sejarah berdirinya Enclaves/Kampung Muslim di desa Angantiga, Petang, Badung
Negara
Kesatuan Republik Indonesia merupakan sebuah negara kepulauanyang memiliki
keanekaragamanetnik/suku,budaya/kultur,ras, bahasa, dan agama. Di Indonesia
terdapat lebih dari dua puluh empat ribu suku bangsa, tiga ratus kelompok
dengan masing-masing mempunyai identitas kebudayaan tersendiri.Bahasa yang
dipergunakan dalam berkomunikasi lebih dari dua ratus bahasa khas. Dalam
hubungan dengan kepercayaan keagamaan juga terdapat bermaca-macam, mulai dari
kepercayaan asli sampai agama dunia juga berkembang di kepulauan
ini(Geertz,1981:1). Kemajemukan dan keanekaragaman yang terdapat di Indonesia
bukan sebagai unsur pertentangan antara budaya satu dengan budaya yang lain
atau agama yang satu dengan agama yang lain tetapi merupakan unsur pemersatu
yang menandakan kekayaan dari bangsa Indonesia.
Keanekaragaman
tersebut berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat baik
kebutuhan sosial berupa sandang pangan dan papan, maupun kebutuhan rohani
berupa agama dan kepercayaan yang menjadi pedoman dalam kehidupan di
masyarakat.(Putrayasa,2008:1). Perbedaan dalam memenuhi kebutuhan rohani
masyarakat dapat kita lihat dari berbagai agama yang dianut oleh masyarakat
Indonesia, yaitu Agama Islam, Hindu, Budha, Kristen Katolik, dan Kristen
Protestan serta aliran kepercayaan yaitu
Konghucu dengan mayoritas penduduk memeluk agama Islam. Dalam melaksanakan
ajaran agama untuk mendekatkan diri dengan Tuhan maka ada berbagai cara yang
dilakukan oleh masing-masing agama. Masing-masing agama melaksanakan ajarannya
sesuai dengan kitab suci yang diyakini dan tradisi dari masyarakat.Cara-cara
dalam melaksanakan ajaran agama di Indonesia telah terpengaruh oleh kepercayaan
asli masyarakat Indonesia.Cara tersebut dapat dilakukan dengan Doa, Sujud/Bhakti,
Nyanyian Suci, Kurban/Yadnya, Persembahandll.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara
Kesatuan Republik Indonesia merupakan sebuah negara kepulauanyang memiliki
keanekaragamanetnik/suku,budaya/kultur,ras, bahasa, dan agama. Di Indonesia
terdapat lebih dari dua puluh empat ribu suku bangsa, tiga ratus kelompok
dengan masing-masing mempunyai identitas kebudayaan tersendiri.Bahasa yang
dipergunakan dalam berkomunikasi lebih dari dua ratus bahasa khas. Dalam
hubungan dengan kepercayaan keagamaan juga terdapat bermaca-macam, mulai dari
kepercayaan asli sampai agama dunia juga berkembang di kepulauan
ini(Geertz,1981:1). Kemajemukan dan keanekaragaman yang terdapat di Indonesia
bukan sebagai unsur pertentangan antara budaya satu dengan budaya yang lain
atau agama yang satu dengan agama yang lain tetapi merupakan unsur pemersatu
yang menandakan kekayaan dari bangsa Indonesia.
Keanekaragaman
tersebut berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat baik
kebutuhan sosial berupa sandang pangan dan papan, maupun kebutuhan rohani
berupa agama dan kepercayaan yang menjadi pedoman dalam kehidupan di
masyarakat.(Putrayasa,2008:1). Perbedaan dalam memenuhi kebutuhan rohani
masyarakat dapat kita lihat dari berbagai agama yang dianut oleh masyarakat
Indonesia, yaitu Agama Islam, Hindu, Budha, Kristen Katolik, dan Kristen
Protestan serta aliran kepercayaan yaitu
Konghucu dengan mayoritas penduduk memeluk agama Islam. Dalam melaksanakan
ajaran agama untuk mendekatkan diri dengan Tuhan maka ada berbagai cara yang
dilakukan oleh masing-masing agama. Masing-masing agama melaksanakan ajarannya
sesuai dengan kitab suci yang diyakini dan tradisi dari masyarakat.Cara-cara
dalam melaksanakan ajaran agama di Indonesia telah terpengaruh oleh kepercayaan
asli masyarakat Indonesia.Cara tersebut dapat dilakukan dengan Doa, Sujud/Bhakti,
Nyanyian Suci, Kurban/Yadnya, Persembahandll.
