Optimalisasi Pengelolaan Pendapatan Asli Desa Untuk Meningkatkan Pembangunan Perekonomian Desa Pada Desa Pejarakan Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng

BAB I PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang        
Pengelolaan pendapatan asli desa dilakukan dalam rangka penyelenggaraan pembangunan desa sebagai penambah dan pemasukan sumber pendapatan desa. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 77 tentang Desa, pengelolaan kekayaan milik desa dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat desa serta meningkatkan pendapatan desa. Permendagri Nomor 66 Tahun 2007 tentang perencanaan pembangunan desa menjelaskan bahwa pembangunan desa oleh pemerintah desa yang sebelumnya terbebani dengan program-program pembangunan dari pusat sekarang dapat lebih leluasa dan bebas dalam mengelola dan mengatur serta menentukan arah pembangunan desa secara mandiri.
Beberapa desa di Indonesia, contohnya Desa Sarimulyo adalah desa yang berada di Kabupaten Jember, tercatat belum secara optimal mengelola pendapatan asli desa dalam meningkatkan pembangunan perekonomian desa. Desa Sarimulyo membutuhkan pembangunan yang banyak agar dapat mensejahterakan masyarakatnya. Desa Sarimulyo juga membutuhkan dana yang banyak agar dapat mewujudkan pembangunan tersebut. Dengan demikian Desa Sarimulyo harus kreatif dan inovatif agar mampu menggali potensi-potensi yang ada di desa terutama dalam meningkatkan jumlah pendapatan asli desa. Oleh karena itu, Desa


Sarimulyo harus mengupayakan sumber-sumber pendapatan desa agar dapat meningkat sehingga mampu membiayai pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan Menurut Setyaningsih (2014)..
Kasus serupa juga teramati pada Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Secara umum, Desa Pejarakan memiliki pendapatan yang terdiri dari pendapatan asli desa dan pendapatan transfer. pendapatan asli desa yang diperoleh merupakan hasil usaha dari pasar desa, dan pengelolaan BUMDes (Badan Usaha Milik Desa). Berikut disajikan data mengenai pendapatan asli desa dan penyelenggaraan pembangunan desa.
Tabel 1.1
Rekapitulasi Pendapatan Asli Desa dan Penyelenggaraan Penbangunan Desa Pejarakan
Tahun
Pendapatan Asli Desa
Penyelenggaraan Pembangunan Desa 
2008
Rp.   93.790.296,54
Rp  118.689.200,00
2009
Rp  168.056.258,54
Rp  132.217.500,00
2010
Rp  142.314.903,73
Rp   86.019.000,00
2011
Rp  221.196.476,26
Rp  152.502.723,00
2012
Rp  194.902.584,23
Rp   86.654.500,00
2013
Rp   66.494.850,00
Rp  230.416.000,00
2014
Rp   99.035.525,00
Rp  298.863.000,00
2015
Rp   97.778.031,39
Rp  249.683.187,70
Sumber: Laporan Pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Pejarakan (2008-2015)
Dilihat dari Tabel 1.1 tersebut, terdapat kecenderungan hubungan yang searah antara besar pendapatan asli desa dan nilai pembangunan desa. Hal ini mengindikasikan adanya peran penting pendapatan asli desa terhadap


pembangunan desa. Maka dari itu, pendapatan asli desa perlu dikelola lebih baik lagi agar sejalan dengan arah pembangunan ekonomi desa. Pendapatan asli desa diharapkan dapat memajupembakan pembangunan ekonomi di Desa Pejarakan.
Data historis menunjukkan bahwa besarnya pendapatan asli desa sebagai salah satu komponen pos pendapatan masih tertinggal jauh dari pendapatan transfer. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam tabel 1.2 berikut yang menyajikan jumlah pendapatan asli desa dan pendapatan transfer di Desa Pejarakan.
Tabel 1.2
Rekapitulasi Pendapatan Asli Desa dan Pendapatan Transfer Desa Pejarakan
Tahun
Pendapatan Asli Desa
Pendapatan Transfer 
2008
Rp.   93.790.296,54
Rp  393.422.115,00
2009
Rp  168.056.258,54
Rp  342.031.392,87
2010
Rp  142.314.903,73
Rp  355.769.513,99
2011
Rp  221.196.476,26
Rp  399.297.027,16
2012
Rp  194.902.584,23
Rp  432.013.922,37
2013
Rp   66.494.850,00
Rp  774.366.010,00
2014
Rp   99.035.525,00
Rp  934.387.886,48
2015
Rp   97.778.031,39
 Rp2.439.591.356,67
Sumber: Laporan Pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Pejarakan (2008-2015)
Desa dituntut agar mandiri dalam menjalankan urusan pemerintahannya terutama dalam pengelolaan keuangan desa. Sumber pendapatan desa yang berasal dari pendapatan asli desa merupakan bentuk kemandirian desa dalam mengelola keuangan. Sehingga desa tidak tergantung dengan transfer dana yang berasal dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Dalam sistem pemerintahan yang ada saat ini, desa mempunyai peran yang strategis dalam


