Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa Dalam Pengelolaan Potensi Desa Unggahan Kecamatan Seririt Kabupaten Buleleng
Implementasi
kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan alat administrasi
hukum di mana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang bekerja
bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang
diinginkan.Implementasi kebijakan adalah bagian dari rangkaian
proses kebijakan publik. Dalam pandangan Edwards III,
implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yaitu: Komunikasi,
Sumberdaya, Disposisi dan Struktur organisasi. Alokasi dana desa
merupakan bagian yang terintegrasi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
(APBDesa) yang terdiri dari pendapatan desa, belanja desa dan pembiayaan desa.
Pada pendapatan desa termasuk diantaranya yaitu Pendapatan Asli Desa (PA Desa),
bagi hasil pajak Kabupaten/Kota, bagian dari retribusi Kabupaten/ Kota Alokasi
Dana Desa (ADD), bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah propinsi,
pemerintah Kabupaten/Kota dan desa lainnya, hibah dan sumbangan pihak ketiga. Alokasi Dana Desa atau ADD adalah bagian keuangan Desa yang
diperoleh dari Bagi Hasil Pajak Daerah dan Bagian dari Dana Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah yang diterima oleh Kabupaten.
Potensi desa merupakan
daya, kekuatan, kesanggupan dan kemampuan yang dimiliki oleh suatu desa yang
mempunyai kemungkinan untuk dapat dikembangkan dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.Secara garis besar potensi desa dapat dibedakan
menjadi dua; Pertama
adalah poteni fisik yang berupa tanah, air, iklim, lingkungan
geografis, binatang ternak, dan sumber daya manusia. Kedua adalah potensi non-fisik berupa
masyarakat dengan corak dan interaksinya, lembaga-lembaga sosial, lembaga pendidikan,dan
organisasi sosial desa, serta aparatur dan pamong desa. Secara umum tujuan
pengembangan potensi desa adalah untuk mendorong terwujudnya kemandirian
masyarakat Desa/Kelurahan melalui Pengembangan Potensi Unggulan dan Penguatan
Kelembagaan serta Pemberdayaan Masyarakat.
Dari
hasil penelitian ditemukan bahwa: Implementasi kebijakan alokasi dana desa
dalam pengelolaan Potensi Desa Unggahan Kecamatan Seririt Kabupaten Buleleng,
secara umum gambarkan bahwa implementasi Alokasi Dana Desa berhasil dan berjalan
sesuai tujuan dan tepat sasaran. Mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan dan evaluasi implemetasi Alokasi Dana Desa berjalan dengan baik.
Kata
Kunci : Implementasi Kebijakan,Alokasi Dana Desa, Potensi Desa
Implementasi
Kebijakan Alokasi Dana Desa Dalam Pengelolaan Potensi Desa Unggahan Kecamatan
Seririt Kabupaten Buleleng
Oleh : Kadek Widayani
Implementasi
kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan alat administrasi
hukum di mana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang bekerja
bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang
diinginkan.Implementasi kebijakan adalah bagian dari rangkaian
proses kebijakan publik. Dalam pandangan Edwards III,
implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yaitu: Komunikasi,
Sumberdaya, Disposisi dan Struktur organisasi. Alokasi dana desa
merupakan bagian yang terintegrasi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
(APBDesa) yang terdiri dari pendapatan desa, belanja desa dan pembiayaan desa.
Pada pendapatan desa termasuk diantaranya yaitu Pendapatan Asli Desa (PA Desa),
bagi hasil pajak Kabupaten/Kota, bagian dari retribusi Kabupaten/ Kota Alokasi
Dana Desa (ADD), bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah propinsi,
pemerintah Kabupaten/Kota dan desa lainnya, hibah dan sumbangan pihak ketiga. Alokasi Dana Desa atau ADD adalah bagian keuangan Desa yang
diperoleh dari Bagi Hasil Pajak Daerah dan Bagian dari Dana Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah yang diterima oleh Kabupaten.
