalahan ini sebagai bahan pembahasan dalam penelitian. Untuk itu dalam penelitian ini peneliti mengambil judul: ANALISIS PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI KAIN ENDEK SUTRA WARNA ALAM UNTUK MENGETAHUI HARGA JUAL PRODUK PADA USAHA TENUN IKAT SWASTIKA (TRADITIONAL WEAVERS).

1.2Rumusan Masalah Penelitian
Dari uraian latar belakang tersebut, maka peneliti dapat merumuskan permasalahan yang menjadi dasar awal dalam melakukan penelitian, yaitu:
1.2.1        Bagaimanakah strategi usaha Tenun Ikat Swastika dalam menentukan harga pokok produksi kain endek sutra warna alam?
1.2.2        Bagaimanakah perbandingan antara biaya produksi dengan harga jual tenun kain endek sutra warna alam pada usaha Tenun Ikat Swastika?

1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1.3.1        Untuk mengetahui bagaimana starategi usaha Tenun Ikat Swastika dalam menentukan harga pokok produksi kain tenun endek sutra warna alam pada usaha tenun ikat Swastika.
1.3.2        Untuk mengetahui bagaimanakah perbandingan antara biaya produksi dengan harga jual kain endek sutra warna alam pada usaha Tenun Ikat Swastika.



1.4 Manfaat Hasil Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka ada dua manfaat yang bisa didapat dari penelitian ini yaitu: 

1.4.1        Manfaat Teoritis.
Manfaat teoritis ini berkaitan dengan perhitungan harga pokok produk kain tenun endek sutra warna alam. Dengan mengetahui metode-metode perhitungan harga pokok produk yang telah digunakan, perusahaan dapat memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada kemudian dievaluasi dan pada akhirnya mampu meningkatkan volume penjualan pada tahun-tahun berikutnya.
1.4.2        Manfaat praktis.
Manfaat praktis dalam hasil penelitian ini sebagai masukan bagi pihak-pihak terkait, dan dapat mengetahui keadaan secara langsung usaha-usaha yang dilakukan perusahaan dalam menentukan harga produk sehingga dapat meningkatan volume penjualan dan mampu mengaplikasikan pengetahuan di bidang pemasaran guna meningkatkan perkembangan usaha tersebut untuk mencapai tujuan yang diinginkan menjadi lebih optimal.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1  Harga Pokok Produksi
2.1.1        Pengertian Harga Pokok Produksi
Harga pokok produksi merupakan elemen penting untuk menilai keberhasilan (performance) dari perusahaan dagang maupun manufaktur. Harga pokok produksi mempunyai kaitan erat dengan indikator-indikator tentang sukses perusahaan. Harga pokok produksi pada dasarnya menunjukkan harga pokok produk (barang dan jasa) yang diproduksi dalam suatu periode akuntansi tertentu. Hal ini berarti bahwa harga pokok produksi merupakan bagian dari harga pokok, yaitu harga pokok dari produk yang terjual dalam satu periode akuntansi.
Mulyadi (2010:14), mengungkapkan harga pokok produksi dalam pembuatan produk terdapat dua kelompok biaya yaitu biaya produksi dan biaya nonproduksi. Biaya produksi merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pengolahan bahan baku menjadi produk, sedangkan biaya nonproduksi merupakan biaya biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan nonproduksi, seperti kegiatan pemasaran dan kegiatan administrasi umum. Biaya produksi membentuk harga pokok produksi, yang digunakan untuk menghitung harga pokok produk yang pada akhir periode akuntansi masih dalam proses. Biaya nonproduksi ditambahkan pada harga pokok produksi untuk menghitung total harga pokok produk. 
Berdasarkan definisi para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa harga pokok produksi adalah semua biaya, baik langsung maupun tidak langsung yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang selama periode tertentu dimana biaya-biaya tersebut terdiri dari total biaya bahan langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik akan berhubungan langsung dengan proses produksi. Biaya produksi ini pada akhir periode akuntansi harus diperhitungkan ke dalam produk yang tidak selesai dan yang masih dalam proses produksi atau memerlukan penyelesaian kembali untuk menjadi produk jadi. Produk jadi merupakan kumpulan dari biaya produksi tersebut yang sudah siap untuk dijual sedangkan barang dalam proses adalah kumpulan biaya produksi yang masih memerlukan penambahan biaya lagi untuk diselesaikan menjadi barang jadi yang siap untuk dijual. Perhitungan harga pokok produksi.

2.1.2        Manfaat Informasi Harga Pokok Produksi
Untuk mengetahui laba atau rugi secara periodik suatu perusahaan dihitung dengan mengurangkan pendapatan yang diperoleh dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh nilai laba atau rugi tersebut. Oleh karena itu diperlukan informasi dari harga pokok produksi. Manfaat dari penentuan harga pokok produksi secara garis besar adalah sebagai berikut:
a.    Menentukan Harga Jual Produk
Perusahaan yang berproduksi memproses produk untuk memenuhi persediaan digudang, dengan demikian biaya produksi dihitung untuk jangka waktu tertentu untuk menghasilkan informasi biaya produksi per satuan produk. Penentuan harga jual produk, biaya produksi per unit merupakan salah satu data yang dipertimbangkan disamping data biaya lain serta data non biaya.
b.    Memantau Realisasi Biaya Produksi
Manajemen memerlukan informasi biaya produksi yang sesungguhnya dikeluarkan dibandingkan dengan rencana produksi yang telah ditetapkan, oleh sebab itu akuntansi biaya digunakan dalam jangka waktu tertentu untuk memantau apakah produksi mengkonsumsi total biaya produksi sesuai dengan yang diperhitungkan sebelumnya.
c.    Menghitung Laba Rugi Periodik
Guna mengetahui apakah kegiatan produksi dan pemasaran perusahaan dalam periode tertentu mampu menghasilkan laba bruto, manajemen memerlukan informasi biaya produksi yang telah dikeluarkan untuk memproduksi produk dalam periode tertentu.
d.   Menentukan Harga Pokok Persediaan Produk Jadi dan Produk Dalam Proses yang Disajikan dalam Neraca.
Saat manajemen dituntut untuk membuat pertanggungjawaban per periode, manajemen harus menyajikan laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi, yang menyajikan harga pokok persediaan produk jadi dan harga pokok yang pada tanggal neraca masih dalam proses, berdasarkan catatan biaya poduksi yang masih melekat pada produk jadi yang belum dijual pada tanggal neraca serta dapat diketahui biaya produksinya. Biaya yang melekat pada produk jadi pada tanggal neraca disajikan dalam harga pokok persediaan produk jadi. Biaya produksi yang melekat pada produk yang pada tanggal neraca masih dalam proses pengerjaan disajikan dalam neraca sebagai harga pokok persediaan produk dalam proses (Mulyadi, 2007).

2.1.3        Tujuan dan Fungsi Harga Pokok Produksi
        Kegiatan perusahaan manufaktur berbeda dengan perusahaan dagang, maka jenis pengorbanan untuk memperoleh pendapatan dikedua perusahaan tersebut juga berbeda. Perbedaan yang terlihat dalam kedua perusahaan tersebut terletak pada cara memperoleh barang yang akan dijual. Pada perusahaan dagang, barang yang akan dijual merupakan produk jadi yang diperoleh dari perusahaan lain dengan tanpa adanya pengolahan kembali atau memproses lebih lanjut. Sedangkan perusahaan manufaktur, barang yang akan dijual diperoleh dari hasil pengolahan atau pengubahan bahan baku kedalam bentuk produk jadi yang siap dijual melalui tenaga kerja dan pemakaian perlengkapan produksi.
        Dengan adanya proses pengubahan bahan baku menjadi produk jadi yang siap dijual, mangakibatkan timbulnya biaya pabrikasi (biaya produksi). Dengan demikian, maka pada perusahaan terdapat informasi mengenai harga pokok produksi. Tujuan dan fungsi perhitungan harga pokok produksi:
a.       Untuk menentukan harga jual, serta keuntungan dari harga jual pokok produksi yang dihasilkan.
b.      Untuk menetukan nilai persediaan akhir tahun atau periode yang dapat berupa produk jadi atau produk dalam proses dulu.
c.       Untuk menghitung besarnya laba kotor penjualan produk dengan cara mengurangkan harga pokok terhadap hasil penjualan dalam periode yang sama.
d.      Untuk membuat manajemen dalam proses pengambilan keputusan Fungsi produksi adalah sebagai salah satu fungsi perusahaan dimana dalam pelaksanaanya harus didukung oleh sistem akuntansi biaya yang memadai, agar pelaksanaan proses produksi dapat dikendalikan dalam pencapaian hasil kegiatan produksi dapat dilakukan secara efektif dan efisien.