membantu pemerintah daerah dalam proses penyelenggaraan pemerintahan, termasuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat sebagai langkah nyata pemerintah daerah dalam mendukung otonomi daerah diwilayahnya. Pemerintah Desa khususnya Kepala Desa dalam membangun dan mengembangkan desa harus mengetahui cara mengelola dan menjalankan pemerintahan dengan baik terutama dalam pengelolaan pendapatan. Baik tidaknya suatu pengelolaan bergantung pada tata kelola pemerintah desa itu sendiri, sehingga penting bagi pemerintah desa untuk mengetahui dan mengerti cara mengelola desa dengan baik. Mengingat dan menyadari adanya hambatan dalam pembangunan suatu daerah maka perlu suatu alternatif paradigma pembangunan yang baru dimana semua kebutuhan masyarakat terjamin sampai ke plosok desa sehingga dibutuhkan daerah otonom untuk desa agar bisa mengelola sumber-sumber pembiayaannya untuk mensejahterakan masyarakat secara menyeluruh Rahardjo (2011).
Dalam pendapatan asli desa di Desa Pejarakan terdapat beberapa potensi yang belum dioptimalkan oleh pemerintah desa yang berpotensi sebagai pendapatan asli desa, diantaranya : pembentukan BUMDes, memperbaiki pasar desa, serta potensi dalam BUMDes yaitu desa wisata. Pembentukan BUMDes dengan merangkul wirausaha yang ada di Desa Pejarakan diharapkan dapat mengoptimalkan pendapatan asli desa, dimana hasil usaha dari BUMDes tersebut akan diberikan kepada Desa. Terdapat pula, dalam Peraturan Desa Pejarakan tentang Pembentukan Badan usaha Milik desa (BUMDes) Pasal 4 Tujuan pembentukan BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) di Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, antara lain : “Meningkatkan Pendapatan Asli Desa dalam rangka meningkatkan kemampuan Pemerintahan Desa dalam Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan serta Pelayanan Masyarakat, Mengembangkan potensi Perekonomian di Wilayah Pedesaan untuk mendorong tumbuhnya Usaha Perekonomian Masyarakat Desa secara Keseluruhan dalam rangka Pengentasan Kemiskinan, dan Menciptakan Lapangan Kerja, Penyediaan dan Jaminan Sosial”
Potensi tersebut diharapkan dapat meningkatkan perekonomian Desa Pejarakan melalui pengelolaan yang dilakukan secara transparansi dan akuntabilitas. Seperti yang dikatakan oleh Rahmanurrasjid (2008) transparansi masuk sebagai unsur dari akuntabilitas karena tak kan ada akuntabilitas tanpa transparansi. Transparansi berkaitan dengan keterbukaan atau lengkapnya informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban dalam pengelolaan baik dalam pos pendapatan maupun secara menyeluruh. Dimana pengelolaan yang nantinya akan dilakukan yaitu mulai dari perencanaan sampai adanya suatu pertanggungjawaban dan realisasi yang dilakukan. Dari latar belakang inilah penulis mengangkat judul mengenai “Optimalisasi Pengelolaan Pendapatan Asli Desa untuk Meningkatkan Pembangunan Perekonomian Desa pada Desa Pejarakan Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng”

1.2       Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan oleh peneliti dalam latar belakang penelitian, maka dapat dirumuskan masalah yang menjadi pokok bahasan penelitian ini adalah:
1.      Bagaimanakah pengelolaan Pendapatan Asli Desa di Desa Pejarakan?
2.      Bagaimana peran BUMDes untuk meningkatkan Pendapatan Asli Desa di Desa Pejarakan?
3.      Bagaimanakah strategi pengelolaan Pendapatan Asli Desa untuk meningkatkan perekonomian Desa di Desa Pejarakan?

1.3       Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1.    Untuk mengetahui bagaimanakah pengelolaan Pendapatan Asli Desa di Desa Pejarakan.
2.    Untuk mengetahui peran BUMDes untuk meningkatkan Pendapatan Asli Desa di Desa Pejarakan.
3.    Untuk mengetahui bagaimana strategi pengelolaan Pendapatan Asli Desa untuk meningkatkan perekonomian Desa di Desa Pejarakan.