Potensi desa merupakan
daya, kekuatan, kesanggupan dan kemampuan yang dimiliki oleh suatu desa yang
mempunyai kemungkinan untuk dapat dikembangkan dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.Secara garis besar potensi desa dapat dibedakan
menjadi dua; Pertama
adalah poteni fisik yang berupa tanah, air, iklim, lingkungan
geografis, binatang ternak, dan sumber daya manusia. Kedua adalah potensi non-fisik berupa
masyarakat dengan corak dan interaksinya, lembaga-lembaga sosial, lembaga pendidikan,dan
organisasi sosial desa, serta aparatur dan pamong desa. Secara umum tujuan
pengembangan potensi desa adalah untuk mendorong terwujudnya kemandirian
masyarakat Desa/Kelurahan melalui Pengembangan Potensi Unggulan dan Penguatan
Kelembagaan serta Pemberdayaan Masyarakat.
Dari
hasil penelitian ditemukan bahwa: Implementasi kebijakan alokasi dana desa
dalam pengelolaan Potensi Desa Unggahan Kecamatan Seririt Kabupaten Buleleng,
secara umum gambarkan bahwa implementasi Alokasi Dana Desa berhasil dan berjalan
sesuai tujuan dan tepat sasaran. Mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan dan evaluasi implemetasi Alokasi Dana Desa berjalan dengan baik.
Kata
Kunci : Implementasi Kebijakan,Alokasi Dana Desa, Potensi Desa
1.
Pendahuluan
Pemerintah Kabupaten Buleleng dalam rangka memberikan pelayanan atau pembinaan maka Pem Dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah
sesuai dengan Undang-Undang Nomor
9 tahun 2015 tentang Pemerintahan daerah menempatkan
pemerintahan desa atau kelurahan sebagai tingkatan pemerintahan paling bawah.
Dalam konteks ini, pemerintahan desa adalah merupakan subsistem dari sistem
penyelenggaraan pemerintahan nasional yang langsung berada di bawah pemerintah
Kabupaten. Pemerintah desa sebagai ujung tombak terdepan dalam sistem
pemerintahan daerah akan langsung berhubungan dan bersentuhan dengan
masyarakat. Karena itu, sistem dan mekanisme penyelenggaraan pemerintahan
sangat didukung oleh pemerintah desa, perangkat desa dan Badan Permusyawaratan
Desa (BPD) sebagai bagian dari pemerintah daerah. Struktur kelembagaan dan
mekanisme kerja disemua tingkatan pemerintah, khususnya pemerintah desa harus
diarahkan untuk dapat menciptakan pemerintahan yang peka terhadap perkembangan
dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
Desa
merupakan wilayah atau daerah yang sering kali luput dari perhatian banyak
orang khususnya dalam bidang pemerintahan, padahal jika ditelaah lebih dalam
ternyata desa adalah lapis pemerintahan yang bersentuhan langsung dengan
masyarakat. Reformasi otonomi daerah adalah harapan baru bagi pemerintah dan
masyarakat desa untuk membangun desanya sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi
masyarakat. Otonomi adalah satu peluang baru yang dapat membuka ruang
kreatifitas bagi aparatur desa dalam mengelola desa, misalnya pengelolaan
keuangan desa. Sementara itu, dari sisi masyarakat, poin penting yang dirasakan
pada era otonomi daerah adalah semakin transparannya pengelolaan pemerintahan
desa dan semakin pendeknya rantai birokrasi, dimana hal tersebut secara
langsung maupun tidak langsung berpengaruh positif terhadap jalannya
pembangunan desa.
Dalam
Peraturan Pemerintahan Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, Desa didefinisi
sebagai berikut : Kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Desa
dalam struktur kepemerintahan sebagai suatu organisasi pemerintahan yang
memiliki kewenangan untuk mengurus dan mengatur warganya. Posisi ini menjadi
sangat penting dikarenakan peran desa sebagai garda terdepan dalam
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia serta sebagian besar penduduk Indonesia,
yang bertempat tinggal di wilayah perdesaan. Oleh karena itu desa menjadi fokus
dan lokus segala urusan dan program pemerintah. Dalam rangka mengatur dan
mengurus pemerintahan desa maka sebagai konsekuensinya diperlukan implementasi
otonomi desa berupa pelimpahan kewenangan hendaknya disertai dengan sumber
pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana serta kepegawaian.