2.1.4        Perhitungan Harga Pokok Produksi
Perhitungan harga pokok produksi adalah untuk mengetahui besarnya biaya produksi yang dikeluarkan dalam memproduksi suatu barang. Pada umumnya biaya produksi tersebut meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik.
Biaya bahan baku menurut (Kholomi dan Yuningsih 2009:26) menjelaskan bahwa biaya bahan baku merupakan bahan yang sebagian besar membentuk produk setengah jadi (barang jadi) atau menjadi bagian wujud dari suatu produk yang di telusuri ke produk tersebut. (Mulyadi 2009) biaya bahan baku merupakan bahan yang membentuk bagian menyeluruh produk jadi. Bahan baku yang di olah dalam perusahaan manufaktur dapat di peroleh dari pembelian lokal, impor, atau dari pengelolaan sendiri. Dalam memperoleh bahan baku perusahaan tidak hanya mengeluarkan sejumlah harga beli bahan baku saja, tetapi juga mengeluarkan biaya-biaya pembelian, pengundangan, atau biaya-baiya perolehan lainnya.
Baiya tenaga kerja menurut (Kholmi & Yuningsih 2009:32) biaya tenaga kerja langsung adalah kompensasi yang di bayarkan kepada tenaga kerja yang mengubah (konvensasi) bahan baku langsung menjadi produk setengan jadi (barang jadi) atau menjadikan jasa kepada para pelanggan.
Biaya overhead pabrik mneurut (Mulyadi 2009:67) adalah biaya yang mencangkup semua biaya selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung yang di kelompokkan menjadi beberapa golongan yaitu: 
a.    Biaya bahan penolong
b.    Biaya reparasi dan pemeliharaan
c.    Biaya tenaga kerja tidak langsung
d.   Baiya yang timbul sebagai akibat penilaian terhadap aktiva tetap
e.    Biaya yang timbul sebagai akibat berlalunya waktu
f.     Biaya overhead pabrik lainnya yang secara langsung memerlukan pengeluarkan tunai.
Menurut (Cecily A. Raiborn 2011:50) biaya overhead pabrik merupakan bagian factor atau biaya produksi yang tidak langsung untuk memperoduksi sebuah produk atau menyediakan sebuah jasa. Maka, biaya overhead tidak memasukkan bahan baku langsung atau tenaga kerja langsung. Dengan tenaga kerja langsung menjadi sebuah bagian yang semakin kecil lebih dari biaya produk, biaya overhead menjadi sebuah bagian yang lebih besar, dan biaya tersebut patut menerima perhatian yang lebih daripada perlakuannya di masa lalu.
2.1.5        Metode Penentuan Harga Pokok Produksi
        Prosedur pelaksanaan perhitungan harga pokok produk dengan metode konvensional. Sistem penentuan harga pokok produk dengan metode konvensional yang mendasar pada volume sangat bermanfaat jika tenaga kerja langsung dan bahan baku merupakan faktor yang dominan dalam produksi. Sistem penentuan harga pokok produk dengan metode konvensional mengasumsikan bahwa semua biaya diklasifikasikan sebagai biaya tetap atau variabel berkaitan dengan perubahan unit atau volume produk yang diproduksi. Maka unit produk atau pendorong lainnya sangat berhubungan dengan unit yang diproduksi seperti jam tenaga kerja langsung atau jam mesin adalah satu-satunya pendorong yang dianggap penting. Karena pendorong kegiatan berdasarkan unit bukan satu-satunya pendorong yang menjelaskan hubungan penyebab, maka banyak kegiatan pembebanan biaya produk harus diklasifikasikan sebagai alokasi, alokasi adalah pembebanan biaya berdasarkan asumsi hubungan atau kemudahan.
        Biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja disebut pula dengan istilah biaya utama (Prime Cost), sedangkan biaya tenaga kerja langsung dan biaya Overhead pabrik sering pula disebut dengan istilah biaya konversi (Conversion Cost), yang merupakan biaya untuk mengkonversi atau mengubah bahan baku menjadi produk jadi. Bahan langsung adalah semua bahan yang membentuk bagian integral dari barang jadi dan yang dapat dimasukkan langsung dalam kalkulasi biaya produk. Pertimbangan utama dalam mengelompokkan bahan kedalam bahan langsung adalah kemudahan penelusuran proses pengubahan bahan tersebut sampai menjadi barang jadi. Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang dikerahkan untuk mengubah bahan langsung menjadi bahan jadi.
        Biaya untuk ini meliputi gaji para tenaga kerja yang dapat dibebankan kepada produk tertentu. Overhead pabrik (Factory Overhead) adalah biaya bahan tidak langsung, pekerja tidak langsung dan semua biaya pabrikasi lainnya yang tidak dapat dibebankan langsung ke produk tertentu. Secara sederhana dapat dinyatakan bahwa Overhead pabrik mencakup semua biaya pabrikasi kecuali yang dicatat sebagai biaya langsung, yaitu bahan langsung dan pekerja langsung. Metode akumulasi biaya yang sering digunakan secara luas menurut Mulyadi (2007) terdiri dari:
2.1.5.1       Metode Harga Pokok Pesanan (Job Order Costing)
Merupakan sistem penentuan biaya produk yang mengakumulasikan dan membebankan biaya ke pesanan tertentu.pengolahan produk akan dimulai setelah datangnya pesanan dari langganan/ pembeli melalui dokumen pesanan penjualan (sales order), yang membuat jenis dan jumlah produk yang dipesan, spesifikasi pesanan, tanggal pesanan, tanggal pesanan diterima dan harus diserahkan. Atas dasar pesanan penjualan akan dibuat perintah produksi untuk melaksanakan kegiatan produksi sesuai dengan yang dipesan oleh pembeli. Harga pokok pesanan dikumpulkan untuk setiap pesanan sesuaidengan biaya yang dinikmati oleh setiap pesanan, jumlah biaya produksi setiap pesanan akan dihitung pada saat pesanan selesai.
Untuk menghitung biaya satuan, jumlah biaya produksi pesanan tertentu dibagi jumlah produksi pesanan yang bersangkutan. Karakteristik usaha perusahaan yang menggunakan sistem penentuan biaya berdasarkan pesanan menurut Mulyadi (1999:42) yaitu : 1) proses pengolahan produk terjadi secara terputus- putus, 2) produk dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan oleh pemesan, 3) produksi ditujukan untuk memenuhi pesanan. Manfaat harga pokok produksi berdasarkan pesanan adalah : 1) menentukan harga jual yang akan dibebankan kepada pemesan, 2) mempertimbangkan penerimaan atau penolakan pesanan, 3) memantau realisasi biaya produksi, 4) menghitung laba atau rugi tiap pesanan, 5) menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses.
Perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan mempunyai pengaruh terhadap pengumpulan biaya produksinya. Metode pengumpulan biaya produksi dengan metode harga pokok pesanan yang digunakan dalam perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan memiliki karakteristik sebagai berikut:
a.Perusahaan memproduksi berbagai macam produk sesuai dengan spesifikasi.
b.      Pemesan dan setiap jenis produk perlu dihitung harga pokok produksinya secara individual.
c.       Biaya produksi harus digolongkan berdasarkan hubungannya dengan produk.
d.      Menjadi dua kelompok yaitu biaya produksi langsung (biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung) dan biaya produksi tidak langsung (biaya Overhead pabrik).
e.       Biaya produksi langsung diperhitungkan sebagai harga pokok produksi pesanan tertentu berdasarkan biaya yang sesungguhnya terjadi, sedangkan biaya Overheadpabrik diperhitungkan ke dalam harga pokok pesanan berdasarkan tarif yang ditentukan dimuka.
f.       Harga pokok produk per-unit dihitung pada saat pesanan selesai diproduksi.
g.      Dengan cara membagi jumlah biaya produksi yang dikeluarkan untuk pesanan tersebut dengan jumlah unit produk yang dihasilkan dalam pesanan yang bersangkutan.

2.1.5.2       Metode Harga Pokok Proses (Process Costing)
Mengakumulasikan biaya produk atau jasa berdasarkan proses atau departemen dan kemudian membebankan biaya tersebut ke sejumlah besar produk yang hampir identik. Karakteristik usaha perusahaan yang menggunakan sistem penentuan biaya berdasarkan proses yaitu:
a.    Produk yang dihasilkan merupakan produk standar.
b.    Produk yang dihasilkan dari bulan ke bulan adalah sama.
c.    Kegiatan produksi dimulai dengan diterbitkannya perintah produksi yang berisi rencana produksi produk standar untuk jangka waktu tertentu.
Manfaat harga pokok produksi berdasarkan proses adalah:
a.    Menentukan harga jual produk
b.    Memantau realisasi biayaproduksi
c.    menghitung laba atau rugi periodic
d.   menentukan harga pokok
e.    persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang disajikan dalam neraca.

2.1.6        Unsur –unsur Harga Pokok Produksi
Dalam memproduksi suatu produk, akan diperlukan beberapa biaya untuk mengolah bahan mentah menjadi produk jadi. Biaya produksi dapat digolongkan kedalam biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik.
2.1.6.1  Biaya Bahan Baku
Bahan baku menurut (Garrison, 2006) adalah bahan baku yang menjadi integral dari produk jadi perusahaan dan dapat ditelusuri dengan mudah. Bahan baku adalah bahan yang menjadi bagian tak terpisahkan dari produk jadi, dan dapat ditelusuri secara fisik dan mudah ke produk tersebut. Dalam hal ini, perusahaan menghitung bahan baku sudah tepat, dimana perusahaan menghitung biaya bahan baku dengan cara mengalikan bahan baku yang di pakai dengan harga beli produk.
Bahan baku menurut Slamet (2007: 65) diartikan sebagai bahan yang menjadi komponen utama yang membentuk suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dari produk jadi.
Dari beberapa pengertian diatas tentang biayabahan baku, maka dapat disimpulkan bahwa biaya bahan baku adalah biaya yang secara langsung berhubungan dengan penggunaan bahan baku. Bahan baku meliputi bahan-bahan yang dipergunakan untuk memperlancar proses produksi atau disebut bahan baku penolong dan bahan baku pembantu. Bahan baku dibedakan menjadi bahan baku langsung dan bahan baku tidak langsung. Bahan baku langsung disebut dengan biaya bahan baku, sedangkan bahan baku tidak langsung disebut biaya overhead pabrik.

2.1.6.2  Biaya Tenaga Kerja 
Biaya tenaga kerja langsung merupakan biaya yang dapat ditelusuri dengan mudah ke produk jadi. Tenaga kerja langsung biasanya disebut juga dengan tenaga kerja manual (touch labor) karena tenaga kerja langsung melakukan kerja tangan atas produk pada saat produksi (Garrison, 2006). Perhitungan biaya tenaga kerja langsung di perusahaan tenun ikat Swastika sudah tepat. Perusahaan menghitung dengan cara mengalikan upah per kon benang yang dihasilkan tenaga kerja dengan jumlah per kon benang yang dihasilkan. Biaya tenaga kerja menurut Mulyadi (2000: 343) adalah harga yang dibebankan untuk penggunaan tenaga kerja manusia. Sehingga biaya tenaga kerja adalah biaya yang timbul akibat penggunaan tenaga kerja manusia untuk pengolahan produk.
Biaya tenaga kerja dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu biaya tenaga kerja langsung dan biaya tenaga kerja tidak langsung. Biaya tenaga kerja langsung adalah biaya tenaga kerja yang terlibat langsung dalam proses produksi. Sedangkan biaya tenaga kerja tidak langsung adalah biaya yang tidak terlibat langsung dengan proses produksi, biaya tenaga kerja tidak langsung ini termasuk dalam biaya overhead.


2.1.6.3  Biaya Overhead Pabrik
Biaya overhead pabrik adalah semua biaya produksi selain dari bahan langsung dan tenaga kerja langsung dikelompokkan ke dalam satu kategori yang disebut ongkos overhead, Menurut Hansen, Mowen (2004: 51). Biaya overhead pabrik digolongkan menjadi tiga jenis biaya, yaitu bahan penolong, tenaga kerja tidak langsung dan biaya lain-lain. Biaya bahan penolong adalah bahan baku yang dibutuhkan untuk proses produksi namun bukan bagian integral dari produk jadi. Biaya tenaga kerja tidak langsung adalah biaya personalia yang tidak bekerja secara langsung atas produk, namun jasanya diperlukan untuk proses pabrikasi. Sedangkan biaya lain-lain adalah biaya pabrikasi yang bukan bahan baku dan tenaga kerja Menurut Simamora (1999: 38). Overhead pabrik juga disebut beban pabrik atau biaya produk tidak langsung. Menurut Mulyadi (2001) harga pokok produksi dapat dihitung dengan tiga pendekatan, yaitu dengan menggunakan full costing, variable costing dan activity based costing.
a.    Full costing
Merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi kedalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik, baik yang berperilaku tetap maupun variabel. Harga pokok produk yang dihitung dengan pendekatan full costing terdiri dari unsur harga pokok produksi (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biayaoverhead pabrik variabel, dan biaya overhead pabrik tetap) ditambah dengan biaya non-produksi (biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum).
Dalam metode full costing, overhead pabrik, baik yang berperilaku tetap maupun variabel, dibebankan kepada produk yang diproduksi atas dasar tarif yang telah ditentukan pada kapasitas normal atau atas dasar overhead pabrik sesungguhnya. Oleh karena itu, overhead pabrik tetap akan melekat pada harga pokok persediaan produk dalam proses dan persediaan produk jadi yang belum laku dijual dan baru dianggap sebagai biaya (unsur harga pokok penjualan) apabila produk jadi tersebut telah terjual.
Proses perhitungan harga pokok produk dengan menggunakan metode Konvensional (Full Costing) terdiri dari unsur biaya produksi sebagai berikut:
Jenis Biaya
Total Biaya (Rp)
Bahan Baku
XXX
Tenaga Kerja Langsung
XXX
BiayaOverhead Pabrik
XXX
Total Biaya Produksi
XXX
Jumlah Produk Yang Dihasilkan
XXX
Harga pokok  Produksi  Per produk
XXX
Sumber: Mulyadi 2009
b.    Variable costing 
Merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variabel pabrik tetap kedalam harga pokok produksi, yang terdiri biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variabel. Harga pokok produk yang dihitung dengan pendekatan variabel costing terdiri dari unsur harga pokok produksi variabel (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variabel) ditambah dengan biaya non-produksi variabel (biaya pemasaran variabel, biaya administrasi dan umum variabel) dan biaya tetap (biaya overhead pabrik tetap, biaya pemasaran tetap, biaya administrasi dan umum tetap).
Dalam metode variabel, overhead pabrik tetap diperlakukan sebagai period costs dan bukan sebagai unsur harga pokok produk, sehingga overhead pabrik tetap dibebankan sebagai biaya dalam periode terjadinya. Dengan demikian overhead pabrik tetap didalam metode variable costing tidak melekat pada persediaan produk yang belum laku dijual, tetapi langsung dianggap sebagai biaya dalam periode terjadinya. Dengan demikian harga pokok produksi menurut metode variabel costing terdiri dari unsur biaya produksi berikut ini:
Persediaan Awal                                                                                 xxx
Biaya bahan baku                                                        xxx
Biaya tenaga kerja variabel                                         xxx
Biaya Overhead pabrik variabel                                  xxx
Total Biaya Produksi                                                                          xxx
                                                                                                             xxx
Persediaan akhir                                                                                  (xxx)
Harga pokok produk                                                                             xxx
Sumber: Mulyadi, 2009


c.    Activity based costing
Activity based costing pada dasarnya merupakan metode penentuan harga pokok produk yang ditujukan untuk menyajikan informasi cost produk secara cermat bagi kepentingan manajemen, dengan mengukur secara cermat konsumsi sumber daya dalam setiap aktivitas yang digunakan untuk menghasilkan produk.
Tabel 2.1
Format Laporan Harga Pokok Produksi