Bali
merupakan salah satu provinsi di Indonesia. Provinsi Bali memilki luas 5.632,86
Km2. Penduduk Bali berdasarkan data Kementerian Agama Provinsi Bali tahun 2011 adalah 3,894,457jiwa. Berdasarkan agama yang
dianut masyarakat Bali terdiri dari pemeluk Agama Hindu 3.421.798orang, Agama Islam 389.063orang, Agama Budha 23.030orang,
Agama Kristen Katolik 37.588orang,
dan Agama Kristen Protestan 45.315orang
dan aliran kepercayaan Konghucu 196 orang.Jika dilihat berdasarkan data diatas
maka masyarakat bali adalah masyarakat secara mayoritas memeluk Agama Hindu.
Ini menjadi tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesiayang secara mayoritas
memeluk Agama Islam dalam menjaga kerukunan antar umat beragama.Begitu pula
dengan masyarakat Bali harus memegang teguh persatuan dan kesatuan serta konsep
Bhineka Tunggal Ika.
Namun
dalam beberapa kasus yang terjadi di masyarakat menunjukan masih adanya unsur
fanatisme dan etnosentris yang tumbuh subur di masyarakat.Salah satu kasus yang
terjadi di masyarakat yaitu kasus fanatisme masyarakat Hindu dan Muslim yang
ada di desa Angantiga, Petang, Badung, Bali. Kasus ini muncul dalam penyebutan
orang Hindu dengan sebutan“ Nak Bali” dan masyarakat Muslim dengan sebutan “ Nak Jawa”. Persepsi
tentang penduduk asal dan penduduk pendatang di desa Angantiga juga berbau
etnosentris, masyarakat di daerah tersebut menganggap suku Bali merupakan
penduduk asli daerah Angantiga, dan suku non-Bali yang sebagian memeluk agama
Islam adalah penduduk pendatang.
Kampung
Muslim yang terdapat di desa Angantiga memiliki hubungan dengan Puri Carangsari
terkait kepercayaan dan keagamaan.Dalam sebuah upacara keagamaan Hindu yang
dilaksanakan di Puri Carangsari, masyarakat Muslimtersebut turut serta dan
ambil bagian dalam pelaksanaan upacara keagamaan tersebut, namun mereka enggan memahami
makna keterlibatan mereka dalam upacara Yadnya itu.Sebab mereka tidak ingin
disebut kelompok yang berhala.Mereka
hanya meyakini hubungan sosial antara Puri dengan leluhur mereka.Jika
dihubungkan dengan fenomena tersebut dengan semboyan bangsa Indonesia yaitu Bhineka Tunggal Ikamaka jelas bahwa
bangsa Indonesia menghargi perbedaan baik agama, suku adat istiadat. Perbedaan
dan keanekaragaman yang ada di Indonesia bukan dijadikan hambatan untuk membawa
bangsa ini besar tetapi keanekaragaman yang dibingkai dengan persatuan akan
menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang besar dan dihargai di dunia
internasional.
Kasus
Bom Bali I dan II menyebabakan terjadinya krisis sosial yang serius di Bali.
Berbagai kajian tentang masyarakat Bali pasca bom Bali I dan II menunjukan
bahwa hubungan antara orang Bali dan orang non-Bali yang kebanyakan beragama
Islam, penuh dengan kecurigaan, yang memicu munculnya tindakkan kekerasan sosial,
kekerasan kultural, kekerasan psikologi, kekerasan ekonomi, kekerasan bahasa
bahkan sampai pada kekerasan fisik di masyarakat khususnya bagi penduduk
pendatang (Atmadja,2007).
Jika
intoleransi seperti ini tetap dibiarkan maka akan terjadi perpecahan dalam
hidup dimasyarakat yang berujung pada lunturnya persatuan, kesatuan bangsa dan
ketahanan nasional. Untuk itu masyarakat perlu usaha menekan perpecahan
tersebut secara damai. Salah satu cara dalam meredam konflik perpecahan yang saya
tawarkan adalah melalui pendekatan budaya dan religi yaitu mengangkat integrasi
masyarakat Hindu-Islam di desa Angantiga sebagai salah satu objek kajian
penelitian. Penelitian tentang Kampung Muslim di Bali sudah banyak dilakukan
oleh beberapa peneliti baik dari kalangan dosen,maupun mahasiswa, seperti karya
Nengah Bawa Atmadja dalam tulisan yang
berjudul Pura Mekah di Bali : Haram Mempersembahkan Daging Babi. Salah satu
kajian tentang integrasi antar umat Hidu dan Islam dalam skripsi Ni Putu
Putriasih (2008) yang berjudul, “Perereman
Sebagai Simbol Integrasi Antar Umat Hindu dan Muslim di Desa Pakraman Seseh,
Mengwi, Badung”Kajian tentang
kehidupan enclaves Muslim di Bali
terdapat pada karya Drs. I Made Pageh, dkk yang berjudul “Model Integrasi
Masyarakat Multietnik Nyama Bali-Nyama Selam (Belajar dari Enclaves Muslim di
Bali)”.