1.4              Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoristis maupun praktis, antara lain:
1.   Manfaat Teoritis
      Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan pemahaman serta wawasan yang lebih luas mengenai pendapatan asli desa, khususnya yang mendorong tercapainya suatu pembangunan ekonomi desa yang mandiri dalam pelaksanaannya.
2.   Manfaat Praktis
a.   Bagi Peneliti
      Untuk meningkatkan, memperluas, dan menerapkan ilmu yang dimiliki secara teoritis dengan lebih mendalam dan dikaikan dengan kenyataan yang diperoleh selama peneliti melaksanakan penelitian.
b.   Bagi Desa Pejarakan
Peneliti mengharapkan agar penelitian ini dapat berguna bagi masyarakat  dan Pemerintahan Desa Pejarakan dalam hal memahami pengelolaan pendapatan asli desa yang baik, memahami peran penting BUMDes dalam meningkatkan perekonomian desa dan strategi-strategi yang disampaikan agar dapat meningkatkan perekonomian masyarakat desa serta masyarakat desa dapat menerapkannya.
b.   Bagi Akademi
Dapat digunakan sebagai acuan, pertimbangan dan perbandingan serta bahan perluasan topik untuk penulisan penelitian di masa yang akan datang jika ada yang akan meneliti tentang pengelolaan pendapatan asli desa serta BUMDes.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1       Konsep Pengelolaan
Pengelolaan diartikan sebagai penyelenggaraan suatu kegiatan. Pengelolaan bisa diartikan manajemen, yaitu suatu proses kegiatan yang di mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan-penggunaan sumber daya  sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditentukan  Soewarno Handayaningrat (1997).
Tujuan pengelolaan adalah agar segenap sumber daya yang ada seperti, sumber daya manusia, peralatan atau sarana yang ada dalam suatu organisasi dapat digerakan sedemikian rupa, sehingga dapat menghindarkan dari segenap pemborosan waktu, tenaga dan  materi guna mencapai tujuan yang diinginkan. Pengelolaan dibutuhkan dalam semua organisasi, karena tanpa adanya pengelolan atau manajemen semua usaha akan sia-sia dan pencapaian tujuan akan lebih sulit. Disini ada beberapa tujuan  pengelolaan :
1.        Untuk pencapaian tujuan organisasi berdasarkan visi dan misi.
2.        Untuk menjaga keseimbangan di antara tujuan-tujuan yang saling bertentangan. Pengelolaan dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan antara tujuan- tujuan, sasaran- sasaran dan kegiatan-kegiatan yang saling bertentangan dari pihak yang perkepentingan dalam suatu organisasi.
3.        Untuk mencapai efisien dan efektivitas. Suatu kerja organisasi dapat diukur dengan banyak cara yang berbeda. Salah satu cara yang umum yaitu efisien dan efektivitas.
Pengelolaan yang baik merupakan pondasi bagi pengembangan setiap organisasi, baik organisasi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja dan  organisasi lainnya. Dengan pengelolaan yang baik, hal ini mengindikasikan bahwa organisasi telah memenuhi persyaratan dan memiliki perangkat minimal untuk memastikan kredibilitas, integritas dan otoritas sebuah institusi dalam membangun aturan, membuat keputusan serta mengembangkan program dan kebijakan yang merefleksikan pandangan dan kebutuhan anggota. Utamanya, melalui pengelolaan yang baik, organisasi memelihara kepercayaan anggota meningkatkan reputasi, serta memengaruhi anggota-anggotanya melalui interaksi yang dibangunnya. Kegagalan diterapkannya pengelolaan yang baik dalam oganisasi pengusaha, tidak hanya menghancurkan reputasi, serta mengurangi efektivitas organisasi, akan tetapi juga berdampak negatif terhadap reputasi mereka yang diwakilinya. Pengelolaan yang baik merupakan elemen penting untuk memastikan organisasi bekerja sesuai dengan kepentingan anggotanya.
Menurut Terry  (2006 ) menejelaskan bahwa pengelolaan yang baik meliputi :
1.             Perencanaan (Planning) adalah pemilihan fakta-fakta dan usaha menghubungkan fakta satu dengan lainnya, kemudian membuat perkiraan dan peramalan tentang keadaan dan perumusan tindakan untuk masa yang akan datang yang sekiranya diperlukan untuk mencapai hasil yang dikehendaki.
2.             Pengorganisasian (Organizing) diartikan sebagai kegiatan mengaplikasikan seluruh kegiatan yang harus dilaksanakan antara kelompok kerja dan menetapkan wewenang tertentu serta tanggung jawab sehingga terwujud kesatuan usaha dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
3.             Penggerakan (Actuating) adalah menempatkan semua anggota daripada kelompok agar bekerja secara sadar untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan sesuai dengan perencanaan dan pola organisasi.
4.             Pengawasan (Controlling) diartikan sebagai proses penentuan yang dicapai, pengukuran dan koreksi terhadap aktivitas pelaksanaan dan bilamana perlu mengambil tindakan korektif terhadap aktivitas pelaksanaan dapat berjalan menurut rencana.
Dimana dalam pengelolaan keuangan desa, terdapat asaz pengelolaan keuangan desa, yang meliputi :
1.    Transparan
Menurut Nordiawan (2006) dalam Budiadnyana (2016) transparan memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang-undangan. Transparan adalah prinsip yang menjamin  akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang di capai.
2.    Akuntabel
Tata kelola pemerintahan yang baik merupakan salah satu tuntutan masyarakat yang harus dipenuhi. Salah satu pilar tata kelola tersebut adalah akuntabilitas. Sabeni dan Ghozali (2001) dalam Budiadnyana (2016) menyatakan “Akuntabilitas dan pertanggungjawaban (accountability) merupakan suatu bentuk keharusan seorang (pimpinan/pejabat/pelaksana) untuk menjamin bahwa tugas dan kewajiban yang diembannya sudah dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku. Akuntabilitas dapat dilihat melalui laporan tertulis yang informative dan transparan”.
3.    Partisipatif
Partisipasi menurut Sujarweni, V. Wiratna (2015) dalam Budiadnyana (2016) adalah prinsip dimana bahwa setiap warga desa pada desa yang bersangkutan mempunyai hak untuk terlibat dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintahan desa dimana mereka tinggal. Keterlibatan masyarakat dalam rangka pengambilan keputusan tersebut dapat secara langsung dan tidak langsung. Dari penjelasan diatas dapat di paparkan bahwa terdapat 3 unsur yang penting pada asaz-asaz pengelolaan keuangan yaitu transparan, akuntabel, dan partisipatif.

2.2       Pemerintahan Desa dan Pengelolaan Keuangan Desa
2.2.1    Desa
Dikutip dari Budiadnyana (2016) kata “desa” berasal dari bahasa India “swadesi” yang berarti tempat asal, tempat tinggal, negeri asal, atau tanah leluhur yang merujuk pada satu kesatuan hidup, dengan satu kesatuan norma, serta memiliki batas yang jelas.
Desa dalam pengertian umum adalah sebagai suatu gejala yang bersifat universal, terdapat dimanapun di dunia ini, sebagai suatu komunitas kecil, yang terikat pada lokalitas tertentu baik tempat tinggal (secara menetap) maupun bagi pemenuhan kebutuhannya, dan terutama yang tergantung pada sektor pertanian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, desa adalah kesatuan wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga yang mempunyai sistem pemerintahan sendiri (dikepalai oleh seorang Kepala Desa) atau desa merupakan kelompok rumah diluar kota yang merupakan kesatuan.
UU No. 32 Tahun 2004, mengartikan desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menurut Permen No. 113 Tahun 2014, Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2.2.2        Sistem Pemerintahan Desa
Secara etimologi, sistem berasal dari bahasa Yunani “sistemo” sedangkan dalam Bahasa Inggris dikenal dengan “sistem” yang mempunyai satu pengertian yaitu sehimpunan komponen atau bagian yang saling berhubungan secara teratur dan merupakan satu keseluruhan yang tidak terpisahkan. Sistem adalah sekelompok elemen yang terintegrasi dengan maksud yang sama untuk mencapai suatu tujuan Raymond (2001).
Pengertian pemerintahan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai: pertama, sebagai proses, cara, perbuatan pemerintah. Kedua, segala urusan yang dilakukan negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyat dan kepentingan negara. Sementara menurut Yuli dalam artikelnya yang berjudul Sistem Pemerintahan Desa tahun 2013, pengertian pemerintahan dalam arti luas adalah  semua lembaga negara yang oleh Konstitusi Negara yang bersangkutan disebut sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan. Dalam arti sempit, pemerintah adalah lembaga-lembaga negara yang memegang kekuasaan eksekutif saja.
Menurut Permen No. 113 Tahun 2014 Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan menurut UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, yang dimaksud dengan pemerintahan desa adalah kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dan yang dibantu oleh perangkat desa atau yang disebut dengan nama lain.