Pendanaan
atau pembiayaan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada keberhasilan
otonomi desa. Menurut Wasistiono (2006:107) bahwa autonomy identik dengan outo
money, maka untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri desa
membutuhkan dana atau biaya yang memadai sebagai dukungan pelaksanaan
kewenangan yang dimilikinya. Olehnya itu, maka pemerintah daerah diwajibkan
mengalokasikan dana perimbangan kabupaten kepada desa dengan memperhatikan
prinsip keadilan dan menjamin adanya pemerataan. Pemerintah Kabupaten Buleleng
mengalokasikan penganggaran pemerintahan desa salah satunya melalui Alokasi
Dana Desa (selanjutnya disingkat ADD) sebagaimana diamanatkan pada Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Keuangan
desa adalah semua hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintah
desa yang sangat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk
kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban tersebut. Pengelolaan
keuangan desa merupakan keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan,
penganggaran, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan
keuangan. Alokasi dana desa merupakan bagian yang terintegrasi dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) yang terdiri dari pendapatan desa,
belanja desa dan pembiayaan desa. Pada pendapatan desa termasuk diantaranya
yaitu Pendapatan Asli Desa (PA Desa), bagi hasil pajak Kabupaten/Kota, bagian
dari retribusi Kabupaten/ Kota Alokasi Dana Desa (ADD), bantuan keuangan dari
pemerintah, pemerintah propinsi, pemerintah Kabupaten/Kota dan desa lainnya,
hibah dan sumbangan pihak ketiga. Pengelolaan ADD merupakan satu kesatuan
dengan pengelolaan keuangan desa. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Pengelolaan ADD menganut
prinsip-prinsip yang tidak terpisahkan dari pengelolaan dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Desa (APBDesa) yaitu :
1.
Seluruh
kegiatan yang didanai ADD direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi secara
terbuka dengan melibatkan seluruh unsur masya rakat di desa.
2.
Seluruh
kegiatan harus dipertanggungjawabkan secara administrasi teknis dan hukum dan
menggunakan prinsip hemat, terarah dan terkendali. Prinsip-prinsip yang dianut
dalam pengelolaan alokasi dana desa dimaksudkan untuk memberikan
batasan-batasan yang harus dipenuhi selama dalam proses pengelolaan alokasi
dana desa tersebut.
Hal
tersebut bertujuan untuk meminimalisasi kemungkinan adanya penyimpangan dana
karena tidak adanya transparansi dalam pengelolaan, serta tidak dilibatkannya
masyarakat dalam perencanaan program hingga evaluasi. Dalam Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa menjelaskan
tentang tujuan alokasi dana desa yang terdiri dari : 1). Menanggulangi
kemiskinan dan kesenjangan 2). Meningkatkan perencanaan dan penganggaran
pembangunan di tingkat desa dan pemberdayaan masyarakat. 3). Meningkatkan
pembangunan infrastruktur perdesaan. 4). Meningkatkan pengalaman nilai-nilai
keagamaan, sosial budaya dalam rangka mewujudkan peningkatan sosial. 5).
Meningkatkan ketentraman dan ketertiban masyarakat. 6). Meningkatkan pelayanan
pada masyarakat desa dalam rangka pengembangan kegiatan sosial dan ekonomi
masyarakat. 7). Mendorong peningkatan keswadayaan dan gotong royong masyarakat.
8). Meningkatan pendapatan desa dan masyarakat desa melalui Badan Usaha Milik
Desa (BUMDesa).
Ketersediaan
dana pada desa tentunya sangat berpengaruh terhadap pembangunan desa terutama
pada pengembangan dan pengelolaan potensi desa. Karena dana yang rutin
diberikan oleh pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah pusat akan menjadi
pendongkrak pertumbuhan pembangunan potensi desa yang akan menghasilkan
pendapatan dan membuat desa mandiri serta berujung pada kesejahteraan
masyarakat desa.Sedangkan di Kabupaten Buleleng Pengelolaan Alokasi Dana Desa
berpedoman pada Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 12 Tahun 2016 Tentang
Keuangan Desa dan Perencanaan Pembangunan Desa dimaksud dijelaskan bahwa
Alokasi Dana Desa adalah dana yang dialokasikan oleh Pemerintah Kabupaten untuk
Desa yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan Pusat dan Daerah yang
diterima oleh Kabupaten termasuk bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah
kabupaten untuk desa setelah dikurangi belanja pegawai.