Walaupun
kajian tentang enclaves Muslim di
Bali telah banyak dilakukan namun masih banyak hal menarik yang terjadi dalam
kehidupan masyarakat muslim di Bali yang memberikan pembelajaran integrasi umat
beragama khususnya Banten Caru Umat
Muslim yang di buat untuk keperluan upacara piodalan di Puri Carangsari,
Petang, Badung. Satu-satunya tulisan yang menyinggung tentang enclaves Muslim di desa Angantiga
adalah tulisan Joko Tri Haryanto,
M.Si (2010), berjudul “Revitalisasi
Kearifan Lokal dalam Masyarakat Multikultur ( Studi terhadap Norma “Nyama
Braya” dan tradisi “Bale Suji” di Kampung Islam Angantiga Bali)”, dalam
karyanya tersebut dijelaskan tentang sejarah berdirinya Kampung Muslim di desa
Angantiga dengan menitikberatkan pada tradisi Bale Suji dalam perayaan Maulud
Nabi. Sedangkan kajian tentang integrasi dengan Puri Carangsari dalam pembuatan
Banten Caru Muslim belum mendapat
perhatian.
Kehidupan
masyarakat Muslim dan Hindu di Bali secara berdampingan dalam satu desa dinas
sebagian besar memang telah menjaga keharmonisan dalam hubungan integrasi
sosial masyarakat seperti “Tradisi Ngejot” antar umat Hindu dengan Muslim,
gotong-royong dalam pelaksananan perayaan upacara kemanusiaan (Pernikahan,
Kelahiaran Bayi sampai upacara Kematian dll).
Keberadaan Kampung Muslim di desa Angantiga disamping melakuakan
integrasi tersebut juga memiliki keunikan tersendiri khususnya dalam kehidupan
religi. Kehidupan enclaves Muslim
pada umumnya memisahkan diri dalam hubungan dengan agama/kepercayaan karena hal
tersebut sangat sensitif. Namun Muslim di desa Angantiga melakukan akulturasi
budaya dibidang religi antara Hindu dengan Islam yaitu, menyiapkan sarana
persembahyangan seperti halnya Umat Hindu lain dengan membuat perlengkapan Banten Caru di Puri Carangsari, sarana
dan prasarana dalam membuat banten caru oleh umat Muslim Angantiga tidak
diperkenankan menggunakan daging babi, dalam pelaksanaan prosesi Upacara Yadnya Umat Muslim Angantiga ikut
membantu iring-iringan membawa sarana dan prasarana upacara seperti Keris,
Tombak, Umbul-umbul, Bendera dll.
Keunikan
yang dimiliki oleh masyarakat Muslim di desa Angantiga sangat menarik untuk
dikaji.dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu menyumbangkan pengetahuan
tentang kehidupan beragama dan kebudayaan, selain itu dapat dijadikan suatu
pola dalam mengembangkan kesadaran hidup berbangsa dan bernegara yang
Multikultur dan Multiagama antara umat Hindu dan Muslim di Bali. Integrasi yang
terjadi antara Umat Hindu dan Muslim di desa Angantiga dan lebih mengkhusus
lagi dengan Puri Carangsari dapat menjadi contoh nyama braya atau prinsip persaudaraan antara umat beragama
diterapkan.selain itu dapat menjadi sumber menumbuhkan kesadaran hidup yang
beranekaragam khususnya pada masyarakat Angantiga-Badung dan Bali serta seluruh
mayarakat Indonesia pada umumnya.( Haryanto,2010:17).
Permasalahan
mengenai kehidupan masyarakat Muslim di desa Angantiga memang sangat luas dan
kompleks, maka penulis membatasi penelitian ini pada integrasi umat Muslim
Angantiga dengan Puri Carangsari dalam kajian Banten Caru Muslim yang di buat umat Muslim di desa Angantiga yang
dipersembahkan saat piodalan di Puri Carangsari, Petang, Badung. Pemilihan
judul yang penulis lakukan yaitu tentang kajian integrasi Umat Hindu dan Muslim
disebabkan karena penulis merupakan mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah
diharapkan mampun menjadi tenaga pendidikan yang memiliki kompetensi selain
pedagigik yaitu professional, sosial dan keterampilan dalam menyusun karya
kesejarahan. Selain itu kajian tentang integrasi masyarakat multietnik penulis
akan dapat menemukan berbagai bentuk keunikan akulturasi budaya yang dapat
dimaknai oleh pembaca karya ini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarakan
latar belakang tersebut diatas, maka adapun beberapa permasalahan yang akan
dikaji yaitu:
1.2.1
Bagaimana sejarah berdirinya
Enclaves/Kampung Muslim di desa Angantiga, Petang, Badung?