Dari pengertian sistem, pemerintah, pemerintahan, dan desa, dapat disimpulkan pengertian pemerintahan desa adalah sebuah kesatuan pemerintahan yang ada di wilayah pemerintahan daerah, yang berwenang mengatur kepentingan masyarakat dengan pembuatan dan pelaksanaan kebijakan, berdasarkan kesatuan asal-usul, teritorial, kekerabatan, dan nilai setempat, berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, untuk mensejahterakan masyarakatnya. Struktur organisasi pemerintahan desa dinas dapat di lihat pada gambar 2.1.

2.2.2        Penyelenggaraan  dan Pengawasan Pemerintahan Desa
Proses penyelenggaraan pemerintahan desa diatur dalam UU No. 5 Tahun 1979. Berdasarkan struktur organisasi tersebut dapat dilihat bahwa unsur pemerintahan desa terdiri dari kepala desa dan lembaga musyawarah desa.  Kepala desa sebagai pucuk pimpinan desa, dibantu oleh sekretaris desa dan kepala dusun.
Menurut perundang-undangan, kepala desa memegang peranan sebagai lembaga eksekutif, untuk membentuk peraturan, pelaksanaan kebijakan, penyelesaian sengketa, melakukan pembinaan masyarakat, juga berkewajiban untuk melaksanakan pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan professional, efektif, efisien, dan bersih. Melalui UU No. 6 Tahun 2014, masa jabatan kepala desa diperpanjang menjadi selama 6 (enam) tahun untuk satu kali masa jabatan, dan bisa dipilih kembali sampai tiga kali. Dalam melakukan fungsi penyelenggaraan pemerintahan, kepala desa dibantu sekretaris desa yang mengurusi urusan administrasi dan kesekretariatan desa. Kepala desa juga dibantu untuk menangani masing-masing bidang urusan khusus, oleh kepala urusan (kaur). Sementara kepala dusun berfungsi sebagai pelaksana kebijakan kepala desa, untuk disosialisasikan dan diterapkan di wilayahnya (dusun).
Dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, posisi kepala desa disejajarkan dengan lembaga musyawarah desa, yakni Badan Permusyawaratan Desa, yang berfungsi sebagai legislatif di tingkat desa. Sama halnya dengan Dewan Perwakilan Rakyat, BPD juga memiliki fungsi anggaran, legislasi, dan pengawasan, dalam tata kelola pemerintahan desa. Badan Permusyawaratan Desa juga berkewajiban untuk menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, sehingga pemerintahan dan pembangunan desa selalu sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat desa.
Jika dikaitkan dengan perwujudan pemerintahan yang transparan dan akuntabel, peran BPD sebagai pengawas menjadi sangat penting. Fungsi pengawasan yang dipangku BPD, bisa menjadi salah satu instrumen perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik. Sehingga good government governance bisa tercipta dari lingkup pemerintahan yang terdekat dengan masyarakat.
Secara singkat, penyelenggaraan pemerintahan bisa dipaparkan bahwa  sekretaris desa, kepala urusan, kepala dusun, bertanggungjawab kepada kepala desa sebagai puncak pimpinan pemerintahan desa. Sementara BPD berperan sebagai pengawas dan bekerjasama dengan kepala desa untuk urusan pemerintahan desa, dalam upaya mensejahterakan masyarakat desa.
Setiap tahun, kepala desa wajib untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan berupa Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) kepada bupati melalui camat, untuk menilai penyelenggaraan pemerintahan desa dan memutuskan pembinaan lebih lanjut. Dan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) kepada Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai pengawas pemerintah desa. Widjaja (2004) memaparkan bahwa pada setiap tahun, kepala desa wajib untuk menyampaikan laporan kepada BPD sebagai wujud pengawasan, dengan gambar 2.2 sebagai berikut:

 
2.2.2      Pengelolaan Keuangan Pemerintahan Desa
Mengacu pada Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng No. 12 Tahun 2006 Tentang Keuangan Desa dan Perencanaan Pembangunan Desa, selama ini sumber pendapatan desa adalah:
1.    Pendapatan asli desa yang meliputi: hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong dan pendapatan asli desa lainnya yang sah.
2.    Bagi hasil pajak daerah kabupaten sebesar 10% (sepuluh per seratus) untuk desa dan dari retribusi kabupaten sebagian diperuntukkan bagi desa diatur dengan Peraturan Bupati.
3.    Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh  kabupaten diperuntukkan bagi desa paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) yang pembagiannya untuk setiap desa secara proporsional yang merupakan dana alokasi desa.
4.    Bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan.
5.    Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak meningkat.
Khusus untuk memperoleh Alokasi Dana Desa (ADD), kepala desa terlebih dahulu harus menyusun anggaran atau semacam proposal yang akan diajukan kepada bupati. Kemudian bupati akan menilai kelayakan dari anggaran tersebut, untuk kemudian memutuskan jumlah yang akan disetujui untuk dicairkan. Untuk mengelola pendapatan-pendapatan ini, pemerintah desa wajib menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). APBDes disusun oleh kepala desa bersama BPD. Penyusunan APBDes ini tentunya disesuaikan dengan aspirasi masyarakat, dengan tetap memperhatikan asas keadilan.
Di akhir tahun anggaran, laporan realisasi APBDes disampaikan kepada bupati melalui camat, bersama dengan laporan pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan. Kepala desa juga wajib membahas laporan ini bersama dengan BPD, dan BPD berhak untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis terkait laporan-laporan tersebut. Prosedur ini tercantum dalam pasal 61 huruf a, UU No. 6 Tahun 2014, yang berbunyi:
“Badan Permusyawaratan Desa berhak mengawasi dan meminta keterangan tentang penyelenggaraan pemerintahan desa kepada pemerintah desa.”
           