Salah
satu Desa yang ada di Kabupaten Buleleng adalah Desa Unggahan yang terletak di
Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, Propinsi Bali. Desa Unggahan rupanya
memperlihatkan peningkatan yang signifikan. Hal ini disebabkan adanya
peningkatan yang diperoleh dari pengembangan potensi desa. Dengan memaksimalkan
potensi yang ada menjadikan potensi desa sebagai sumber pendapatan desa di Desa
Unggahan. Oleh sebab itu maka menjadi penting saat dana rutin seperti Dana Bagi
Hasil Pajak dan Retribusi Daerah serta ADD (Alokasi Dana Desa) menjadi dana
awal pembangunan desa, dimana dapat peneliti lihat dari data Alokasi Dana Desa
yang diperoleh oleh Desa Unggahan cukup besar yakni Rp.209.725.940,- ( Dua
Ratus Sembilan Juta Tujuh Ratus Dua Puluh Lima Ribu Sembilan Ratus Empat Puluh
Rupiah ) di tahun 2016 yang nantinya di jadikan dana awal pembangunan Desa
Unggahan.
Implementasi
Dana Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah diberikan dan diawasi langsung oleh
pemerintah kabupaten sedangkan implementasi ADD yang berasal dari pemerintah
pusat tetapi pengawasannya dilakukan oleh pemerintah daerah. Oleh karena itu
implementasi ADD menjadi menarik untuk diteliti agar dapat mengetahui pengaruh
ADD terhadap perkembangan desa terutama pengelolaan potensi desa dimana ADD
berasal dari pemerintah pusat tetapi pertanggungjawaban dan pengawasan ada pada
pemerintah daerah. Karena pengawasan yang dilakukan bukan dari pemerintah pusat
melainkan dari pemerintah daerah akan mempunyai lebih banyak peluang
implementasi penggunaan ADD menjadi melenceng dari tujuan yang seharusnya.Jika
implementasinya tidak diawasi dengan sungguh-sungguh ini merupakan bukti bahwa
ADD menjadi rentan disalahgunakan dan pada akhirnya menghambat pembangunan desa
terutama pengembangan potensi-potensi desa tersebut.
Berdasarkan latar belakang
masalah yang telah diuraikan diatas, maka penelitian ini merumuskan beberapa
permasalahan, yaitu:
1.
Bagaimanakah
Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa Dalam Pengelolaan Potensi Desa di Desa
Unggahan Kecamatan Seririt Kabupaten Buleleng?
2.
Apa
Sajakah Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa Dalam
Pengelolaan Potensi Desa di Desa Unggahan Kecamatan Seririt Kabupaten Buleleng?
2. Lokasi dan Metode Penelitian
Penelitian ini berbentuk penelitian
kualitatif yaitu penelitian yang dilakukan pada situasi dan kondisi obyek yang
dialami dengan sasaran untuk mendapatkan sebuah jawaban dan juga pengungkapkan
berbagai persoalan yang menyangkut Implementasi kebijakan alokasi dana desa dalam
pengelolaan potensi Desa Unggahan Kecamatan Seririt Kabupaten Buleleng. Informan ditentukan dengan menggunakan
teknik purposive yaitu pada tahap
awal data di kumpulkan bersumber dari orang yang dapat memberikan informasi dan
pandangannya tentang Alokasi Dana Desa. Berdasarkan penjelasan di atas, maka
yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah Kepala
Desa, Sekretaris Desa, Kaur Desa, Kepala BPD, dan Warga
Desa Unggahan.Selain itu untuk memperkaya data yang diolah, maka peneliti juga
menggambil informan partisipan yang
dianggap mengetahui dan paham tentang permasalahan peneliti yang mengarah pada
jawaban yang sah dalam penelitian ini dan dapat dipertimbangkan dalam penarikan
kesimpulan. Adapun yang menjadi fokus dalam penelitian
ini adalah:
1.
Implementasi
Kebijakan Alokasi Dana Desa Dalam Pengelolaan Potensi Desa Unggahan Kecamatan
Seririt Kabupaten Buleleng meliputi :
1)
Komunikasi
2)
Sumberdaya
3)
Disposisi
4)
Struktur birokrasi
2.