1.2.2
Bagaimana integrasi yang dilakukan Umat Muslim dengan Umat Hindu di desa
Angantiga, Petang, Badung?
1.2.3
Bagaimana integrasi yang dilakukan Umat Muslim dengan Puri Carangsari, Petang,
Badung?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1.3.1
Untuk mengetahui sejarah berdirinya Kampung
Muslim di desa Angantiga, Petang, Badung?
1.3.2
untuk mengetahui integrasi yang
dilakukan Umat Muslim dengan Umat Hindu
di desa Angantiga, Petang, Badung?
1.3.3
Untuk mengetahui integrasi yang
dilakukan Umat Muslim dengan Puri
Carangsari, Petang, Badung?
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini
dikasifikasikan menjadi dua yaitu :
1.4.1
Manfaat Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat
memeberikan sumbangan pengetahuan dan tentang keberadaan Kampung Muslim di Desa
Angantiga, Petang Badung.Sehingga dapat memperluas wawasan dan sumber tentang
masuknya pengaruh Islam di Desa Angantiga dalam konteks integrasi
masyarakatnya.
1.4.2
Manfaat Secara Praktis
Hasil Penelitian ini diharapkan
bermanfaat secara praktis yaitu sebagai berikut:
1.4.2.1 Bagi
Peneliti
Penelitian
dapat dijadikan bahan pengembangan diri dalam mengaplikasikan ilmu yang
diperoleh dalam perkuliahan, dan menambah pemahaman tentang keberadaan Kampung
Muslim di Desa Angantiga
1.4.2.2 Bagi
Jurusan Pendidikan Sejarah,
Penelitian
ini diharapkan dapat menjadikan bahan untuk memperdalam kajian dalam Mata
Kuliah Sejarah Agama maupun Sejarah Bali.
1.4.2.3 Bagi
Masyarakat desa Angantiga
Penelitian
ini dapat memperjelas sejarah berdirinya Kampung Muslim di desa Angantiga dan
pemahaman mendalam masyarakat tentang integrasi dan akulturasi budaya yang ada
dan patut dijaga sebagai keunikan tersendiri.
1.4.2.4 Bagi
Pemerintah
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat dijadikan contoh integrasi umat beragama dan
memperkaya khazanah budaya bangsa, khususnya bagi Pemerintah Kabupaten Badung.
1.4.2.5 Bagi
Masyarakat
Penelitian
ini diharapkan dapat menumbuhkembangkan, toleransi, kerukunan umat beragama,
serta solidaritas sosial bagi seluruh masyarakatIndonesia.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1 Latar Belakang berdirinya
Kampung Muslim di Bali
Bali
sebagai daerah multibudaya dan multiagama, masyarakat Bali telah melakukan
kontak dengan etnis pendatang, seperti Jawa, Bugis, Sasak, Flores, Timor,
Minang melalui proses migrasi yang cukup panjang. Bali adalah Pulau yang
diidentikkan dengan agama Hindu, berkembangnya kerajaan Islam di Nusantara
tidak serta merta berkembang di pulau ini.Kerajaan Islam di pulau ini tidak
sempat berkembang. Namun hubungan orang islam dengan Kerajaan Hindu di Bali
tidak dapat terlepaskan. Orang-orang Muslim telah hidup berdampingan masyarakat
Hindu Bali.mereka mayoritas hidup di kampung Muslim di sekitar pelabuhan pantai, dan kota. Selain itu mereka
juga hidup di kampungMuslim di pegunungan seperti di Pegayaman, Tegallinggah,
Candi Kuning, Batu Gambir serta di sekitar Kerajaan Seperti di Karangasem,
Serangan, Kepaon, Klungkung, Angantiga dll (Pageh,2013 :1).Masing-masing
kelompok memiliki sejarah tersendiri dalam pembentukan suatu kampung. Kampung
Muslim di daerah pelabuhan/pantai dan kota berdiri karena aktivitas perdagangan
di pelabuhan yang menimbulkan kontak sosial dengan penduduk sekitar sehingga
membentuk sebuah kampung muslim yang berdampingan dengan masyarakat sekitar.
berdirinya sebuah kampung tidak dapat dilepaskan dari pengaruh politik
kekuasaan kerajaan di suatu wilayah. Pengaruh ini nampak jelas terlihat dari
berdirinya Kampung Muslim di daerah pengunungan
yang diakibatkan oleh kenijakan kerajaan dalam menempatkan orang Islam
di suatu daerah untuk benteng pertahanan. Orang Islam yang ditempatkan ini
memiliki kesetiaan yang tinggi pada kerajaan. Perkembangan selanjutnya dari
keberadaan Kampung Muslim ini akan secara langsung melakukan kontak dengan
masyarakat Hindu maupun Muslim untuk tetap eksis dalam idup bermasyarakat.