PEMBELIAN DAN BIAYA



i
BAHAN BAKU





Persediaan Awal
 Rp.    xxx.xxx




Pembelian Bahan Baku
 Rp.    xxx.xxx




Return Pembelian
 Rp.    xxx.xxx
 +



Total Bahan Baku
 Rp.    xxx.xxx




Persediaan Akhir
 Rp.    xxx.xxx
 –



Bahan Baku terpakai

 Rp.    xxx.xxx








ii
BAHAN PEMBANTU





Persediaan Awal
 Rp.    xxx.xxx




Pembelian Bahan Pembantu
 Rp.    xxx.xxx
 +



Total Bahan Pembantu
 Rp.    xxx.xxx




Persediaan Bahan Baku Akhir
 Rp.    xxx.xxx
 –



Bahan Baku Terpakai

 Rp.    xxx.xxx








iii
TENAGA KERJA





Gaji Karyawan
 Rp.    xxx.xxx




Tunjangan
 Rp.    xxx.xxx




Bonus
 Rp.    xxx.xxx
 +



Total Biaya Tenaga Kerja

 Rp.    xxx.xxx








iv
BIAYA PRODUKSI PABRIK





Biaya ………..
 Rp.    xxx.xxx




Biaya ………..
 Rp.    xxx.xxx




Biaya ………..
 Rp.    xxx.xxx




Biaya ………..
 Rp.    xxx.xxx




Total Biaya Produksi

 Rp.    xxx.xxx

JUMLAH BIAYA PRODUKSI ( I + ii + iii + iv )
 Rp.    xxx.xxx








v
BARANG DALAM PROSES





Barang Dalam Proses Awal
 Rp.    xxx.xxx




Jumlah Biaya Produksi
 Rp.    xxx.xxx
 +





 Rp.    xxx.xxx




Barang Dalam Proses Akhir
 Rp.    xxx.xxx
 –



Barang Jadi Setelah Proses


 Rp.    xxx.xxx








vi
BARANG JADI





Persediaan Barang Jadi Awal
 Rp.    xxx.xxx




Barang Jadi Setelah Proses
 Rp.    xxx.xxx
 +



Total Persediaan Barang Jadi
 Rp.    xxx.xxx




Persediaan Barang Jadi Akhir
 Rp.    xxx.xxx
 –

Harga Pokok Produksi (HPP)

 Rp.    xxx.xxx
Sumber, Mulyadi, 2009


2.2 Sistem Biaya Konvensional
2.2.1   Pengertian Sistem Biaya Konvensional
Volume berbasis (tradisional atau konvensional, seperti yang sering dilambangkan dalam buku  sistem biaya, bagaimanapun, adalah satu tahap biaya sistem tanpa proses ataupun perspektif, dan karenanya biaya yang dialokasikan langsung ke obyek biaya, biasanya menggunakan basis alokasi volume terkait sangat seperti jam tenaga kerja langsung dan jam mesin menurut emblemsvag. Penentuan harga pokok produksi konvensional adalah full costing dan variable costing. Sistem biaya full costing juga biasa disebut dengan sistem biaya konvensional. Sistem biaya full costing mengasumsikan bahwa semua biaya dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu biaya tetap dan biaya variabel dengan memperhatikan perubahan- perubahan dalam unit atau volume produksi. Jika unit produk atau penyebab lain yang sangat berkaitan dengan unit yang diproduksi, seperti jam kerja langsung atau jam mesin dianggap sebagai cost driver yang penting. Cost driver berdasarkan unit atau volume ini digunakan untuk menetapkan biaya produksi kepada produk.
Pada sistem biaya full costing, pembebanan biaya bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung pada produk tidak memiliki tantangan khusus. Biaya biaya ditekankan pada produk dengan menggunakan penelusuran langsung, atau penelusuran pendorong yang sangat akurat, dan sebagian besar sistem konvensional atau full costing didesain untuk memastikan bahwa penelusuran ini dilakukan. Disisi lain biaya overhead pabrik memiliki masalah lain, yaitu hubungan input output yang secara fisik dapat diamati pada bahan langsung, dan biaya tenaga kerja langsung tidak tersedia pada biaya overhead pabrik. Pada dasarnya pendorong kegiatan berdasarkan unit membebankan biaya overhead pabrik pada produk, melalui penggunaan tarif pabrik atau tarif departemen.
Untuk tarif pabrik, tahap awal yang harus dilakukan adalah mengakumulasikan atau menjumlahkan semua biaya overhead pabrik yang diidentifikasikan pada jurnal umum, dan membebankan pada semua kelompok pabrik yang besar. Setelah biaya diakumulasikan, biaya pada pabrik dapat dihitung tarif pabrik dengan menggunakan pendorong tunggal, yang umumnya adalah jam tenaga kerja langsung. Produk diasumsikan mengkonsumsi sumber daya overhead pabrik sebanding dengan penggunaan jam tenaga kerja langsung, karena itu pada tahap kedua, biaya overhead dibebankan pada produk dengan mengalikan tarif dengan jam tenaga kerja langsung sesungguhnya yang digunakan oleh tiap produk. Untuk tarif departemen, biaya overhead pabrik dibebankan pada masing- masing departemen produksi, menciptakan kelompok biaya overhead departemen. Pada tahap pertama, departemen dijadikan objek biaya, dan biaya overhead pabrik dibebankan dengan menggunakan penelusuran langsung, penelusuran pendorong dan alokasi. Biaya dibebankan masing- masing departemen produksi, kemudian pendorong berdasarkan kegiatan seperti jam tenaga kerja langsung dan jam mesin digunakan untuk menghitung tarif departemen.
Produk yang melalui departemen tersebut, diasumsikan mengkonsumsi biaya overhead sebanding dengan pendorong departemen berdasarkan unit (jam mesin atau tenaga kerja yang digunakan),karenanya pada tahap kedua, overhead pabrik dibebankan pada produk dengan mengalikan tarif departemen dengan jumlah pendorong yang digunakan pada masing- masing departemen. Seluruh overhead yang dibebankan pada produk hanya merupakan penjumlahan dari jumlah yang diterima masing- masing departemen. Sistem ini dianggap lebih akurat untuk menentukan harga pokok produksi. Padahal metode ini juga masih tidak mempertimbangkan biaya yang berubah karena aktivitas atau proses yang berbeda dalam suatu departemen.
Sistem biaya konvensional menurut Emblemsvag (2003: 104) memiliki beberapa ciri sebagai berikut :
1.    Untuk tujuan biaya produk, perusahaan dipisahkan menjadi bidang fungsional kegiatan, yaitu, manufaktur, pemasaran, pembiayaan, dan administrasi.
2.    Pembuatan biaya bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan manufaktur biaya overhead persediaan, yaitu dicatat dalam penilaian persediaan.
3.    Biaya tenaga kerja langsung, bahan langsung dan dianggap dilacak (atau) dibebankan langsung ke produk.
4.    Biaya overhead pabrik dan layanan manufaktur departemen diperlakukan sebagai biaya tidak langsung produk tetapi dibebankan ke produk dengan menggunakan tarif biaya overhead telah ditentukan.
5.    Ketika produk tunggal, rencana jangka panjang, tingkat biaya overhead yang telah ditentukan digunakan, overhead dibebankan tanpa pandang bulu untuk semua produk tanpa memperhatikan mungkin berbeda disebabkan oleh perbedaan dalam sumber daya yang dimanfaatkan dalam pembuatan satu produk versus lain.
6.    Biaya fungsional pemasaran, pembiayaan, dan administrasi yang akurat dirumuskan di kolam biaya dan diperlakukan sebagai biaya pada periode di mana mereka terjadinya. Biaya tersebut tidak diperlakukan sebagai biaya produk.
Sistem biaya kovensional mengasumsikan bahwa semua biaya dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu biaya tetap dan biaya variabel dengan memperhatikan perubahan-perubahan dalam unit atau volume produksi. Jika hanya unit produksi atau penyebab lain yang sangat berkaitan dengan unit yang diproduksi, seperti jam kerja atau jam mesin dianggap sebagai cost driver yang penting. Cost driver berdasarkan unit atau volume ini digunakan untuk menetapkan biaya produksi kepada produk.
Pada sistem biaya konvensional, pembebanan biaya bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung pada produk tidak memiliki tantangan khusus. Biaya-biaya ditekankan pada produk dengan menggunakan penelusuran langsung, atau penelusuran pendorong yang sangat akurat, dan sebagian besar sistem konvensional didesain untuk memastikan bahwa penelusuran ini dilakukan. Disisi lain biaya overhead pabrik memiliki masalah lain, yaitu hubungan masukan keluaran yang secara fisik dapat diamati pada bahan langsung, dan biaya tenaga kerja langsung tidak tersedia pada biaya overhead pabrik.

2.2.2Keterbatasan sistem biaya konvensional
Sistem penentuan harga pokok produksi dengan sistem tradisional, yang mendasarkan pada volume menurut Blocher dkk (2007: 220), jika :
1.    Tenaga kerja langsung dan bahan merupakan faktor yang dominan dalam produksi,
2.    Teknologi stabil,
3.    Adanya keterbatasan produk.
Dalam beberapa situasi biaya produk yang diperoleh dengan cara tarif konvensional akan menimbulkan distorsi, karena produk tidak mengkonsumsi sebagian besar sumber daya pendukung dalam proporsi yang sesuai dengan volume produksi yang dihasilkan.
Tarif pabrik dan departemen telah digunakan selama bertahuntahun dan terus digunakan dengan sukses oleh banyak perusahaan. Pada beberapa situasi tertentu, tarif tersebut menimbulkan distorsi yang dapat membuat kebingungan perusahaan yang berproduksi dalam lingkungan produksi canggih menurut Achmad Slamet (2007: 103).
Keterbatasan utama dari sistem penentuan harga pokok full costing adalah penggunaan tarif tunggal atau tarif departemen yang mendasarkan pada volume. Blocher dan Chen lin (2001:118) mengemukakan tarif ini menghasilkan biaya produk yang tidak akurat, jika sebagian besar biaya overhead pabrik tidak berhubungan dengan volume, dan jika perusahaan menghasilkan komposisi produk yang bermacam- macam dengan volume, ukuran dan kompleksitas yang berbeda- beda.
Tarif pabrik departemen telah digunakan selama berpuluh-puluh tahun dan terus digunakan dengan sukses oleh banyak perusahaan. Namun, pada beberapa situasi, tarif tersebut tidak banyak bekerja dengan baik dan mungkin menimbulkan biaya produk yang sangat terdistorsi. Untuk perusahaan yang beroperasi pada lingkungan pemanufakturan tingkat tinggi, distorsi biaya produk sangat berbahaya.

2.2.3 Kelebihan Sistem Biaya Konvensional
Kelebihan biaya konvensional menurut Cooper &Kaplan (1991) dalam Andjarwani adalah:
a.    Mudah diterapkan
b.    Sistem biaya konvensional tidak memakai banyak cost driver dalam mengalokasikan biaya overhead sehingga hal ini memudahkan bagi manajer untuk melakukan perhitungan.
c.    Mudah di audit. Karena jumlah cost driver yang digunakan sedikit, maka biaya overhead dialokasikan berdasar volume based measure sehingga akan lebih memudahkan auditor dalam melakukan proses audit.

2.2.4 Kekurangan sistem biaya konvensional
Kekurangan dalam perhitungan harga pokok produksi menurut Sulistianingsih (1999:20) mengemukakan bahwa terdapat dua kelemahan sistem penetapan biaya produk secara full costing (konvensional) yaitu:
1.      Sistem penetapan biaya produk yang konvensional memang tidak dirancang khusus untuk penetapan biaya produk yang akurat, karena tujuan utamanya dimaksudkan untuk menetapkan biaya persediaan.
2.      Belum pernah dimodifikasi, walaupun proses produksi telah berubah. Untuk memutuskan apakah sistem biaya suatu perusahaan telah merefleksikan biaya poduk yang optimal, diperlukan analisis detail terhadap sistem biaya tersebut agar biaya yang dikeluarkan untuk analisis terhadap sistem biaya dapat efisien.
Sedangkan menurut Blocher dkk (2007: 220) mengemukakan kelemahan dari sistem biaya overhead berdasarkan volume meningkat ketika keragaman produk secara keseluruhan, karena biaya ini:
1.      Dirancang untuk menentukan biaya produk secara keseluruhan, bukan berdasarkan karakteristik-karakteristik unik produksi dalam operasi yang berbeda.
2.      Menggunakan penggerak biaya yang berlaku diseluruh bagian perusahaan atau per departemen dan mengabaikan perbedaan dalam aktivitas untuk produk atau proses produksi yang berbeda dalam pabrik atau departemen.
3.      Menggunakan volume aktivitas untuk seluruh operasi seperti jam atau satuan mata uang tenaga kerja langsung sebagai dasar untuk mendistribusikan biaya overhead ke seluruh produk sementara aktivitas tertentu adalah bagian kecil dari aktivitas produk keseluruhan.
4.      Kurang menekankan analisis produk jangka panjang.