2.3          Teori Akuntabilitas Dalam Pengelolaan Keuangan
2.3.1    Konsep Akuntabilitas
Akuntabilitas merupakan hal yang penting dalam pemerintahan yang merupakan salah satu prinsip dari good governance. Bahkan Frank Bealey dalam Mukhlida (2013) mengungkapkan akuntabilitas sebagai salah satu unsur penting dari demokrasi. Atmadja, dkk (2013) dalam buku Akuntansi Manajemen Sektor Publik, mengatakan bahwa akuntabilitas adalah konsep etika yang dekat dengan administrasi publik, yang mempunyai beberapa arti yang sering disinonimkan dengan konsep dapat dipertanggungjawabkan (responsibility), dapat dipertanyakan (answeability), dapat dipersalahkan (blameworthiness), dan yang mempunyai ketidakbebesan (liability).
2.3.2        Akuntabilitas Keuangan
Menurut Rosjidi (2001), tipe akuntabilitas dapat dikategorikan menjadi 2, yakni:
1.        Akuntabilitas internal, adalah kewajiban bawahan untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada atasan, secara hierarki.
2.        Akuntabilitas ekternal, yaitu akuntabilitas yang melekat pada organisasi, untuk mempertanggungjawabkan semua amanat yang diberikan kepadanya, kepada pihak ekternal dan lingkungannya (masyarakat atau stakeholder lainnya).
Elwood (1993) dalam Mardiasmo (2004) menyebutkan, akuntabilitas publik terdiri dari 5 dimensi, yakni:
1.        Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum. Akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan, dan akuntabilitas hukum terkait jaminan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain dalam mengelola dana publik.
2.        Akuntabilitas proses, terkait dengan apakah prosedur yang digunakan dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik. Akuntabilitas proses dapat dilihat dari pemberian pelayanan publik yang responsif, dan murah. Akuntabilitas ini juga bisa dinilai dengan mengawasi sistem tender atau adakah pungutan diluar ketentuan yang dikenakan.
3.        Akuntabilitas program, yakni pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai dengan program yang direncanakan. Dan apakah telah mempertimbangkan program alternatif lain yang memberikan hasil optimal dengan biaya minimal.
4.        Akuntabilitas kebijakan, terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah atas kebijakan-kebijakan yang terlah diambil, kepada masyarakat luas.
5.        Akuntabilitas finansial, terkait pertanggungjawaban lembaga publik atas penggunaan dana publik secara ekonomis, efisien, dan efektif, tidak pemborosan dan kebocoran,  ataupun korupsi. Akuntabilitas ini sangat penting karena pengelolaan dana umumnya menjadi perhatian utama masyarakat luas.
Sesuai dengan paradigma pemerintahan baru, prinsip value for money sangat penting dalam setiap penyusunan anggaran pemerintah. Prinsip ini berarti diterapkannya tiga pokok dalam proses penganggaran yaitu ekonomis, efisiensi, dan efektif. Ekonomis berkaitan dengan pemilihan dan penggunaan sumber daya dalam jumlah dan kualitas tertentu pada harga yang murah. Efisiensi berarti bahwa penggunaan dana masyarakat tersebut dapat menghasilkan ouput yang maksimal (berdaya guna). Efektifitas berarti bahwa penggunaan anggaran tersebut harus mencapai target-target atau tujuan yang direncanakan. Berdasarkan konsep ini, akuntabilitas keuangan tidak hanya menyangkut persoalan dana, tetapi juga secara langsung terkait dengan setiap program, rencana, ataupun kebijakan yang disusun pemerintah. Lebih lanjut,  Kaho (1997) dalam Subroto (2009) menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan dan pembangunan, dan keuangan inilah yang merupakan salah satu dasar dari kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri. Maka dari itu, dalam penelitian ini, akuntabilitas keuangan adalah konsep mendasar yang akan menjadi pembahasan yang mendukung pokok bahasan. Sebab, proses penganggaran keuangan publik harus memenuhi konsep value for money, dan hasil evaluasi terhadap pengelolaan akan menentukan penilaian publik terhadap entitas tersebut. Selain itu, jika dikaitkan dengan fungsi pendanaan dalam pemerintahan, akuntabilitas keuangan juga telah mewakili bagaimana akuntabilitas lain, seperti akuntabilitas program, kebijakan, proses, ataupun kepatuhan, ditaati oleh para penyelenggara pemerintahan.  Sehingga paradigma ini meletakkan posisi akuntabilitas keuangan menjadi sesuatu yang penting.
2.3.3        Unsur Akuntabilitas
Dalam sebuah sistem, terdapat unsur-unsur yang  memiliki fungsi tertentu dan bekerja dengan proses tertentu dalam mencapai tujuan sistem. Intinya, unsur-unsur ini harus ada saling terkait untuk mencapai suatu tujuan. Dalam akuntabilitas, unsur-unsur akuntabilitas bisa dikatakan sebagai komponen-komponen yang harus ada atau dicapai, agar suatu organisasi dapat dikatakan akuntabel.
Koppell (2005) pada artikel Akuntabilitas Birokrasi Publik, mengajukan lima unsur akuntabilitas, yang menjelaskan dalam kondisi apa dari setiap dimensi tersebut, sebuah organiasasi dikatakan akuntabel. Kelima dimensi tersebut adalah transparansi, liabilitas, kontrol, responsibilitas, dan responsivitas. Kelima kategori tersebut tidaklah mutually exclusive, yaitu organisasi bisa saja akuntabel dilihat dari beberapa pandangan. Meski demikian, transparansi dan liabilitas dipandang mendasari konsep akuntabilitas dalam segala bentuk manifestasinya.
1.        Transparansi adalah nilai utama dari akuntabilitas, dimana individu atau organisasi dikatakan akuntabel apabila ia mampu menjelaskan atau menilai tindakan atau aksinya. Dengan demikian, individu atau organisasi yang akuntabel tidak dapat menyembunyikan kesalahan atau menghindarkan dirinya dari sebuah penyelidikan. Transparansi merupakan instrumen yang paling penting untuk menilai kinerja organisasi, sebuah persyaratan kunci bagi semua dimensi akuntabilitas lainnya. Sebuah organisasi yang transparan menjamin akses kepada publik, pers, kelompok kepentingan, dan pihak lainnya yang memiliki kepentingan. Transparansi juga mensyaratkan kebenaran informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan publik. Transparansi masuk sebagai unsur dasar dari akuntabilitas karena tak akan ada akuntabilitas, tanpa transparansi (Rahmanurrasjid, 2008).
2.        Liabilitas merupakan dimensi yang mensyaratkan individu dan organisasi untuk dapat menghadapi segala konsekuensi yang melekat pada kinerja. Berdasarkan konsepsi ini, individu dan organisasi harus liable akan tindakan atau aksinya, memberikan ganjaran atau hukuman ketika terjadi pelanggaran, dan memberikan reward ketika individu memberikan kesuksesan bagi organisasi. Pengungkapan pelanggaran ataupun kinerja yang lemah akan percuma bila tanpa adanya liabilitas, sehingga akan menurunkan derajat akuntabilitas.
3.        Kontrol. Konsep kontrol ini adalah jika perilaku X dapat menyebabkan perilaku Y, maka dapat dikatakan X mengontrol Y – sehingga Y akuntabel kepada X. Hal ini berlaku pula dalam sistem birokrasi, yang menekankan pola hubungan antara principal dan agent seperti yang telah diuraikan di awal tulisan ini. Konsepsi ini merupakan starting point untuk menganalisis akuntabilitas organisasi. Sejalan dengan konsepsi ini, kontrol kepada birokrasi pemerintahan sebagai elemen penting dari akuntabilitas. Birokrasi pemerintahan harus menjalankan kehendak publik yang terefleksikan melalui wakil-wakilnya dalam lembaga perwakilan (legislatif). Berdasarkan konsep ini, dapat disimpulkan bahwa jika ingin melakukan kontrol, maka harus  dilakukan melalui mekanisme pengawasan, baik internal maupun eksternal. Pengawasan ini akan berfungsi untuk membatasi perilaku agen, agar sesuai dengan ketentuan dan apa yang diamanatkan prinsipal.
4.        Responsibilitas merupakan elemen kunci karena birokrat yang akuntabel tidak harus mengikuti aturan atau perintah, tetapi harus menggunakan keahliannya yang dibatasi oleh standar profesional dan moral. Tidak mengherankan bila beberapa pengamat menilai bahwa standar profesional dapat menghindarkan kontrol melalui subtitusi kepentingan-kepentingan profesional untuk publik concerns.
5.        Responsivitas berkaitan dengan keinginan dari konstituen organisasi atau klien. Dengan demikian responsivitas cenderung menekankan pendekatan yang berorientasi pelanggan (customer-oriented approach) seperti yang disarankan dalam gerakan reinventing government. Setidaknya ada dua konsepsi responsivitas, yakni penekanan pada tuntutan pihak yang dilayani dan penekanan pada kontrol. Konsepsi pertama berfokus pada tuntutan dari pihak yang dilayani, artinya, sebuah organisasi dikatakan akuntabel jika ia mampu mencapai sebuah sasaran substantif atau memenuhi kebutuhan tertentu. Dalam pemahaman kontrol, apabila sebuah lembaga birokrasi mendapatkan perintah maka akuntabilitas dinilai berdasarkan kepatuhan dalam melaksanakan perintah tersebut. Pada intinya, organisasi dikatakan responsif (akuntabel) jika mampu memenuhi kebutuhan dari populasi yang dilayaninya. Hal ini kadang dideskripsikan sebagai pandangan mendasar dari akuntabilitas.
Untuk mewujudkan akuntabilitas, Atmadja, dkk (2013) juga berpendapat bahwa untuk menilai pencapaian  akuntabilitas yang baik,  adalah dengan digunakannya pengukuran kinerja Value for Money. Berdasarkan hal ini, maka suatu program atau kegiatan bisa dikatakan akuntabel jika telah memenuhi elemen value for money, yakni: ekonomis (spending less), efisien (spending well), efektif (spending wisely).