Sampai saat ini interaksi umat Hindu dan Muslim di enclavesMuslim memiliki tradisi menjaga kerukunan umat beragama.
sehingga harmonisai sosial dapat terjalin dengan baik. Hal ini sangat strategis
untuk mengadopsi secara nasional untuk mengembangkan integrasi sosial skala
nasional.
2.2Konsep Integrasi pada Masyarakat
Multikultur
Integrasi berasal dari bahasa inggris "integration"
yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan.integrasi sosial dimaknai sebagai
proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan
masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang memilki
keserasian fungsi. (http://id.wikipedia.org/wiki/Integrasi_sosial). Integrasi juga merupakan suatu
keadaan di mana kelompok-kelompok etnik beradaptasi dan bersikap konformitas
terhadap kebudayaan mayoritas masyarakat, namun masih tetap mempertahankan
kebudayaan mereka masing-masing.Integrasi
memiliki 2 pengertian, yakni Pengendalian terhadap konflik dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial tertentu
. Membuat suatu keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur tertentu
Suatu integrasi sosial diperlukan agar masyarakat tidak
bubar meskipun menghadapi berbagai tantangan, baik merupa tantangan fisik
maupun konflik yang terjadi secara sosial budaya. Integrasi sosial akan terbentuk
apabila sebagian besar masyarakat memiliki kesepakatan tentang batas-batas
teritorial, nilai-nilai, norma-norma, dan pranata-pranata
sosial
Berbicara
mengenai integrasi dalam masyarakat mulikultur akan berhadapan langsung dengan
konsep etnisitas, karenatanpa adanya perbedaan entik konsep multicultural tidak
memiliki urgensi. Terkait dengan kesepakatan hidup bersama antar etnik, agama
dan budaya, bagi Indonesia sebagai bangsa pluralis sering menimbulkan
gejala-gejala yang mengarah pada disintegrasi bangsa (Siswomihardjo,1998).
Integrasi masyarakat bersifat
dinamis sehingga butuh penciptaan dan pengisian secara terus menerus
(Atmadja:1994). Masyarakat majemuk dihadapkan pada tantangan gelombang centrifugal
yang berasal dari intern dan ekstern.hal ini merupakan factor utama bagi bangsa
Indonesia, sehingga wajib harus dihadapi bersama dalam membentuk watak karakter
bangsa. idiologi integrative (Pancasila, Nasionalisme, Keindonesiaan) terwujud
melalui sejarah yang panjang dan telah terkristalisasi menjadi pilar penopang eksistensi
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Solidaritas merupakan akar dalam kehidupan
bersama yang eksis. Tanpa hal itu, maka Indonesia akan berhenti menjadi pelaku
dalam panggung sejarah Asia Tenggara. Ketakutan terhadap kemungkinan itulah
bangsa Indonesia dengan dasar Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika
adalah harga mati dalam melaksanakan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam
dinamika terakhir.(Pageh,2013:5)
Nasionalisme berbasis keindonesiaan
merupakan factor integral dalam menjaga eksistensi bangsa yang dikonsepkan
dalam Indonesia baru. Proses dekolonialisasi menuntut suatu perubahan dari oriental state yang batas-batas
teritorialnya merupakan warisan penjajah menuju suatu negara kesatuan, negara
menjadi entitas pilitik yang rial dan fungsional pada system yang diciptakan.
Kartodirdjo mengatakan bahwa posisi nasionalisme pasca kemerdekaan adalah
menetralisir pengaruh etnosentris dan pengaruh globalisme, sehingga suatu
masyarakat yang multikultur tetap terikat pada unity tanpa kehilangan identitas etniknya. (Pageh,2013:5). Secara
teoritis globalisasi dan otonomi daerah itu memiliki andil besar dalam menjepit
nasionalisme, sehingga butuh mengembangkan kearifan lokal untuk menangkal arus
globalisasi dan otonomi daerah itu.