2.2.5 Tanda-tanda kelemahan sistem biaya konvensional
Tanda-tanda kelemahan sistem biaya konvensional menurut Sulistianingsih (1999:21) mengemukakan kelemahan dari sistem full costing (konvensional) disebabkan oleh kelemahan dari rancangan tersebut, diantaranya adalah:
1.      Harga jam atau biaya tenaga kerja langsung yang digunakan untuk mengalokasikan overhead dari biaya ke produk.
2.      Hanya basis alokasi yang berkaitan dengan volume, seperti jam kerja, jam mesin dan rupiah bahan yang digunakan untuk mengalikan overhead dari pusat biaya ke produk. Distorsi terutama timbul, apabila jumlah biaya pusat tidak berkaitan dengan volume relatif besar.
3.      Pusat biaya terlalu besar dan terdiri dari mesin- mesin dengan struktur biaya overhead yang sangat berbeda satu sama lain, mesin dan otomatik mungkin memikul biaya overhead yang lebih kecil bila dibandingkan dengan mesin manual.
4.      Biaya pemasaran dan penyerahan produk sangat bervariasi untuk masing- masing saluran distribusi, sedangkan sistem biaya konvensional atau full costing mengabaikan biaya pemasaran.

2.2.6 Distorsi sistem biaya konvensional
Distorsi sistem biaya konvensional menurut Sulistianingsih (1999:19) mengemukakan pembebanan tidak langsung dapat menghemat biaya, tetapi dengan konsekuensi distorsi yang material apabila biaya- biayanya tidak dapat didistribusikan secara akurat ke pusat biaya atau produk.
Terdapat 5 faktor sumber distorsi dalam sistem full costing yaitu :
1.      Beberapa biaya dialokasikan ke produk, padahal sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan produk yang dihasilkan. Distorsi ini timbul khususnya menyangkut perlakuan terhadap revenue verse capital expenditure contro versy.
2.      Biaya yang sebenarnya mempunyai hubungan dengan produk yang dihasilkan atau dengan pelayanan pada pelanggan diabaikan. Distorsi ini ditimbulkan karena dalam akuntansi keuangan, yang termasuk biaya produk hanya menyangkut manufacturing cost, dan sebagai akibat dari unrecorded opportunity cost.
3.      Penetapan biaya produk terbatas pada suatu sub himpunan output perusahaan, sementara itu perusahaan menghasilkan multi produk maka alokasi ini menimbulkan distorsi yang sangat material.
4.      Pembebanan biaya secara tidak cermat ke produk, dapat menimbulkan dua bentuk distorsi yaitu distorsi harga dan distorsi kuantitas.
5.      Usaha yang mengalokasikan biaya bersama dan biaya bergabung ke produk yang dihasilkan

2.3 Activity Based Costing
2.3.1  Pengertian Sistem Activity Based Costing
Activity Based Costing  merupakan suatu alternatif sistem yang dapat digunakan dalam upaya mendapatkan harga pokok yang akurat melalui pembebanan biaya overhead pabrik yang lebih teliti.  ABC adalah pendekatan yang relatif baru untuk BOP. Namun, karena kemampuannya untuk memberikan analisis yang lebih rinci dan relevan biaya untuk keputusan   internal keputusan, itu akan mendapatkan pengakuan sebagai biaya sistem tugas yang unggul secara tradisional digunakan untuk pelaporan keuangan. Sebaliknya, setiap sistem ABC perlu dirancang agar sesuai dengan kebutuhan dan keadaan organisasi tertentu, yang membuat pelaksanaan menggunakan sistem ABC mahal dan waktu. Akibatnya, beberapa perusahaan memutuskan untuk hanya mengembangkan data ABC untuk proses bahwa manajemen dianggap penting untuk keberhasilan, Menurut Morse et al (2003., p. 191).
Sistem Activity Based Costing  memberikan sistem pembebanan biaya dengan fokus pada aktivitas yang berlangsung dalam pembuatan produk pada suatu proses pengolahan sebagai ganti dari pembebanan biaya overhead yang berbasis unit produk seperti pada akuntansi tradisional menurut Bambang Kusdiasmo (2003,45-55) dalam Andjarwani. Menurut Garrison dan Noreen (2000: 342) ) dalam Andjarwani,  Activity Based Costing adalah metode costing yang dirancang untuk menyediakan informasi biaya bagi manajer untuk keputusan strategik dan keputusan lainnya yang mungkin akan mempengaruhi kapasitas dan juga biaya tetap. ABC juga digunakan sebagai elemen Activity Based Management, yaitu pendekatan manajemen yang fokus pada aktivitas. Perhitungan biaya berdasarkan aktivitas (activity based costing) menurut Blocher et.al (2007:222) adalah pendekatan perhitungan biaya yang membebankan biaya sumber daya ke objek biaya seperti produk, jasa, atau pelanggan berdasarkan aktivitas yang dilakukan untuk objek biaya tersebut. Dasar pemikiran pendekatan perhitungan biaya ini adalah bahwa produk atau jasa perusahaan merupakan hasil dari aktivitas dan aktivitas tersebut menggunakan sumber daya yang menyebabkan timbulnya biaya. Sistem perhitungan biaya berdasarkan aktivitas (activity based costing) merupakan sistem pembebanan biaya dengan cara pertama kali menelusuri biaya aktivitas kemudian ke produk menurut Slamet (2007:103), Sedangkan menurut Mulyadi (2003:25) activity based costing system merupakan sistem informasi biaya yang menyediakan informasi lengkap tentang aktivitas untuk memungkinkan personil perusahaan melakukan pengelolaan terhadap aktivitas.
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa activity based costing adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan harga pokok produksi dan terfokus pada aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk menghasilkan produk atau jasa dengan tujuan menyajikan informasi mengenai harga pokok produksi yang akurat, yang nantinya akan digunakan oleh manajer dalam mengambil keputusan.


2.3.2        Konsep Dasar Sistem Activity Based Costing
Sistem ABC dapat memberikan informasi mengenai aktivitas-aktivitas dan biayanya. Mengetahui aktivitas-aktivitas apa saja yang dilakukan dan biayabiayanya memungkinkan manajer memusatkan perhatiannya pada aktivitasaktivitas yang dapat membuat peluang terhadap penghematan biaya.
Ada dua keyakinan dasar yang melandasi sistem activity based costing menurut Mulyadi (2007: 803) yaitu:
1.      Cost in caused
Biaya ada penyebabnya dan penyebab biaya adalah aktivitas. Sistem activity based costing berangkat dari keyakinan dasar bahwa sumber daya menyediakan kemampuan untuk melaksanakan aktivitas, bukan sekedar menyebabkan timbulnya biaya yang harus dialokasikan.
2. The causes of cost can be managed
Penyebab terjadinya biaya yaitu aktivitas dapat dikelola. Melalui pengelolaan terhadap aktivitas yang menjadi penyebab terjadinya biaya, personel perusahaan dapat mempengaruhi biaya. Pengelolaan terhadap aktivitas memerlukan berbagai informasi tentang aktivitas.
Pada konsep ini dasar activity based costing tersebut, biaya yang merupakan konsumsi sumber daya (seperti: bahan, energi, tenaga kerja, dan modal) dihubungkan dengan aktivitas yang mengkonsumsi sumber daya tersebut. Dengan demikian melalui pengelolaan aktivitas dengan baik untuk menghasilkan produk, manajemen akan mampu menghasilkan keunggulan kompetitif dalam jangka panjang.

2.3.3        Kondisi Penyebab Perlunya Sistem Activity Based Costing
Sistem biaya full costing tidak lagi secara akurat membebankan biaya overhead ke masing- masing produksi. Kondisi- kondisi berikut ini merupakan penyebab utama ketidakmampuan sistem biaya full costing untuk membebankan biaya overhead secara tepat. Kondisi tersebut juga merupakan penyebab perlunya sistem activity based costing digunakan. Kondisi- kondisi yang mendasari penerapan sistem activity based costing menurut Supriyono (2007:281):
1.      Perusahaan menghasilkan beberapa jenis produk Perusahaan yang hanya menghasilkan satu jenis produk tidak memerlukan sistem activity based costing karena tidak timbul masalah keakuratan pembebanan biaya. Jika perusahaan menghasilkan beberapa jenis produk dengan menggunakan fasilitas yang sama (common products) maka biaya overhead pabrik merupakan biaya bersama untuk seluruh produk yang dihasilkan. Masalah ini dapat diselesaikan dengan menggunakan sistem activity based costing karena sistem activity based costing menentukan driver-driver biaya untuk mengidentifikasikan biaya overhead pabrik yang dikonsumsi oleh masing- masing produk.
2.       Biaya Overhead Pabrik berlevel non unit jumlahnya besar Biaya berbasis non unit harus merupakan presentase signifikan dari biaya overhead pabrik. Jika biaya- biaya berbasis non unit jumlahnya kecil, maka sistem activity based costing belum diperlukan sehingga perusahaan masih dapat menggunakan sistem biaya full costing.
3.      Diversitas Produk. Diversitas produk mengakibatkan rasio-rasio konsumsi antara aktivitasaktivitas berbasis unit dan non unit berbeda-beda. Jika dalam suatu perusahaan mempunyai diversitas produk maka diperlukan penerapan sistem activity based costing. Namun jika berbagai jenis produk menggunakan aktivitas-aktivitas berbasis unit dan non unit dengan rasio relatif sama, berarti diersitas produk relatif rendah sehingga tidak ada masalah jika digunakan sistem biaya full costing.
Sistem biaya konvensional tidak lagi secara tepat membebankan biaya overhead ke masing-masing produksi. Dua faktor utama berikut merupakan penyebab utama ketidakmampuan sistem biaya konvensional untuk membebankan biaya overhead secara tepat. Kedua faktor tersebut juga merupakan penyebab perlunya sistem activity based costing. Kedua faktor tersebut menurut Hansen dan Mowen (2006: 142-144) adalah:
1.      Proporsi biaya overhead yang tidak berkaitan dengan unit terhadap total biaya overhead.
Sistem biaya konvensional mengasumsikan bahwa pemakaian sumber daya berkaitan erat dengan unit yang diproduksi. Apabila biaya overhead didominasi oleh biaya overhead berlevel unit, maka tidak akan timbul masalah. Sebaliknya, apabila biaya overhead didominasi oleh biaya overhead berlevel non-unit, maka penggerak aktivitas berdasarkan unit tidak mampu membebankan biaya overhead tersebut secara akurat ke produksi. Dapat juga dikatakan bahwa menggunakan penggerak aktivitas berdasarkan unit membebankan biaya overheadyang tidak berkaitan dengan unit dapat menciptakan distorsi biaya produksi. Semakin besar biaya overhead yang tidak berkaitan dengan unit, maka semakin besar distorsi yang terjadi. 
2.      Tingkat keragaman produk 
Keragaman produksi (product diversity) berarti bahwa produksi mengkonsumsi aktivitas overhead dalam proporsi yang berbeda-beda. Terdapat beberapa alasan mengapa produksi dapat mengkonsumsi overhead dengan proporsi yang berbeda-beda. Sebagai contoh perbedaaan pada ukuran produksi, kerumitan produksi, waktu persiapan (set-up), semuanya dapat menyebabkan produksi mengkonsumsi overhead pada tingkat yang berbeda. Pembebanan biaya overhead berdasarkan unit pada kondisi diversitas produksi akan menimbulkan distorsi biaya produksi.
Apabila perusahaan berada pada kedua posisi tersebut, maka perusahaan tersebut seharusnya mengimplementasikan sistem activity based costing. Namun ada hal yang perlu dipertimbangkan sebelum perusahaan mengimplementasikan sistem activity based costing, yaitu manajemen harus menaksir trade off antara manfaat dan biaya sistem activity based costing, supaya mengimplementasikan sistem activity based costing secara optimal. Biaya sistem activity based costing harus lebih rendah daripada manfaat yang diperoleh dari implementasi sistem activity based costing tersebut.
Empat kekuatan utama mempengaruhi organisasi untuk mengadopsi atau menerapkan sistem activity based costing menurut Cokins (2001: 358) adalah :
1.      Meningkatkan heterogenitas dan keragaman output, produk, layanan standar, saluran, dan pelanggan. Hal ini pada gilirannya menyebabkan konsumsi yang tidak proporsional elemen yang berbeda dari biaya tidak langsung dan overhead.
2.      Meningkatkan kompleksitas dalam overhead dukungan dan proses bisnis inti; hasil ini dalam interorganisasional aktivitas-aktivitas untuk hubungan biaya yang adalah langkah atau lebih dihapus dari objek biaya akhir.
3.      Substansial tidak langsung dan biaya overhead.
4.      Meningkatkan perlu memahami bagaimana pemasaran, penjualan, distribusi, umum, dan biaya periode administrasi (yaitu, S, G, & A) disebabkan dan ditelusuri relatif terhadap saluran mereka dan pelanggan.