2.4       Optimalisasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, optimalisasi adalah berasal dari kata dasar optimal yang berarti terbaik, tertinggi, paling menguntungkan, menjadikan paling baik, menjadikan paling tinggi, pengoptimalan proses, cara, perbuatan mengoptimalkan (menjadikan paling baik, paling tinggi, dan sebagainya) sehingga optimalisasi adalah suatu tindakan, proses, atau metodologi untuk membuat sesuatu (sebagai sebuah desain, sistem, atau keputusan) menjadi lebih/sepenuhnya sempurna, fungsional, atau lebih efektif. Menurut Machfud Sidik (2002) berkaitan dengan optimalisasi suatu tindakan/kegiatan untuk meningkatkan dan mengoptimalkan. Untuk itu diperlukan intensifikasi dan ekstensifikasi subyek dan obyek pendapatan. Dalam jangka pendek kegiatan yang paling mudah dan dapat segera dilakukan adalah dengan melakukan intensifikasi terhadap obyek atau sumber pendapatan daerah yang sudah ada terutama melalui pemanfaatan teknologi informasi.
Pendapatan asli desa dapat dioptimalkan melalui berbagai tindakan maupun proses yang nantinya akan dapat meningkatkan pendapatan itu sendiri. Tindakan yang digunakan dapat berupa pengelolaan terhadap pendapatan asli desa sendiri dengan meningkatkan potensi-potensi yang dapat menjadi pendukung dalam pendapatan asli desa. Dimana potensi tersebut dapat dilihat dari komponen Pendapatan asli desa yaitu dari hasil usaha, retribusi daerah dan yang lainnya. Hasil usaha tersebut dapat ditingkatkan melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang ada di Desa Pejarakan Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng. Terdapat beberapa potensi BUMDes yang berpotensi dijadikan untuk pendapatan asli desa, dengan demikian beberapa potensi tersebut akan dioptimalkan atau ditingkatkan lagi guna menambah dan meningkatkan pendapatan asli desa untuk menunjang pembangunan perekonomian desa.