2.3 TinjauanSistem Religi
Tradisi adalah kumpulan benda
material dan gagasan yang diberi makna khusus yang berasal dari masa
lampau.Dalam pengertian ini, tradisi hanya berarti bagian-bagian dari warisan
sosial khusus yang memenuhi syarat yakni tetap bertahan di masa kini.
Salah
satu tradisi yang masih terjaga sampai saat ini adalah ritual.Ritual sering
dikaitkan dengan kepercayaan dan keyakinan yang merupakan proses kejiwaan
dimana dengan kepercayaan itu orang seolah-olahmengesampingkan otak dengan cara
menerima jawaban-jawaban yang bersifat tradisional terhadap pertanyaan dasar
mengenai kehidupan. Secara lebih jauh Koentjaraningrat berpendapat bahwa dunia
gaib bisa dihadapi manusia dengan berbagai macam perasaan seperti, cinta,
hormat, bakti serta takut ngeri dan sebagainya.perasaan-perasaan tersebut
mendorong manusia untuk melakukan berbagai perbuatan yang bertujuan mencari
hubungan dengan dunia gaib yang dapat kita sebut sebagai kelakuan keagamaan.
Keberadaan
tradisi tidak dapat dilepaskan dari system religi masyarakat. Sistem religi
memiliki lima unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lain dan menjadi
system yang terintegrasi seperti dalam bagan beikut:
Bagan
01. Komponen Unsur Religi
Sumber: Koentjaraningrat (Beberapa
Pokok Antropologi Sosial. 1985)
Semua sistem religi itu dalam
fungsinya erat hubungannya satu dengan yang lain. sistem keyakinan menentukan sistem
ritual dan upacara, sistem ritual ini melahirkan dan mengembangkan unsur
religi. Umat beragama berfungsi sebagai pelaksana dalam ritual dan upacara demikian
pula kaitannya antara upacara dengan peralatan, sarana peralatan serta umat yang saling memerlukan. Anggota
umat yang menciptakan, mendesain dan membuat berdasarkan keyakinan yang dianut.
Menurut
Koentjaraningrat ritual sebagai satu sistem religi tidak terlepas dari unsur
religi yang lain yaitu: 1) Sistem Keyakinan/kepercayaan, 2) sistem ritual,
3)Waktu/tempat Ritual. adapun penjelasannya sebagai berikut:
2.3.1.
Sistem Keyakinan atau Kepercayaan
Dalam suatu religi, system keyakinan
berwujud pikiran-pikiran dan gagasan manusia tentang sifat-sifat Tuhan, wujud
dari alam gaib, terjadinya alam,dunia,akhirat wujud dan ciri kekuatan roh nenek
moyangroh jahat dan makhluk halus lainnya. wujud pikiran tersebut terdapat
dalam kasusastraan suci berupa ajaran, dongen serta mitologi yang menuturkan
tentang kehidupan dunia gaib (Koentjaraningrat, 1997:81).
Setiap manusia sadar akan adanya
suatu alam dunia yang tidak tampak, yang ada di luar batas pancaindera dan luar
batas akal.(Koentjaraningrat, 1985:23).Sistem keyakinan dalam suatu religi
dapat memberikan kontribusi pemahaman tentang hal-hal yang gaib dan lebih
penting dari semua itu adalah bahwa kepercayaan tersebutmemberitahukan
bagaimana alam gaib itu dapat dihubungkan dengan dunia manusia yang nyata.
2.3.2
Sistem Ritual
Sistem ritual dan upacara dalam
religi barwujud aktivitas dan tindakan dalam melaksanakan kebaktian kepada
Tuhan, dewa-dewa, roh nenek moyang serta makhluk gaib lainnya dimana upacara
yang dilaksanakan seluruhnya merupakan tindakkan yang penuh dengan lambang
untuk berkomunikasi.(Koentjaraningrat, 1985:42).Ritual memiliki fungsi dan
peranan tersendiri bago masyarakat bersangkuta.fungsi utama dari ritual adalah
untuk memenuhi berbagai manusia baik sebagai individu maupun dalam struktur
sosial.
Sifat dari upacara religidapat
dibagi menjadi dua yaitu: 1) bersifat peralihan yang disebut ritus, 2) bersifat
pengukuhan dan integritas yang disebut dengan upacara.Ritus dan Upacara itu
biasanya dilakukan secara berulang-ulang baik setiap hari ataupun berdasarkan
musim tergantng dari isi acaranya. unsur-unsur upacara seperti bersaji, berdoa,
berkorban, makan bersama yang telah disucikan dengan, menyanyi nyanyian suci,
barpawai, menari tarian suci, berpuasa,bertapa, dan bersemadhi
(Koentjaraningrat, 1985:44).