2.3.4 Identifikasi Aktivitas pada Sistem Activity Based Costing
Sistem Activity based costing menyediakan informasi perihal aktivitas-aktivitas dan sumber-sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas tersebut. Aktivitas adalah setiap kejadian atau transaksi yang merupakan pemicu biaya (cost driver), yakni bertindak sebagai factor penyebab (causal factor) dalam pengeluaran biaya dalam organisasi. Aktivitas-aktivitas ini menjadi titik-titik prnghimpunan biaya. Pertama, biaya-biaya ditelusuri ke aktivitas-aktivitas; kedua, aktivitas-aktivitas tadi lantas ditelusuri ke produk-produk berdasarkan penggunaan aktivitas oleh produk-produk tadi. Sistem ABC mengasumsikan bahwa aktivitas-aktivitaslah, bukannya produk yang mengkonsumsi sumber daya, menurut Simamora (1999:114). Activity based costing memakai pemicu biaya dasar unit maupun non unit dan biasanya jumlah pemicunya lebih besar ketimbang jumlah pemicu biaya dasar unit yang lazim dipakai dalam sistem konvensional. Akibatnya sistem ABC meningkatkan akurasi penentuan biaya pokok produk.
Terdapat empat tingkat umum aktivitas, dimana masing-masing tingkat aktivitas tersebut dibagi-bagi lagi menjadi pusat-pusat aktivitas tertentu. Keempat tingkat aktivitas menurut Simamora (1999: 118) adalah:
1.    Aktivitas tingkat unit (Unit level activities) Aktivitas-aktivitas tingkat unit adalah aktivitas yang muncul sebagai akibat jumlah volume produksi yang melalui sebuah fasilitas produksi. Unit level activities dilakukan setiap kali sebuah unit diproduksi. Aktivitas-aktivitas tingkat unit merupakan aktivitas repetitif seperti aktivitas tenaga kerja langsung dan mesin. Biaya-biaya aktivitas ini bervariasi menurut jumlah unit yang dihasilkan.
2.    Aktivitas tingkat batch (Batch level activities)
Biaya-biaya pada tingkat gugus ini dihasilkan menurut jumlah gugus produk yang diproses ketimbang berdasarkan jumlah unit yang diproduksi, jumlah unit yang dijual, atau ukuran volume lainnya. Pemrosesan pesanan pembelian merupakan contoh aktivitas tingkat gugus. 
3.    Aktivitas tingkat produk (Product level activities)
Aktivitas-aktivitas tingkat produk berkaitan dengan produk tertentu yang diproduksi oleh perusahaan. Semakin banyak produk dan lini produk, maka semakin tinggi biaya aktivitas-aktivitas tingkat produk. Rekayasa untuk mendesain dan menguji produk merupakan contoh dari aktivitas produk.
4.    Aktivitas tingkat fasilitas (Facility level activities)
Aktivitas-aktivitas tingkat fasilitas biasanya digabung ke dalam sebuah pusat aktivitas tunggal karena aktivitas-aktivitas ini berkaitan dengan keseluruhan produksi dan tidak dengan gugus spesifik tertentu yang diproduksi. Aktivitas-aktivitas ini bersama atau gabungan bagi banyak produk berlainan.

2.3.5 Manfaat sistem activity based costing
Manfaat dari sistem activity based costing menurut Mulyadi (2006:94-95) adalah:
1.      Activity based costing menyediakan informasi tentang aktivitas fokus utama sistem activity based costing adalah aktivitas. Berbagai informasi yang berkaitan dengan aktivitas diidentifikasikan dan disediakan bagi personel untuk memungkinkan personel memahami hubungan antara produksi dengan aktivitas dan hubungan antara aktivitas dengan sumber daya. Berdasarkan dengan pemahaman ini, personel dapat mengelola secara efektif sumber daya yang dikonsumsi oleh aktivitas dan aktivitas dikonsumsi oleh produk dan jasa. Informasi yang disediakan sistem activity based costing adalah customer yang mengkonsumsi aktivitas, value and non valueadded activities, resources driver, activity driver.
2.      Activity based costing menyediakan fasilitas untuk menyusun anggaran berbasis aktivitas Activity based costing memberikan informasi tentang aktivitas apa saja yang akan dilakukan, mengapa aktivitas itu dilakukan, dan seberapa baik aktivitas itu dilakukan. Informasi ini memberikan kemampuan untuk melakukan perbaikan berkelanjutan terhadap aktivitas guna meningkatkan nilai pelanggan. Perbaikan berkelanjutan ini mengundang tujuan pengurangan biaya dan anggaran, pengurangan biaya dapat direncanakan dalam periode anggaran. Target pengurangan biaya disusun berdasarkan rencana dalam eliminasi aktivitas, pemilihan aktivitas, pengurangan aktivitas, dan pembagian aktivitas sehingga kemungkinan keberhasilan akan semakin besar, karena perhatian dan usaha personel ditujukan ke penyebab biaya yaitu aktivitas.
Activity based costing menyediakan informasi secara akurat menyediakan informasi secara akurat dan multidimensi biaya produk dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan, sehingga kualitas pembuatan keputusan dapat ditingkatkan dan memungkinkan personel melakukan profitabilitas produk atau jasa, konsumen saluran distribusi, daerahpemasaran, dan dimensi lain yang dibutuhkan oleh personel. Sedangkan manfaat utama dari sistem activity based costing menurut Blocher dkk (2007:232) yaitu : 
1.      Activity based costing menyajikan biaya produksi yang lebih akurat dan informatif, mengarahkan pada pengukuran profitabilitas produk yang lebih akurat dan keputusan strategis yang di informasikan dengan lebih baik tentang penetapan harga jual, lini produk dan segmen pasar.
2.      Keputusan dan kendali yang lebih baik. Activity based costing menyajikan pengukuran yang lebih akurat tentang biaya yang timbul karena dipicu oleh aktivitas, membantu manajemen untuk meningkatkan nilai produk dan nilai proses dengan membuat keputusan yang lebih baik tentang desain produk. Mengendalikan biaya secara lebih baik, dan membantu perkembangan proyek-proyek yang meningkatkan nilai.
3.      Informasi yang lebih baik untuk `mengendalikan biaya kapasitas. Activity based costing membantu manajer mengidentifikasi dan mengendalikan biaya kapasitas yang tidak terpakai.

2.3.6Keterbatasan Sistem Activity Based Costing
Meskipun sistem activity based costing memberikan informasi tentang biaya produk atau jasa yang lebih baik dibandingkan sistem berdasarkan volume. Menurut Blocher dkk (2007: 233) sistem activity based costing juga memiliki keterbatasan sebagai berikut:
1.      Alokasi
Tidak semua biaya memiliki penggerak biaya konsumsi sumber daya atau aktivitas yang tepat. Beberapa biaya mungkin membutuhkan alokasi ke departemen atau produk berdasarkan volume yang berhubungan karena secara praktis tidak dapat ditemukan aktivitas yang dapat menyebabkan biaya tersebut. Seperti biaya pendukung fasilitas yaitu biaya sistem informasi, gaji manajer pabrik, asuransi pabrik, dan pajak bumi dan bangunan untuk pabrik.



2.      Mengabaikan biaya
Biaya produk atau jasa yang diidentifikasi menggunakan sistem activity based costing cenderung tidak mencakup seluruh biaya yang berhubungan dengan produk atau jasa tersebut. Biaya produk atau jasa yang tidak termasuk biaya untuk aktivitas seperti pemasaran, pengiklanan, penelitian, pengembangan dan rekayasa produk, meski sebagian dari biaya-biaya ini dapat ditelusuri ke produk atau jasa. Biaya produk tidak termasuk biaya-biaya ini karena prinsip akuntansi yang berlaku umum untuk pelaporan keungan mengharuskan biayabiaya tersebut diperlakukan secara periodik.

3.      Mahal dan menghabiskan waktu
Sistem activity based costing tidak murah dan membutuhkan banyak waktu untuk dikembangkan dan dilaksanakan. Untuk perusahaan dan organisasi yang telah menggunakan sistem perhitungan konvensional berdasarkan volume, pelaksanaan sistem activity based costing cenderung sangat mahal. Lagipula sebagian besar sistem akuntansi dan manajemen yang inovatif, biasanya diperlukan waktu setahun atau lebih untuk mengembangkan dan melaksanakan activity based costing dengan sukses.

2.3.7        Kelebihan sistem activity based costing
Beberapa keuntungan dari penggunaan sistem activity based costing dalam penentuan harga pokok produksi adalah sebagai berikut:
1.    Biaya produk yang lebih realistik, khususnya pada industri manufaktur tekhnologi tinggi dimana biaya overhead adalah merupakan proporsi yang signifikan dari total biaya.
2.    Semakin banyak overhead yang dapat ditelusuri ke produk. Analisis sistem activity based costing itu sendiri memberi perhatian pada semua aktivitas sehingga biaya aktivitas yang dapat ditelusuri.
3.    Sistem activity based costing mengakui bahwa aktivitaslah yang menyebabkan biaya (activity cause cost) bukanlah produk, dan produklah yang mengkonsumsi aktivitas.
4.    Sistem activity based costing mengakui kompleksitas dari diversitas produksi yang modern dengan menggunakan banyak pemicu biaya (multiple cost driver), banyak dari cost driver tersebut adalah berbasis transaksi (transaction based) dari pada berbasis volume produk.

2.3.8        Kekurangan Sistem Activity Based Costing
Kekurangan sistem activity based costing menurut Hansen dan Mowen (2006: 192) adalah:
1.    Dengan menggunakan sistem activity based costing, manajer dapat mengasumsikan penghapusan produk bervolume rendah. Menggantinya dengan produk baru yang lebih matang dan memiliki margin lebih tinggi, yang akan meningkatkan profitabilitas perusahaan. Namun stretegi pemotongan biaya akan peningkatan margin jangka pendek, manajer mungkin memerlukan penggunaan waktu dan anggaran lebih banyak untuk tujuan pengembangan serta perbaikan mutu produk barunya.
2.    Activity based costing dapat mengakibatkan kesalahan konsepsi mengenai penurunan biaya penanganan pesanan penjualan dengan mengeliminasi pesanan kecil yang menghasilkan margin lebih rendah. Sementara stragtegi ini mengurangi jumlah pesanan penjualan, pelanggan mungkin lebih sering menginginkan pengiriman dalam jumlah kecil dibandingkan dengan interval pemesanannya. Jika terdapat perusahaan pesaing yang mau memenuhi kebutuhan mereka, sebaliknya jika pelanggan lebih menyukai dalam jumlah kecil, manajer harus mempelajari kegiatan yang terlibat untuk dapat mengetahui jika terdapat kegiatan yang tidak bernilai.
3.    Sistem activity based costing secara khusus tidak menyesuaikan diri dengan prinsip-prinsip akuntansi berterima umum. Activity based costing mendorong biaya non produk, oleh karena itu banyak perusahaan yang menggunakan activity based costing untuk analisisinternal dan terus menggunakan sistem konvensional untuk pelaporan eksternal.
4.    Penekanan informasi activity based costing dapat juga menyebabkan manajer secara konstan mendorong pengurangan biaya.
5.    Activity based costing tidak mendorong identifikasi dan penghapusan kendala yang menyebabkan keterlambatan dan kelebihan.