2.5       Pembangunan Desa
Pembangunan perdesaan harus dilihat sebagai upaya mempercepat pembangunan perdesaan melalui penyediaan sarana dan prasarana serta upaya mempercepat pembangunan perekonomian daerah yang efektif dan kokoh Adisasmita (2006) dalam Amanda (2015). Tujuan pembangunan yaitu untuk mempercepat terwujudnya masyarkat adil dan makmur yang menjadi alasan utama diproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Sasaran (target) merupakan hasil yang diharapkan atas adanya suatu program atau keluaran yang diharapkan dari suatu kegiatan, Sumpeno (2011) dalam Amanda (2015). Pembangunan desa terdapat dua aspek penting yang menjadi objek pembangunan. Secara umum, pembangunan desa merurut Adisasmita (2006) meliputi dua aspek utama yaitu :
1.    Pembangunan desa dalam aspek fisik, yaitu pembangunan yang objek utamanya dalam aspek fisik (sarana, prasarana dan manusia) di pedesaan seperti jalan desa, bangunan rumah, pemukiman, jembatan, bendungan, irigasi, saranan ibadah, pendidikan (hardware berupa sarana prasarana pendidikan, dan software berupa segala bentuk pengaturan, kurikulum dan metode pembelajaran), keolahragaan, dan sebaginya. Pembangunan dalam aspek fisik ini selanjutnya disebut pembangunan desa.
2.    Pembangunan dalam aspek pemberdayaan insan, yaitu pembangunan yang objek utamanya aspek pembangunan dan peningkatan kemampuan, skill dan memberdayakan masyarakat di daerah pedesaan sebagai warga Negara, seperti pendidikan dan pelatihan, pembinaan usaha ekonomi, kesehatan, spiritual, dan sebagainya. Tujuan utamanya adalah untuk membantu masyarakat yang masih tergolong marjinal agar dapat melepaskan diri dari berbagai belenggu keterbelakangan sosial, ekonomi, politik dan sebagainya.Pembangunan dalam aspek pemberdayaan insane ini selanjutnya disebut sebagai pemberdayaan masyarakat desa.

2.6       Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara dan pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu negara. Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth); pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi. Yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP riil di negara tersebut. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.
Perbedaan antara keduanya adalah pertumbuhan ekonomi keberhasilannya lebih bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat output produksi yang dihasilkan, sedangkan pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan, sosial dan teknik.
2.6.1    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, namun pada hakikatnya faktor-faktor tersebut dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu faktor ekonomi dan faktor nonekonomi.
1.        Faktor ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi diantaranya adalah sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya modal, dan keahlian atau kewirausahaan.
Sumber daya alam, yang meliputi tanah dan kekayaan alam seperti kesuburan tanah, keadaan iklim/cuaca, hasil hutan, tambang, dan hasil laut, sangat mempengaruhi pertumbuhan industri suatu negara, terutama dalam hal penyediaan bahan baku produksi. Sementara itu, keahlian dan kewirausahaan dibutuhkan untuk mengolah bahan mentah dari alam, menjadi sesuatu yang memiliki nilai lebih tinggi (disebut juga sebagai proses produksi).
Sumber daya manusia juga menentukan keberhasilan pembangunan nasional melalui jumlah dan kualitas penduduk. Jumlah penduduk yang besar merupakanpasar potensial untuk memasarkan hasil-hasil produksi, sementara kualitas penduduk menentukan seberapa besar produktivitas yang ada.
Sementara itu, sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah bahan mentah tersebut. Pembentukan modal dan investasi ditujukan untuk menggali dan mengolah kekayaan. Sumber daya modal berupa barang-barang modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas.
2.        Faktor nonekonomi mencakup kondisi sosial kultur yang ada di masyarakat, keadaan politik, kelembagaan, dan sistem yang berkembang dan berlaku.

2.6.2    Masalah dan Hambatan Pembangunan Ekonomi
Identifikasi masalah-masalah pembangunan dimaksudkan untuk mempercepat upaya pembangunan di negara-negara berkembang. Masalah-masalah yang teridentifikasi adalah faktor-faktor penentu pertumbuhan ekonomi, ketimpangan distribusi pendapatan, kemiskinan, pengangguran, keterbelakangan dan beban ketergantungan. Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan desa pada  umumnya berada pada masalah sturktural dan sosial budaya. Adapun masalah yang dihadapi dalam upaya pembanguna di desa yaitu : masalah sosial budaya, masalah ekonomi dan masalah geografis. Masalah sosial budaya terdiri dari rendahnya tingkat pendidikan, minimnya sarana dan prasarana di pedesaan yaitu prasarana dan sarana transportasi, prasarana dan sarana pendidikan yang kurang memadai, serta terbatasnya lapangan pekerjaan di pedesaan dan rendahnya kesadaran petani terhadap adopsi inovasi pertanian.
Masalah ekonomi terdiri dari keterbelakangan perekonomian dan tidak tersedianya permodalan untuk petani dan harga pupuk yang lumayan tinggi. Selain itu masalah geografisnya yaitu prediksi terhadap iklim yang sulit, keadaan tanah dan letak wilayah, Lasmawati (2012).


2.7       Pendapatan Desa
Dalam Undang-Undang N0.6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 72 dan Ayat 1, disebutkan sumber Pendapatan Desa berasal dari:
1.        Pendapatan asli desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa,
2.        Alokasi dari APBN dalam belanja transfer ke daerah/desa,
3.        Bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota, paling sedikit 10% dari pajak dan retribusi daerah,
4.        Alokasi dana desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota, paling sedikit 10% dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota dalam APBD setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus,
5.        Bantuan Keuangan dari APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota, hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga, dan lain-lain pendapatan desa yang sah.
Menurut Permendagri No. 113 Tahun 2014, Pendapatan Desa terdiri atas kelompok antara lain :
1.        Pendapatan Asli Desa (PADesa),
2.        Transfer, dan
3.        Pendapatan Lain,lain.
Kelompok Pendapatan Asli Desa terdiri atas jenis :
a.         Hasil usaha,
b.        Hasil asset,
c.         Swadaya, Partisipasi dan Gotong royong, dan
d.        Lain-lain Pendapatan Asli Desa
Hasil usaha desa antara lain : hasil BUMDes (Badan Usaha Milik Desa), tanah kas desa. Kemudian hasil asset antara lan : tambatan perahu, pasar desa, tempat pemandian umum, jaringan irigasi.