2.3.3
Waktu/Tempat Ritual
Menurut Koentjaraningrat (1990: 253)
yang dimaksud dengan tempat ritual adalah bangunan yang mempunyai fungsi khusus
untuk suatu perbuatan sacral.Tempat upacara yang disakralkan adalahtempat yang
khusus dan tidakboleh didatangi oleh orang yang tidak berkepentingan.Di suatu
tempat upacara harus berhati-hati dan memperhatikan berbagai macam pantangan
dan larangan.tempat upacara meliputi, tempat upacara dikalangan rumah tangga,
tempat upacara di pusat desa yang ditandai dengan adanya suatu bangunan
tertentu, kuburan, ladang dan sawah.
BAB III
METODE PENELITIAN
Dalam sebuah penelitian, langkah
yang paling menentukan keberhasilan penelitian adalah metode yang digunakan
dalam penelitian tersebut.Penelitian ini adalah penelitian tentang sejarah,
maka metode yang digunakan adalah metode penelitian sejarah. Kuntowijoyo
menyebutkan empat langkah dalam pelaksanaan penelitian sejarah yaitu:
1. Pengumpulan
Sumber (Heuristik)
2. Kritik
Sumber
3. Interpretasi
4. Penulisan
Sejarah (Historiografi)
Mengacu
pada metode yang di kemukakan oleh
Kuntowijoyo, maka tahapan dalam penulisan karya ini adalah sebagai berikut:
3.1 Pengumpulan Sumber Sejarah
(Heuristik)
Dalam bahasa inggris datum berarti sumber(sejarah) atau disebut
juga data sejarah, data dalam bahasa Latin, datum
berarti pemberian. lebih lanjut Widja (1988) mengatakan bahwa langkah pertama
yang harus dilakukan dalam menyusun cerita sejarah adalah usaha-usaha untuk
menemukan jejak-jejak sejarah, dalam metode sejarah langkah ini disebut
“heuristic” (dari bahasa Yunani “heuriskein”) yang berarti mencari atau
menemukan jejak sejarah.
dalam penyusunan karya ini penulis
melakukan kegiatan pengumpulan jejak-jejak sejarah berupa data-data yang
menjelaskan tentang kampung Muslim di Desa Angantiga Petang Badung dalam kaitan
dengan pembuatan Banten Caru Islam di Puri Carangsari. sumber tertulis yang
dikumpulkan berupa dokumen, manuskrip dan sebagainya. Sedangkan sumber tidak
tertulis berupa foto-foto bangunan dam masyarakat.serta hasil wawancara dengan
tokoh-tokoh masyarakat yang mengetahui tentang Kampung Muslim di Desa
Angantiga. Jejak-jejak tersebut kemudian dikumpulkan dengan menggunakan teknik
pengumpulan data yaitu:
a. Teknik
Observasi
Teknik
observasi adalah kegiatan pengamatan yang dilakukan secara langsung dengan
menggunakan indera penglihatan pada objek penelitian.Hal-hal yang diamati
terkait dengan keberadaan Kampung Muslim di Desa Angantiga yaitu dengan
mengamati rumah-rumah penduduk Muslim, lokasi, serta bangunan ibadah. Data-data
yang diamati tersebut kemudian dicatat dan di rekam sesuai topic kajian dalam
penelitian, sehingga data-data yang diperoleh sesuai dengan apa yang ada di
lapangan, dengan tujuan untuk mendapatkan data primer. Dalam penelitian ini,
observasi yang dilakukan bersifat non partisipan yaitu peneliti tidak terlibat langsung dalam
berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh masyarakat Muslim di Desa Angantiga.
b. Teknik
Wawancara
Teknik
wawancara adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara tanya jawab
responden dengan pewawancara. teknik ini dilakukan untuk mendapatkan data-data
spesifik dengan mengetahui psikologis atau pikiran dan perasaan dari responden.
Adapun teknik penentuan informan dalam wawancara adaaleh teknik purposive sampling yang dilanjutkan
dengan teknik bola salju (snow ball
sampling).tahap pertama yang dilakukan adalah mencari serorang informan
kunci yang dapat memberi petunjuk tentang keberadaan informan yang lain.