Faktor-faktor
Pendukung dan Penghambat Implementasi
Kebijakan Alokasi Dana Desa Dalam Pengelolaan Potensi Desa Unggahan Kecamatan
Seririt Kabupaten Buleleng meliputi:
1.
kwalitas dan kwantitas Sumber Daya Manusia (SDM) perangkat desa.
2.
Kerjasama perangkat desa.
3.
Kondisi sosial ekonomi masyarakat.
4.
Sikap dan komitmen pelaksanaan
3. Hasil dan Pembahasan
1. Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa Dalam Pengelolaan Potensi
Desa Unggahan Kecamatan Seririt Kabupaten Buleleng
Sebagaimana amanat Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, otonomi daerah
secara tegas memberikan kewenangan kepada kabupaten dan desa dalam mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri. Untuk itu diperlukan sistem pengelolaan
keuangan daerah secara baik, benar, transparan dan akuntable. Berdasarkan hal
tersebut, daerah memiliki kewenangan untuk mengurus
kebijakan-kebijakan tentang desa, terutama dalam hal memberikan pelayanan,
peningkatan peran serta masyarakat dan keswadayaan, prakarsa, inovasi dan
pemberdayaan masyarakat desa guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Agar
penyusunan ADD menjadi baik harus sesuai dengan Teori Edward III yaitu:
Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi, dan Struktur Birokrasi.
a.
Komunikasi
Komunikasi adalah elemen penting untuk
menilai suatu kebijakan apakah berhasil atau tidak dalam pelaksanaannya. Karena
komunikasi akan berpengaruh terhadap penerimaan dari pelaksana. Bagian dari
komunikasi ini ada 3 yaitu penyaluran (transmisi), adanya kejelasan yang
diterima oleh pelaksaan agar dalam pelaksanaannya tidak membingungkan dan
adanya konsistensi dalam pelaksanaan kebijakan. Pada dasarnya komunikasi
merupakan proses bertukar pikiran dan informasi yang dibutuhkan oleh satu pihak
dengan pihak yang lainnya sehubungan dengan implementasi kebijakan alokasi dana
desa faktor komunikasi di dalam pelaksanaan kebijakan pengalokasian ADD
memiliki peran penting di dalam perencanaan pembangunan
b.
Sumber Daya
Variabel lainnya untuk menentukan
keberhasilan implementasi Alokasi Dana Desa adalah sumberdaya yang dibagi
menjadi beberapa elemen didalamnya yaitu: staf yang merupakan sumber daya utama
dalam implementasi. Staf yang bertugas sebagai pelaksana dalam implementasi
kebijakan Alokasi Dana Desa adalah orang yang berkompeten di bidangnya.
c.
Disposisi atau sikap.
Disposisi dalah variabel ketiga yang
mempengaruhi implementasi adalah sikap dari pelaksana yang disebut juga
disposisi. Disposisi adalah faktor penting dalam pendekatan mengenai
pelaksanaan suatu kebijakan publik. Pelaksana harus mengetahui apa yang akan
dilakukan dan juga memiliki kemampuan melaksanakannya.
d.
Struktur Birokrasi
Struktur birokrasi kebijakan yang
begitu kompleks menuntut adanya kerjasama banyak orang, ketika struktur
birokrasi tidak kondusif pada kebijakan yang tersedia, maka akan menghambat
jalannya kebijakan. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat
mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan melakukan koordinasi yang baik.
2.
Faktor-faktor Pendukung dan
Penghambat Implementasi Kebijakan
Alokasi Dana Desa
Dalam Pengelolaan Potensi Desa Unggahan
Dalam
sebuah kebijakan membutuhkan dukungan yang maksimal dari berbagai sisi.
Berhasil tidaknya sebuah kebijakan sangat tergantung adanya berbagai faktor
yang mendukung kebijakan tersebut. Dan sebaliknya, gagalnya suatu kebijakan
sangat tergantung pada adanya faktor-faktor penghambat yang mengganggu
kebijakan tersebut. Sehubungan dengan implementasi kebijakan alokasi dana Desa dalam pengelolaan potensi Desa
Unggahan Kecamatan Seririt Kabupaten Buleleng maka yang
menjadi faktor pendukung dan penghambat keberhasilan pelaksanaan kebijakan
tersebut adalah,
a.