2.3.9 Keuntungan Sistem Activity Based Costing
Keuntungan Sistem Activity Based Costing menurut Mulyadi (2006: 123) menyatakan penerapan sistem activity based costing memberikan beberapa keuntungan, antara lain:
1.    Meningkatkan kualitas pengembilan keputusan
Penerapan sistem activity based costing akan meningkatkan ketepatan pengambilan keputusan, karena penentuan harga pokok produk yang lebih informative, keputusan yang tidak tepat sering terjadi karena informasi berdasarkan unit yang disajikan mengalami distorsi, sistem activity based costing mencegah timbulnya distorsi dalam penentuan harga pokok produk.
2.      Aktivitas perbaikan secara terus-menerus untuk mengurangi biaya overhead
Umumnya perusahaan saat ini menginginkan adanya penurunan biaya overhead pabrik, penurunan biaya overhead pabrik tersebut dilakukan dengan cara menerapkan sistem activity based costing, manajer memahami bahwa aktivitas akan mampu memicu timbulnya biaya. Oleh karena itu, aktivitas-aktivitas yang tidak ada nilai tambahnya harus dihilangkan.
3.      Memudahkan relevant cost
Data harga pokok produk, umumnya akan dianalisis secara mendalam untuk mendapatkan informasi yang relevan terhadap keputusan tertentu. Penyesuaian sering dilakukan terhadap data yang ada. Bila ada yang dihasilkan dari sistem yang kurang bagus, maka data yang ada perlu disesuaikan dengan cara yang lebih sulit dibandingkan dengan data yang dihasilkan dari sistem yang lebih bagus. Penerapan sistem activity based costing akan memberikan kemudahan dalam memperoleh relevant cost untuk keputusan yang lebih luas.


2.3.10Perbandingan Sistem Biaya Konvensional Dan Sistem Biaya Activity Based Costing.
Perbedaan antara sistem biaya konvensional dan Activity Based Costing menurut Jan Emblemsvag (2003: 103) itu seperti siang dan malam, namun sumber perbedaan ini terletak pada dasar asumsinya sistem biaya konvensional, yaitu produk mengkonsumsi sumber daya, dan biaya yang dialokasikan dengan menggunakan dasar alokasi tingkat unit. Sedangkan, Activity Based Costing, yaitu produk mengkonsumsi aktivitas, mereka tidak langsung menggunakan sumber daya. Biaya yang dilacak menggunakan driver bertingkat. Perbedaan utama: konsumsi sumber daya dibandingkan konsumsi aktivitas, dan alokasi tingkat unit dibandingkan pemicu bertingkat, yang didiskusikan pada bagian berikutnya.
Activity based costing merupakan suatu alternatif dari penentuan harga pokok produksi konvensional. Dimana penentuan harga pokok produksi konvensional adalah full costing dan variable costing, yang dirancang berdasarkan kondisi teknologi manufaktur pada masa lalu dengan menggunakan teknologi informasi dalam proses pengolahan produk dan dalam mengolah informasi keuangan.
Beberapa perbandingan antara sistem full costing dan sistem activity based costing adalah sebagai berikut:
1.      Sistem activity based costing menggunakan aktivitas-aktivitas sebagai pemicu biaya (cost driver) untuk menentukan seberapa besar konsumsi overhead dari setiap produk. Sedangkan sistem full costing mengalokasikan biaya overhead secara arbiter berdasarkan satu atau dua basis alokasi yang non representatif.
2.      Sistem activity based costing memfokuskan pada biaya, mutu dan faktor waktu. Sistem full costing terfokus pada performansi keuangan jangka pendek seperti laba. Apabila sistem full costing digunakan untuk penentuan harga dan profitabilitas produk yang produknya lebih dari satu angka- angkanya tidak dapat diandalkan.
3.      Sistem activity based costing memerlukan masukan dari seluruh departemen persyaratan ini mengarah ke integrasi organisasi yang lebih baik dan memberikan suatu pandangan fungsional silang mengenai organisasi.
4.      Sistem activity based costing mempunyai kebutuhan yang jauh lebih kecil untuk analisis varian dari pada sistem full costing, karena kelompok biaya (cost pool) dan pemicu biaya (cost driver) jauh lebih akurat dan jelas, selain itu activity based costing dapat menggunakan data biaya historis pada akhir periode untuk menghitung biaya aktual apabila kebutuhan muncul.
Metode ABC memandang bahwa biaya overhead dapat dilacak dengan secara memadai pada berbagai produk secara individual. Biaya yang ditimbulkan oleh cost driver berdasarkan unit adalah biaya yang dalam metode tradisional disebut sebagai biaya variabel.
Metode ABC memperbaiki keakuratan perhitungan harga pokok produk dengan mengakui bahwa banyak dari biaya overhead tetap bervariasi dalam proporsi untuk berubah selain berdasarkan volume produk.
2.4      Beban Penyusutan
2.4.1 Pengertian Beban Penyusutan
Sofyan Harahap (1999:53) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan penyusutan adalah: “Pengalokasian harga pokok aktiva tetap selama masa penggunaanya atau dapat juga kita sebut sebagai biaya dibebankan terhadap produksi akibat pengunaan aktiva tetap itu dalam proses produksi”.
Penyusutan adalah biaya yang dibebankan terhadap produksi oleh perusahaan atas penggunaan aktiva tetap selama masa manfaatnya dalam proses operasional. Bagi perusahaan sangat penting untuk menentukan metode penyusutan terhadap aktiva tetap, karena biaya penyusutan merupakan alokasi biaya yang mempengaruhi besarnya tingkat laba perusahaan dalam laporan keuangan.
2.4.2 Faktor-Faktor Beban Penyusutan
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besarnya Beban Penyusutan Menurut Temy Setiawan (2012;100), ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi besarnya beban penyusutan (depresiasi) setiap periode akuntansi yaitu:
a.    Harga Perolehan (Assets Cost)
Semua biaya (harga faktur ditambah biaya-biaya lain) yang dikeluarkan untuk memperoleh suatu aktiva sampai aktiva tersebut layak digunakan dalam kegiatan operasi perusahaan secara normal. Umur Ekonomis (Usefull Life) Yaitu taksiran jangka waktu suatu aktiva dapat memberikan manfaat ekonomis bagi perusahaan.
b.    Nilai Residu (Residual Value)
Taksiran harga jual aktiva diakhir umur ekonomisnya. Masa manfaat biasanya dinyatakan dalam tahun, satuan hasil produksi, satuan jamkerja.
c.    Harga perolehan dikurangi dengan taksiran nilai residu merupakan harga perolehan yang dapat disusutkan (depreciable cost), yaitu harga perolehan aktiva yang akan dibebankan ke pendapatan di masa depan.
2.4.3 Metode Beban Penyusutan
Temy Setiawan (2012;101) menyatakan bahwa ada beberapa metode penyusutan (depresiasi), antara lain : Metode garis lurus (Straight Line Method) Metode saldo menurun ganda (Double Declining Balance Method) Metode jumlah angka tahun (Sum of Years Digit Method) Metode unit produksi (Productive Output Method).
Metode garis lurus merupakan metode yang paling sederhana sehingga banyak diterapkan oleh perusahaan. Menurut Zaki Baridwan (2004;309) perhitungan depresiasi dengan metode garis lurus didasari pada anggapan : Kegunaan ekonomis dari suatu aktiva akan menurun secara proporsional setiap periode. Biaya reparasi dan pemeliharaan tiap-tiap periode jumlahnya relatif tetap. Kegunaan ekonomis berkurang karena terlewatnya waktu. Penggunaan (kapasitas) aktiva tiap-tiap periode relatif tetap. Dengan anggapan diatas, metode garis lurus sebaiknya digunakan untuk menghitung depresiasi gedung, mebel dan alat-alat kantor. Besarnya beban penyusutan dengan metode ini tetap setiap periodenya tidak dipengaruhi oleh kegiatan dalam perusahaan.Adapun formulasi metode penyusutan adalah sebagai berikut:
Beban Penyusutan = (Harga Perolehan - Nilai residu) / Umur Ekonomis
Metode Saldo Menurun Berganda (Double Declining Method). Dalam methode ini beban penyusutan tiap tahunnya menurun. Untuk dapat menghitung penyusutan yang selalu menurun, dasar yang digunakan adalah persentase dengan cara garis lurus. Persentase ini dikalikan dua dan setiap tahunnya dikalikan pada  nulai buku aktiva tetap. Karena nilai buku selalu menurun maka beban penyusutan juga selalu menurun.
Metode Jumlah Angka Tahun (Sum of the year digit). Seperti halnya metode saldo menurun berganda, metode jumlah angka tahun juga akan menghasilkan biaya depresiasi yang lebih tinggi pada awal-awal tahun dan semakin kecil pada tahun-tahun akhir. Metode ini disebut jumlah angka tahun karena tarif depresiasinya didasarkan pada suatu pecahan yang Pembilangnya adalah tahun-tahun pemakaian aktiva yang masih tersisa sejak awal tahun ini dan penyebutnya adalah jumlah tahun-tahun sejak tahun pertama hingga tahun pemakaian berakhir.
Metode Unit Produksi (Output productive method). Dalam metode ini umur kegunaan aktiva ditaksir dalam satuan jumlah unit hasil produks. Beban penyusutan dihitung dengan dasar satuan hasil produksi, sehingga penyusutan tiap periode akan berfluktuasi sesuai dengan fluktuasi, dalam hal produksi dasar teori yang dipakai adalah bahwa suatu aktiva itu dimiliki untuk menghasilkan produk, sehingga penyusutan juga didasarkan pada jumlah produk yang dihasilkan. Untuk dapat menghitung beban penyusutan periodik, pertama kali dihitung tarif penyusutan untuk tiap unit produk, kemudian tarif ini akan dikalikan dengan jumlah produk yang dihasilkan dalam periode tersebut.
Metode Saldo Menurun. Dalam cara ini beban penyusutan periodik dihitung dengan cara mengalikan mengalikan nilai buku aktiva pada awal tahun dengan tarif depresiasi.dalam hal ini tarif depresiasi tetap sama pada setiap tahun, akan tetapi nilai buku setiap tahun semakin menurun. Nilai buku pada awal tahun pertama adalah sama dengan harga perolehan aktiva, sedangkan tahun-tahun berikutnya nilai buku adalah selisih antara harga perolehan dengan akumulasi depresiasi pada awal tahun.

2.4.4 Sifat-Sifat Penyusutan
Terdapat tiga sifat dari penyusutan, yaitu penyusutan merupakan proses alokasi, penyusutan bukan merupakan konsep penelitian dan penyusutan bukan merupakan sumbar langsung kas.
1.    Penyusutan merupakan proses alokasi
Proses penyusutan melibatkan pengaitan biaya perolehan aktiva sebagai suatu beban terhadap pendapatan.
2.    Penyusutan bukan merupakan konsep penilaian
Penyusutan merupakan proses alokasi biaya (count allocation) bukan proses penilaian. Tidak diukur perubahan nilai pasar aktiva selama masa kepemilikannya, karena aktiva dimiliki buka untuk dijual.
3.    Penyusutan bukan merupakan sumber langsung kas
Penyusutan bukan merupakan beban, artinya penyusutan tidak memerlukan pembiayaan kas pada waktu beban tersebut dicatat. Pengeluaran kas hanya terjadi jika dilakukan pembayaran untuk aktiva terkait, akibatnya penyusutan tidak menyebabkan arus keluar atau arus masuk kas langsung.

2.4.5 Faktor Dalam Menentukan Beban Penyusutan
Terlepas dari apapun metode penyusutan yang dipiih terdaat tiga faktor yang mempengaruhi penyusutan, faktor tersebut adaah:
a.       Harga perolehan (cost)
Yaitu uang yang dikeluarkan atau utang yang timbul dan biaya-biaya lain yang terjadi dalam memperoleh suatu aktiva dan menempatkan aktiva tersebut agar dapat diginakan.
b.      Nilai sisa (residu)
Nilai sisa suatu aktiva yang didepresiasi adalah jumlah yang diterima bila aktiva itu dijual, ditukarkan atau cara-cara lain ketika aktiva tersebut sudah tidak dapat lagi digunakan lagi, dikurangi dengan biaya-biaya yang terjadi pada saat menjual/ menukarkannya.

c.   Taksiran umur kerugian
      Taksiran kerugian suatu ativa dipengaruhi oleh cara-cara pemeliharaan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dianut dalam reparasi. Taksiran umur ini bias dinyatakan dalam suatu periode waktu, satuan hasil produksi atau satuan jam kerjanya. Dalam menaksir umur aktiva harus dipertimbangkan sebab-sebab keausan fisik dan fungsional.