Informan kunci dalam penelitian ini adalah Kepala Kampung Muslim Desa Angantiga,
Prebekel Desa Angantiga, Kelian Dinas Desa Angantiga, Panglingsir Puri Carangsari. Informan
kunci inilah yang memberikan informasi tentang penelitian yang penulis lakukan
terkait Kampung Muslim di desa Angantiga serta kemudian menunjukkan narasumber
lain untuk dapat memberikan informasi lebih lanjut sesuai dengan kebutuhan
penelitian. Adpun hal-hal yang penulis wawancarai terkait penelitian adalah
Bagaimana sejarah berdirinya Kampung Muslim di Desa Angantiga, Bagaimana
hubungan Pembuataan Banten Caru Islam Kampung Muslim Angantiga dengan Puri
Carangsari. Informasi yang diperoleh akan dijadikan pedoman untuk memeproleh
informasi lebih lanjut dalam penelitian.
c. Teknik
Studi Dokumen
Teknik
studi dokumen adalah teknik yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data
yang diperoleh dari telaah terhadap dokumen yang mendukung seperti, monografi
desa Angantiga, Lontar Purana Puri Carangsari. beberapa sumber lain yang
digunakan untuk memeberi keterangan tentang penelitian ini adalah hasil
penelitian yang terkait dengan Kampung Muslim
di Bali dan di Desa Angantiga Badung serta dari sumber internet.
3.2 Kritik Sumber
Metode selanjutnya yang dilakukan
setelah pengumpulan data tentang Kampung Muslim adalah mengkritisi sumber yang
telah diperoleh dengan teknik pengecekkan keabsahan data.Hal ini dilakukan
dengan tujuan agar peneliti mendapatkan data yang objektif.adapun kritik sumber
yang dilakukan yaitu kritik ekstern dan kritik intern.
Kritik ekstern adalah usaha yang
dilakukan dengan menentukan keaslian sebuah sumber ( Pageh,2000:67). Kritik
ekstren dalam penelitian ini dilakukan terhadap sumber yang diperoleh seperti monografi
desa Angantiga, Lontar Purana Puri Carangsari. Kritik juga dilakukan terhadap
sumber lisan yang diperoleh dari dengan cara mengecek kemampuan seorang calon
informan dalam memberi keterangan serta kesediaannya dalam memberi informasi.
Kritik intern adalah usaha untuk
menetukan objektifitas data, apakah data yang terkumpul tersebut dapat
dipercaya.kritik intern dalam penelitian ini dilakukan pada sumber yang
diperoleh seperti monografi desa Angantiga, Lontar Purana Puri Carangsari
membandingkan dengan sumber lain. Sumber lisan yang didapatkan akan
dibandingkan keterangannya antara informan yang satu dengan yang lain. Kritik
terhadap sumber material dilakukan dengan mengecek benda peninggalan tersebut
dengan keterangannyya yang diperoleh dari informan.Pemeriksaan terhadap sumber
dalam penelitian ini adalah pemeriksaan silang (cross examination).Sehingga diharapkan penyusunan cerita sejarah
menjadi semakin sempurna (Widja,1988:22).
3.3 Interpretasi
Langkah selanjutnya dilakukan
setelah kritik Sumber adalah menginterpretasikan data yang telah diperoleh
yaitu melalui pemilihan setiap data yang sudah didapatkan. Data-data yang tidak
sesuai dengan masalah penelitian akan dikesampingan. dalam tahap ini sangat
dibutuhkan kemampuan penulis dalam memahami dan memberikan interpretasi
terhadap data yang ada, sehingga nantinya dapat menyusun carita sejarah yang
deskriptif-analitik tentang keberadaan Kampung Muslim di Desa Angantiga.
3.4 Historiografi
Historiografi adalah suatu kegiatan
menyusun data hasil penelitian secara kronologis menjadi sebuah karya tulis
yang ilmiah dalam kajian sejarah. Historiografi merupakan rekonstruksi
imajinatif masa lampau manusia berdasarkan bukti-bukti dan data yang diperoleh
melalui proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan
masa lampau. Dalam penulisan karya sejarah penulis menggunakan prinsip 5W+1H (What,Where,When,Who,Why, dan How). Dalam penulisan penelitian ini
juga tetap menggunakan prinsip-prinsip penulisan karya sejarah sebagai berikut:
2. Prinsip
Kronologis yaitu penyusunan urutan peristiwa mendasarkan pada urutan waktu
peristiwa.
3. Prinsip
Kausalitas yaitu kegiatan menganalisis hubungan sebab akibat antara peristiwa
satu dengan peristiwa yang lain.
4. Prinsip
Koligasi yaitu prosedur menerangkan satu peristiwa dengan jalan menelusuri
hubungan interinsik peristiwa yang satu dengan yang lain dan menentukan tempat
itu dalam peristiwa sejarah secara keseluruhan.
5. Prinsip
Imajinasi dari peneliti, yaitu prinsip untuk membangun hubungan antar
bagian-bagian sebagai bukti sejarah serta membangun gambaran masa lalu yang
bermakna( Pageh dalam Kerti 2008:41)
Komentar
Posting Komentar