Kualitas
dan kuantitas sumber daya manusia.Secara kualitas khususnya dari segi
pendidikannya, maka perangkat Desa Unggahan yang berjumlah 11 (sebelas) orang
yang berpendidikan tamatan SMA/sederajat. Untuk perangkat Desa, memiliki tingkat pendidikan setingkat
SMA memang sudah cukup. Jika ditambah lagi dengan pengalaman yang dimilikinya
dalam berhubungan dengan masyarakat, maka kualitas seseorang yang hanya tamatan
SMA tersebut sudah dirasa mampu untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.
b.
Kerjasama perangkat
desa. Faktor pendukung
lainnya untuk implementasi
kebijakan alokasi dana Desa dalam pengelolaan potensi Desa Unggahan Kecamatan
Seririt Kabupaten Buleleng adalah karena adanya kerjasama yang terjalin
baik selama ini. Hal itu terjadi karena mereka sama-sama mengabdi untuk
kepentingan masyarakat Desa Unggahan. Mereka juga sudah bekerja bersama-sama
sebagai perangkat desa Unggahan dalam waktu yang cukup lama, sehingga diantara
mereka telah tumbuh rasa persaudaraan, tidak hanya terbatas sebagai rekan
kerja.
c.
Kondisi sosial ekonomi
masyarakat. Dari jumlah KK miskin yang ada di wilayah Desa Unggahan juga
masih tergolong tinggi, yakni sebesar 12,09 % dari jumlah KK yang ada di desa
Unggahan. Data menunjukan bahwa jumlah
Rumah Tangga Miskin (RTM) di Desa Unggahan sampai Juni 2016 tercatat ada
sebanyak 200 KK miskin, atau sebesar 12.09 % dari jumlah KK sebanyak 3.206.
Keadaan tersebut menjadi faktor penghambat implementasi kebijakan alokasi dana Desa.
d.
Sikap dan komitmen
pelaksanaan. Beberapa faktor pendorong tersebut adalah :
1. Adanya
persepsi pelaksana yang mendukung ADD
2. Adanya
tindakan dan langkah langkah yang nyata dari pelaksana ADD, berupa penyusunan
RPD dan pelaksanaan kegiatan operasional pemerintahan Desa dan Pemberdayaan
masyarakat
Sedangkan
faktor penghambat dalam sikap pelaksanaan adalah kurangnya respon para
pelaksana ADD yang beranggapan bahwa kebijakan ADD adalah sebuah kebijakan
rutin belaka.
4. Simpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat ditarik
simpulan sebagai berikut:
1. Implementasi kebijakan alokasi dana desa dalam pengelolaan Desa
Unggahan Kecamatan Seririt Kabupaten Buleleng, secara umum gambarkan bahwa
implementasi Alokasi Dana Desa berhasil dan berjalan sesuai tujuan dan tepat
sasaran. Mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi
implemetasi Alokasi Dana Desa berjalan dengan baik.
2.
Faktor-faktor pendukung dan
pnghambat
implementasi
kebijakan alokasi dana desa dalam pengelolaan potensi Desa Unggahan Kecamatan
Seririt Kabupaten Buleleng kualitas dan kuantitas SDM
perangkat desa, kerjasama antar perangkat desa, dan kondisi sosial ekonomi
masyarakat pengguna layanan. Tingkat pendidikan yang rata-rata setingkat SMU,
menjadi faktor pendukung implementasi kebijakan di desa Unggahan. Juga adanya
kerjasama yang baik yang terjalin lewat seringnya bertemu dan adanya tujuan
yang sama dalam implementasi kebijakan ADD menjadi faktor pendukung lainnya. Sedangkan
kondisi sosial, menjadi faktor penghambat, di samping kondidi sosial ekonomi
masyarakat desa Unggahan yang sebagian besar bekerja sebagai buruh tani dan
karyawan swasta, ikut menjadi faktor penghambat implementasi kebijakan ADD.
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, maka disarankan hal-hal
sebagai berikut:
- Dalam upaya meningkatkan disposisi atau sikap pengelola sebagai implementasi kebijakan pengelolaan ADD, maka pengelola hendaknya membuat sistematika pelaporan pertanggungjawaban yang baik. Hal ini tidak hanya dilakukan untuk kegiatan pencairan dana tetapi juga sebagai pertanggungjawaban bagi masyarakat. Pembuatan papan informasi yang memuat laporan pertanggung jawaban merupakan salah satu hal yang dapat dilakukan sebagai upaya pertanggungjawaban kegiatan.