2.5Biaya
2.5.1 Pengertian Biaya
     Biaya merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan harga pokok produksi dan harga jual produk. Dalam akuntansi di kenal dengan dua istilah yaitu cost (biaya) dan expense (beban). Menurut (Mulyadi 2009) biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi, yang di ukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau kemungkinan untuk tujuan tertentu.
        Menurut (Hansen and mowen 2009:47) biaya adalah asset kas atau nonkas yang dikorbankan untuk barang dan jasa yang diharapkan keuntungannya bagi perusahaan pada masa sekarang atau masa yang akan datang.
        Menurut (Bastian Bustami dan Nurela 2010:7) biaya atau cost adalah pengorbanan sumber ekonomis yang di ukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. Biaya ini belum habis masa pakainya dan di golongkan sebagai aktiva yang dimasukkan dalam neraca.
        Dari definisi di atas dapat di simpulakan bahwa terdapat empat unsur dalam biaya, yaitu (a) pengorbanan sumber ekonomis, (b) diukur dalam satuan uang, (c) telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi, dan (d) untuk mencapai tujuan tertentu.
        Konsep biaya paling tidak dibedakan menjadi tiga, yaitu biaya oportunitas, (Opportunity Cost), biaya akuntansi (Accounting Cost), dan biaya ekonomis (Economic Cost). Usaha yang bergerak dalam bidang tekstil memproduksi barang berdasarkan tren masa kini dengan harapan barang yang di produksi bisa memperoleh laba yang diinginkan sehingga perusahaan menetapkan harga jual yang sesuai yang bisa menutupi biaya produksi yang di keluarkan dan mendapatkan laba yang sesuai kualitas yang di hasilkan dari biaya produksi. Agar penetuan harga pokok produk sesuai, maka elemen biaya harus di catat secara rinci dan tepat. Biaya adalah aliran kas keluar pemakaian lain aktiva atau timbulnya utang atau kombinasi keduanya selama satu periode yang berasal dari penyerahan atau pembuatan barang, penyerahan jasa, atau pelaksanaan kegiatan lain yang merupakan kegiatan utama badan usaha. (Baridwan, 2014)
Biaya merupakan dasar dalam penentuan harga, sebab suatu tingkat harga yang tidak dapat menutup biaya akan mengakibatkan kerugian. Sebaliknya, apabila suatu tingkat harga melebihi semua biaya, baik biaya produksi, biaya operasi, maupun biaya non operasi, akan menghasilkan keuntungan.
        Menurut (Hansen dalam Henry Simamora, 2012), biaya merupakan uang atau nilai setara uang yang dikorbankan untuk barang dan jasa yang diharapkan memberikan keuntungan sekarang atau yang akan datang bagi perusahaan.
2.5.2        Klasifikasi Biaya
Biaya merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan harga pokok produksi dan harga jual produk, maka dari itu menurut Mulyadi (2009), Biaya dapat digolongkan sebagai berikut:
a.    Penggolongan Biaya Menurut Obyek Pengeluaran. Penggolongan biaya ini merupakan penggolongan yang paling sederhana, yaitu berdasarkan penjelasan singkat mengenai suatu objek pengeluaran.misalnya semua pengeluaran yang berhubungan dengan bahan bakar disebut “biaya bahan bakar”. Biasanya penggolongan biaya berdasarkan obyek pengeluaran bermanfaat untuk perencanaan perusahaan secara menyeluruh dan pada umumnya untuk kepentingan penyajian laporan kepada pihak luar.
b.    Penggolongan Biaya Menurut Fungsi Pokok dalam perusahaan Menurut Fungsi Pokok dalam Perusahaan, biaya dapat digolongkan menjadi 3 kelompok, yaitu:
a.    Biaya Produksi, yaitu semua biaya yang berhubungan dengan fungsi produksi atau kegiatan pengolahan bahan baku menjadi produk selesai. Biaya produksi dapat digolongkan ke dalam biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik.
b.    Biaya Pemasaran, yaitu biaya-biaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan pemasaran produk, contohnya biaya iklan, biaya promosi, biaya sampel, dan lain-lain.
c.    Biaya Administrasi dan Umum, yaitu biaya-biaya untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan produksi dan pemasaran produk, contohnya gaji bagian akuntansi, gaji personalia, dan lain-lain.
c.    Penggolongan Biaya Menurut Hubungan Biaya dengan Sesuatu yang Dibiayai.Jika perusahaan mengolah bahan baku menjadi produk jadi maka sesuatu yang dibiayai adalah berupa produk. Sedangkan jika perusahaan menghasilkan jasa, maka sesuatu yang dibiayai adalah berupa penyerahan jasa tersebut. Ada dua golongan dalam hubungannya dengan sesuatu yang dibiayai, yaitu:
a.    Biaya Langsung (direct cost), merupakan biaya yang terjadi dimana penyebab satu-satunya adalah karena ada sesuatu yang harus dibiayai. Dalam kaitannya dengan produk, biaya langsung terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya langsung akan mudah diidentifikasikan dengan sesuatu yang dibiayai.
b.    Biaya Tidak Langsung (indirect cost), biaya yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai, dalam hubungannya dengan produk, biaya tidak langsung dikenal dengan biaya overhead pabrik. Biaya ini tidak mudah diidentifikasikan dengan produk tertentu.
d.   Penggolongan Biaya Menurut Perilaku dalam Hubungannya dengan Perubahan Volume Kegiatan.Dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan, biaya dapat digolongkan menjadi beberapa bagian, yaitu:
a.    Biaya Tetap (fixed cost), yaitu biaya yang jumlahnya tetap konstan tidak dipengaruhi perubahan volume kegiatan atau aktivitas sampai tingkat kegiatan tertentu. Contohnya gaji direktur produksi.
b.    Biaya Variabel (variable cost), yaitu biaya yang jumlah totalnya berubah secara sebanding dengan perubahan volume kegiatan atau aktivitas. Contohnya biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung.
c.    Biaya Semi Variabel, yaitu biaya yang jumlah totalnya berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Biaya semi variabel mengandung unsur biaya tetap dan biaya variabel. Contohnya biaya listrik yang digunakan.
d.   Biaya Semi Fixed, yaitu biaya yang tetap untuk tingkat volume kegiatan tertentu dan berubah dengan jumlah yang konstan pada volume produksi tertentu.
e.    Penggolongan Biaya Menurut Jangka Waktu Berdasarkan jangka waktu manfaatnya, biaya dibagi menjadi dua yaitu:
a.    Pengeluaran Modal (Capital Expenditure), yaitu pengeluaran yang akan memberikan manfaat/benefit pada periode akuntansi atau pengeluaran yang akan dapat memberikan manfaat pada periode akuntansi yang akan datang.
b.    Pengeluaran Pendapatan (Revenue Expenditure), pengeluaran yang akan memberikan manfaat hanya pada periode akuntansi dimana pengeluaran itu terjadi.

2.4.2        Unsur-Unsur Biaya Produksi
Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk membuat sejumlah barang dalam suatu periode (Hanggana, 2006). Menentukan harga pokok produksi biaya-biaya yang terjadi dalam proses produksi dikelompokan menjadi tiga unsur yaitu: biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya Overhead pabrik.
2.4.2.1            Biaya Bahan Baku Langsung (Direct Material)
Bahan baku adalah bahan baku yang menjadi integral dari produk jadi perusahaan dan dapat ditelusuri dengan mudah (Garrison, 2006). Bahan baku adalah bahan yang menjadi bagian tak terpisahkan dari produk jadi, dan dapat ditelusuri secara fisik dan mudah ke produk tersebut. Dalam memperoleh bahan baku tidak hanya mengeluarkan biaya untuk membeli (harga beli) bahan baku, tetapi perusahaan juga harus siap menanggung biaya-biaya lain yang dikeluarkan sampai bahan baku dalam keadaan siap untuk diolah. Bahan baku yang digunakan diusaha tenun Ikat Swastika untuk mengerjakan selembar kain endek sutra warna alam yaitu benang lusi dan benang pakan.
2.4.2.2            Tenaga Kerja Langsung (Direct Labor)
Tenaga kerja langsung adalah biaya yang dapat ditelusur dengan mudah ke produk jadi. Tenaga kerja langsung biasanya disebut juga dengan tenaga kerja manual (touch labor) karena tenaga kerja langsung melakukan kerja tangan atas produk pada saat produksi (Garrison, 2006). Berdasarkan definisi tersebut maka yang tergolong ke dalam biaya tenaga kerja langsung yaitu: tenaga kerja bagian produksi meliputi: bagian memintal benang, bagian potong kain endek sutra warna alam, dan bagian menenun kain endek sutra warna alam.
2.4.2.3            Overhead Pabrik (Manufacturing Overhead)
Overhead pabrik mencakup seluruh biaya produksi yang tidak termasuk dalam bahan langsung dan tenaga kerja langsung (Garrison, 2006).  Biaya Overhead merupakan biaya yang paling kompleks dan tidak diidentifikasi pada produk jadi, maka pengumpulan biaya Overhead pabrik baru dapat diketahui setelah barang pesanan selesai diproduksi. Agar memperoleh pembebanan yang adil dan teliti, maka pembebanan tersebut berdasarkan tarif biaya Overhead pabrik yang ditentukan dimuka. Adapun unsur-unsur biaya Overhead pabrik seperti dibawah ini:
a.     Biaya bahan penolong. Bahan penolong adalah bahan yang digunakan agar terselesainya produk tersebut, dan siap dijual konsumen.
b.    Biaya listrik dan air. Biaya ini adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar listrik dan air pabrik.
c.     Biaya reparasi dan pemeliharaan. Biaya ini meliputi biaya pemeliharaan dan reparasi mesin pabrik, peralatan pabrik, dan kendaraan perusahaan.
d.    Biaya penyusutan mesin dan alat-alat pabrik. Biaya ini merupakan biaya yang dianggarkan dari mesin-mesin atau alat-alat yang digunakan dalam proses produksi. Biaya ini dianggarkan untuk setiap tahun atau bulan.
e.     Biaya pemasaran. Merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan pemasaran, contoh : biaya iklan, biaya promosi, biaya gaji bagian pemasaran, dan lain-lain.
f.     Biaya administrasi umum. Merupakan biaya yang terjadi untuk mengkoordinasi kegiatan produksi dan pemasaran. Dalam perusahaan manufaktur, biaya pemasaran dan administrasi umum dapat disebut dengan biaya non produksi.

2.6      Penetapan Harga
2.6.1 Harga Jual
        Penetapan harga tidak hanya sekedar perkiraan saja, tetapi harus dengan perhitungan yang cermat dan teliti yang harus diselesaikan dengan sasaran yang dituju oleh perusahaan. Harga merupakan nilai pengganti suatu barang, untuk itu harga harus disesuaikan dengan kegunaan barang tersebut untuk konsumen. Definisi harga menurut (Basu Swastha 2005) adalah jumlah uang yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari produk dan pelayanannya. Sedangkan menurut (Kent B. Monroe 2006), harga adalah rasio formal yang menunjukkan jumlah uang atau barang atau jasa, yang diperlukan untuk mendapatkan sejumlah barang atau jasa tertentu.
        (Philip Kotler dan Armstrong 2008), mendefinisikan harga adalah sejumlah uang yang dibebankan atas suatu produk atau jasa, atau jumlah dari nilai yang ditukar konsumen atas manfaatmanfaat, karena memiliki atau menggunakan produk atau jasa tersebut. Jadi menurut definisi di atas, konsumen membayar tidak hanya untuk mendapatkan produknya saja, tetapi juga pelayanan yang diberikan oleh penjual.