- Upaya peningkatan kualitas sumber daya pada pengelolaan ADD dapat dilakukan dengan penentuan kegiatan yang dilaksanakan secara tepat. Pelibatan masyarakat yang lebih baik akan memperkecil adanya alokasi dana yang kurang tepat.
- Dalam kaitannya dengan komunikasi pada pengelolaan ADD, perlu adanya upaya pemberian informasi yang lebih intensif kepada masyarakat. Komunikasi yang dibangun oleh pengelola pada masyarakat hendaknya dilakukan secara simultan baik dengan cara personal maupun kolektif.
- Dalam upaya peningkatan kualitas struktur birokrasi, maka pengelola ADD hendaknya melibatkan masyarakat secara tepat pada semua tahapan pengelolaan ADD.
Daftar Pustaka
Abdul Wahab, Solichin. 1997. Analisis
Kebijaksanaan : Dari Formulasi ke Implementasi. Kebijaksanaan Negara. Penerbit
PT Bumi Aksara. Jakarta.
Abidin, Said Zainal. 2004. Kebijakan Publik. Pancur Siwah. Jakarta.
Hendarso, Emy Susanti.
2007 . Metode Penelitian Sosial, Berbagai
Alternatif Pendekatan dalamBagong Suyanto dan Sutinah (ed), Penelitian Kualitatif : Sebuah Pengantar. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
Hubermen, Michael. 2009. Sumber Metode - Metode Baru. UI Press. Jakarta.
Islamy, M. Irfan. (1997). Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan
Negara. Sinar Grafika.Jakarta.
Moleong, Lexy J. 2000. Metode
Penelitian Kualitatif. Remaja Karya. Bandung.
Nasution, S. 2007. Metode
Penelitian Naturalistik Kualitatif. PT. Gramedia. Jakarta.
Nogroho,
Rianta. 2004. Kebijakan Publik:
Pormulasi, Implementasi dan Evaluasi. Media Eksel Koputindo. Jakarta.
Peraturan Daerah Kabupaten
Buleleng Nomer. 12 Tahun 2006 tentang Keuangan Desa dan Perencanaan Pembangunan
Desa. https://www.djpp.kemenkumham.go.id/files/id/2006/kabupatenbuleleng-8-2006.pdf
. Diakses juli, 20, 2016
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun
2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa. http://dki.kemenag.go.id/file/file/PeraturanMentri/jcls1363201576.pdf.
diakses selasa 25 april 2016.
Peraturan Pemerintah Nomer 72 Tahun 2005 tentang
Desa. https://www.hukum.unsrat.ac.id/pp/pp-72-2005.pdf.
Diakses Juli 25, 2016
Santoso, Gempur. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Prestasi Pustaka. Jakarta.
Silalahi, Gabriel Amin, 2009,Metodologi Penelitian dan Studi Kasus. Citra Media. Sidoarjo.
Subarsono, A. G. 2005. Analisis
Kebijakan Publik Konsep, Teori dan Aplikasi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. CV.
Alfabeta. Bandung.
Sukamadinata. 2006. Metode penelitian pendidikan.
Rosadakarya. Bandung.
Sunarto, Kamonto. 2004. Pengantar Sosiologi. Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
Sutrisno, Hadi. 2002. Metodologi Research Jilid II. Andi
Offset. Yogyakarta
Undang - Undang Nomer 9 tahun 2015 tentang
Pemerintahan Daerah. https://www.kpu.go.id/dmdocuments/uu-32-2004-pemerintahandaerah.pdf.
Diakses Juli, 25, 2016
Wasistiono, Sadu dan Tahir Irwan. 2006. Prospek Pengembangan Desa. Fokus Media.
Bandung.
Wibawa, Samodra, dkk. 1994. Evaluasi Keijakan Publik. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Miles, Mathew B. Michael Huberman. 1984. Qualitative Data Analysis : A Sourcebook Of New Methods. London;
Sage Publications, Inc
Komentar
Posting Komentar