2.6.2 Proses Penetapan Harga
Kebebasan manajer untuk memilih harga produk atau jasa tertentu di hambat oleh beberapa faktor. Faktor pertama, biaya perusahaan menentukan batas terendah dari harga yang wajar. Perusahaan harus benar-benar yakin bahwa ia mampu menutup pengeluarannya dalam jangka panjang untuk menghasilkan laba dan bertahan hidup. Pada titik ekstrim yang lain, sensitivitas harga dari permintaan terhadap produk atau jasa menentukan batas tertinggi dari rentang harga yang bisa diterima. Di luar tingkat harga tertentu sebagian besar calon konsumen mencari produk pengganti yang lebih murah. Misalnya (Harper W. Boyd, orville c. walker, jean 2008) beralih ke merek toko atau membeli produk atau jasa tersebut.

2.6.3        Tujuan Penetapan Harga
Tujuan penetapan haraga ada dasarnya ada empat jenis tujuan penetapan harga, yaitu:
1.      Tujuan Berorientasi pada Laba
Asumsi teori ekonomi klasik menyatakan bahwa setiap perusahaan selalu memilih harga yang dapat menghasilkan laba paling tinggi.Tujuan ini dikenal dengan istilah maksimisasi laba. Dalam era persaingan global, kondisi yang dihadapi semakin kompleks dan semakin banyak variable yang berpengaruh terhadap daya saing setiap perusahaan, sehingga tidak mungkin suatu perusahaan dapat mengetahui secara pasti tingkat harga yang dapat menghasilkan laba maksimum. Oleh karena itu ada pula perusahaan yang menggunakan pendekatan target laba, yakni tingkat laba yang sesuai atau pantas sebagai sasaran laba. Ada dua jenis target laba yang biasa digunakan, yaitu target marjin dan target ROI (Return On Investment).
2.      Tujuan Berorientasi pada Volume
Selain tujuan berorientasi pada laba, ada pula perusahaan yang menetapkan harganya berdasarkan tujuan yang berorientasi pada volume tertentu atau yang biasa dikenal dengan istilah volume pricing objective. Harga ditetapkan sedemikian rupa agar dapat mencapai target volume penjualan atau pangsa pasar. Tujuan ini banyak diterapkan oleh perusahaan perusahaan penerbangan.
3.      Tujuan Berorientasi pada Citra
Citra (image) suatu perusahaan dapat dibentuk melalui strategi penetapan harga.Perusahaan dapat menetapkan harga tinggi untuk membentuk atau mempertahankan citra prestisius.Sementara itu harga rendah dapat digunakan untuk membentuk citra nilai tertentu (image ofvalue), misalnya dengan memberikan jaminan bahwa harganya merupakan harga yang terendah di suatu wilayah tertentu.Pada hakekatnya baik penetapan harga tinggi maupun rendah bertujuan untuk meningkatkan persepsi konsumen terhadap keseluruhan bauran produk yang ditawarkan perusahaan.


4.      Tujuan Stabilisasi Harga
Dalam pasar yang konsumennya sangat sensitif terhadap harga, bila suatu perusahaan menurunkan harganya, maka para pesaingnya harus menurunkan pula harga mereka.Kondisi seperti ini yang mendasari terbentuknya tujuan stabilisasi harga dalam industri-industri tertentu (misalnya minyak bumi).Tujuan stabilisasi dilakukan dengan jalan menetapkan harga untuk mempertahankan hubungan yang stabil antara harga suatu perusahaan dan harga pemimpin industri (industry leader).
5. Tujuan-tujuan lainnya
Harga dapat pula ditetapkan dengan tujuan mencegah masuknya pesaing, mempertahankan loyalitas pelanggan, mendukung penjualan ulang, atau menghindari campur tangan pemerintah.Tujuan-tujuan penetapan harga di atas memiliki implikasi penting terhadap strategi bersaing perusahaan.
Tujuan yang ditetapkan harus konsisten dengan cara yang ditempuh perusahaan dalam menetapkan posisi relatifnya dalam persaingan. Misalnya, pemilihan tujuan laba mengandung makna bahwa perusahaan akan mengabaikan harga para pesaing. Pilihan ini dapat diterapkan dalam 3 kondisi, yaitu, a) tidak ada pesaing; b) perusahaan beroperasi pada kapasitas produksi maksimum; c) harga bukanlah merupakan atribut yang penting bagi pembeli. Berbeda dengan tujuan laba, pemilihan tujuan volume dilandaskan pada stragegi mengalahkan atau mengatasi persaingan.
Tujuan stabilisasi didasarkan pada strategi menghadapi atau memenuhi tuntutan persaingan.Dalam tujuan volume dan stabilisasi, perusahaan harus dapat menilai tindakantindakan pesaingnya. Sedangkan tujuan berorientasi pada citra, perusahaan berusaha menghindari persaingan dengan jalan melakukan diferensiasi produk atau dengan jalan melayani segmen pasar khusus.
2.7      Kajian Penelitian Sejenis
Moh. Yusuf Wibisono (2015) melakukan penelitian Analisis Penentuan Harga Pokok Produksi Berdasarkan Sistem Activity Based Costing Pada UD. Katon Ragil. Dalam penelitian ini, hanya terdapat dua variabel penelitian yaitu variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Variabel Bebas (Independent Variable) Variabel bebas atau Independent Variable merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependent (Sugiyono, 2010: 59). Variabel bebas (independent variable) ini sering disebut sebagai variabel stimulus, predictor, antecedent. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel bebas. Berdasarkan definisi variabel bebas di atas, dapat disimpulkan bahwa variabel bebas adalah vaiabel yang bersifat mempengaruhi dan menjadi titik perhatian suatu penelitian. Dalam penelitian ini, yang bertindak sebagai variabel bebas (independent variable) adalah Penentuan harga pokok produksi. Variabel Terikat (Dependent Variable) Variabel terikat (dependent variable) sering disebut sebagai variabel output, kriteria, konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat. Menurut Sugiyono (2010: 61), variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Dari definisi variabel terikat, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan variabel terikat adalah variabel yang ersifat bersifat dipengaruhi dan menjadi akibat adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini, yang bertindak sebagai variabel terikat adalah sistem activity based costing.
Dalam penelitian ini, menggunakan teknik penelitian deskriptif karena akan dibuktikan bahwa Perhitungan harga pokok produksi merupakan kegiatan yang sangat penting untuk diketahui secara akurat oleh perusahaan. Sistem activity based costing lebih akurat dan efisien untuk menentukan harga pokok produksi yang jumlah produknya lebih dari satu jenis. UD. Sepatu Katon Ragil memproduksi tiga jenis sepatu yaitu sepatu casual, pantofel, dan sepatu boot. Sehingga menyebabkan semua jenis produk sepatu mengkonsumsi biaya overhead dengan proporsi yang sama. Apabila perusahaan salah dalam menetapkan harga, maka akan banyak kemungkinan yang akan terjadi pada perusahaan, seperti kerugian. 
Adapun penelitian lain yang terkait dengan penelitian perhitungan harga pokok produk yaitu:
Tabel 2.7Peneliti Sejenis
No
Peneliti
(Tahun)
Judul

Teknik Analisis Data
Hasil Peneltian
1.      1.
Melly Kusumawardhani
(2008)
Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Bibit Krisan pada PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat

secara manual dengan menggunakan
kalkulator dan program komputer Ms. Excel. Analisis data dikelompokkan
menjadi analisis kuantitatif dan kualitatif.

Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan, memperlihatkan adanya
perbedaan harga pokok antara metode perusahaan dengan perhitungan harga
pokok metode full costing maupun variable costing, baik sebelum maupun sesudah kenaikan harga bahan kimia makro dan mikro.


2.       




3.      2.
Latib Suprihatin
(2009)

Penyusunan Harga Pokok Produksi
Pada Pabrik Tahu “Bu Gito” Pedan Dengan Metode process Costing
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode perhitungan harga pokok berdasarkan proses.
Pabrik Tahu “Bu Gito” telah melakukan pengumpulan dan perhitungan unsur-unsur biaya produksi yang digunakan sebagai dasar dalam menghitung biaya produksi tahu per blabak pada tiap periode produksinya.
4.      3.
Wati Aris Astuti & Gyan Herliana
(2011)
Analisis Perhitungan Harga Pokok Jasa Pengiriman Untuk Penetapan Tarif Pengiriman Paket Internasional (Tujuan Jepang) Di Pt Pos Indonesia Tahun 2011
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisis data dengan metode deskriftif analitis.
Dari hasil analisis diketahui bahwa perusahaan menghitung dengan menjumlahkan semua biaya yang terkait dalam proses pengiriman paket menuju Negara lain. Harga pokok jasa yang dihasilkan dari perhitungan yang dilakukan oleh perusahaan lebih besar dibandingkan dengan yang dihitung dalam penelitian, sehingga tarif yang dihasilkan pun lebih tinggi.
5.      4.
Predana Setiadi (2014)
Perhitungan Harga Pokok Produksi Dalam Penentuan Harga Jual pada CV.Minahasa Mantap Perkasa
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian laporan ini adalah anaisis data deskriptif, dan dengan metode  kualitatif dan kuantitatif
Pengumpulan biaya produksi dilakukan dengan metode harga pokok proses dengan pendekatan full costing, tujuannya untuk memenuhi persediaan digudang, dan jumlahnya sama dari waktu ke waktu. Proses pembuatan roti akan selalu dilakukan perusahaan tanpa menunggu ada atau tidaknya pesanan dari pelanggan. Walaupun demikian, bukan berarti perusahaan mengabaikan permintaaan atau keninginan konsumen. Hal ini dikarenakan, banyaknya jumlah roti yang diproduksi atau dihasilkan tergantung pada permintaan konsumen serta situasi dan kondisi pada saat itu. 
6.      5.
Ade Lutfia Nugraha Heni (2015)

Analisis perhitungan Harga Pokok Produksi menggunakan metode Job Order Costing untuk menentukan harga jual pada kerajinan tenun ikat (ATBM) Medali Mas Kediri

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan penelitian kuantitatif yaitu menggunakan metode expost facto. Karena meneliti peristiwa yang sudah terjadi dan menganalisis perhitungan yang di lakukan perusahaan dengan menggunakan metode Job Order Costing.

Berdasarkan analisis data dalam menghitung harga pokok produksi (HPP) menggunakan metode job order costing dalam menentukan harga jual terdapat selisih lebih antara harga jual yang di tetapkan oleh perusahaan.

Sumber: di akses dari beberapa jurnal

2.8      Kerangka Berpikir
Berdasarkan uraian di atas, dapat disusun kerangka berpikir yang bisa dipakai sebagai acuan untuk menjawab pertanyaan penelitian serta memecahkan masalah yang dikaji dalam penelitian ini, sebagaimana terlihat sebagai berikut:  perusahaan Tenun Ikat Swastika belum menentukan harga pokok produksi dengan benar, hanya saja baru mencatat sesuai dengan keuntungannya, dan kurangnya pengetahuan tentang harga pokok produksi ini yang menyebabkan usaha Tenun Ikat Swastika belum bisa menentukan harga pokok produksi dengan benar. Perusahaan tenun Ikat Swastika mentukan harga pokok produk kain endek sutra warna alam ini bergantung pada biaya produksi dan non produksi yang di keluarkan. Dalam hal ini, biaya merupakan dasar dalam penentuan harga, sebab suatu tingkat harga yang tidak dapat menutup biaya akan mengakibatkan kerugian. Sebaliknya, apabila suatu tingkat harga melebihi semua biaya, baik biaya produksi, biaya operasi, maupun biaya non operasi, akan menghasilkan keuntungan (Swastha dan Ibnu Sukotjo, 2010).  Selain itu diperlukannya, suatu metode perhitungan harga pokok yang sesuai yaitu metode konvensional dengan sistem Activity Based Costing (ABC). Agar mendapat perhitungan yang pasti dan mendapatkan laba yang sesuai dengan biaya yang dikeluarkan. Dalam penelitian ini dilakukan suatu perbandingan antara perhitungan harga pokok produksi menurut perusahaan dan perhitungan harga pokok produksi menurut kaidah akuntansi. Selanjutnya akan dibandingkan apakah metode yang digunakan perusahaan berdampak negatif terhadap perusahaan atau tidak. Adapun tabel dari kerangka berpikir ini yaitu:

Komentar

Popular Posts

Proposal Usaha Bengkel Las Dan Bubut “Sabadha Logam”

Jenis-Jenis Port beserta Penjelasan, Gambar, dan Fungsinya Pada Console Unit

Drama : Liburan Ke Kebun Binatang