2.8       Pendapatan Asli Desa
Widjaja dalam Koswara (1999) secara terperinci menyebutkan bahwa komponen Pendapatan Asli Desa terdiri dari pajak, retribusi, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah. Keempat komponen tersebut sangat penting dan masing-masing memberikan konstribusi bagi penerimaan pendapatan asli desa. Sejalan dengan pendapat Koswara, menyatakan pentingnya pendapatan asli desa sebagai sumber keuangan daerah, daerah otonom harus memiliki keuangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerahnya. Ketergantungan pada bantuan pusat harus seminimal mungkin sehingga pendapatan asli desa harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan negara Koswara (1999).
Alokasi dana desa yang memadai untuk menunjang sumber penerimaan APBDesa, diharapkan akan mampu mendorong roda pemerintahan di tingkat desa, termasuk untuk menanggapi kebutuhan-kebutuhan yang mampu ditangani di tingkat desa. APBDesa yang memadai juga dapat mendorong partisipasi warga lebih luas pada proses-proses perencanaan dan penganggaran pembangunan. Partisipasi warga yang tidak terakomodasi dalam APBD, dengan adanya APBDesa dapat menjawab partisipasi warga yang bersifat mikro dan mampu ditangani pada level desa. Supaya alokasi dana desa dalam pelaksanan APBDesa benar-benar diimplementasikan, perlu dilakukan proses penguatan Pemerintahan Desa (Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa) dalam mengelola keuangan desa, khususnya peningkatan pendapatan asli desa (PADes) yang berorientasi kepada peningkatan kesejahetraan masyarakat desa dan memenuhi prinsip-prinsip Good Governance.

2.9       Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)
Berdasarkan Pasal 1 PermenDesa No. 04 Tahun 2015, BUMDes merupakan Badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan guna mengelola asset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa. Badan Usaha Milik Desa yang disingkat BUMDes adalah lembaga usaha desa yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintah desa dalam upaya memperkuat perekonomian desa dan dibentuk berdasarkan kebutuhan masyarakat dan potensi desa Hartowiryono dan Suharyanto (2014).  BUMDes merupakan bentuk kelembagaan desa yang memiliki kegiatan menjalankan usaha ekonomi atau bisnis untuk memperoleh manfaat yang berguna bagi kesejahteraan masyarakat desa.
BUMDes pada dasarnya merupakan bentuk konsolidasi atau penguatan terhadap lembaga-lembaga ekonomi desa dan merupakan instrumen pendayagunaan ekonomi lokal dengan berbagai ragam jenis potensi, yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat desa melalui pengembangan usaha ekonomi mereka, serta memberikan sumbangan bagi pendapatan asli desa yang memungkinkan desa mampu melaksanakan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara optimal Ferdianto (2016).
Dalam rangka kerja sama antar desa dan pelayanan usaha antar desa dapat dibentuk BUMDes bersama yang merupakan milik 2 (dua) desa atau lebih. Pendirian BUMDes bersama disepakati melalui Musyawarah antar desa yang difasilitasi oleh badan kerja sama antar desa. BUMDes bersama ditetapkan dalam Peraturan Bersama Kepala Desa tentang Pendirian BUMDes bersama. BUMDes dapat terdiri dari unit-unit usaha yang berbadan hukum, dapat berupa lembaga bisnis yang kepemilikan sahamnya berasal dari BUMDes dan masyarakat. Dalam hal BUMDes tidak mempunyai unit-unit usaha yang berbadan hukum, bentuk organisasi BUMDes didasarkan pada Peraturan Desa tentang Pendirian BUMDes.
Tujuan pembentukan BUMDes itu sendiri antara lain :
1.        Mendorong perkembangan perekonomian masyarakat desa,
2.        Meningkatkan kreatifitas dan peluang usaha ekonomi produktif masyarakat desa yang berpenghasilan rendah,
3.        Mendorong berkembangnya usaha mikro sektor informal,
4.        Pengelolaan sumber daya alam, serta
5.        Meningkatnya pendapatan asli daerah.
Peran BUMDes dalam meningkatkan pendapatan asli desa terpapar dalam tujuan BUMdes tersebut. Namun peran BUMDes untuk meningkatkan pendapatan asli desa juga dapat dilihat dari pemanfaatan dalam pengelolaan jenis usaha BUMDes. Adapun Jenis-jenis usaha BUMDes antara lain yaitu :
1.        Bisnis social (social business) sederhana untuk pelayanan umum (serving). Memanfaatkan sumber daya lokal dan teknologi tepat guna, meliputi:
a.         Air minum desa,
b.         Usaha listrik desa,
c.         Lumbung pangan, dan
d.        Sumber daya lokal dan teknologi tepat guna lainnya.
2.        Bisnis penyewaan (renting), meliputi :
a.         Alat transportasi,
b.         Perkakas pesta,
c.         Gedung pertemuan,
d.        Rumah toko,
e.         Tanah milik BUMDes, dan
f.          Barang sewaan lainnya.
3.        Usaha perantara (brokering), meliputi :
a.         Jasa pembayaran listrik,
b.         Pasar Desa untuk memanfaatkan produk yang dihasilkan masyarakat, dan
c.         Jasa pelayanan lainnya.
4.        Bisnis yang berproduksi dan/atau berdagang (trading), meliputi:
a.         Pabrik es,
b.         Pabrik asap cair,
c.         Hasil pertanian,
d.        Sarana produksi pertanian,
e.         Sumur bekas tambang, dan
f.          Kegiatan bisnis produktif lainnya.
5.        Bisnis keuangan (financial business). Dapat memberikan akses kredit dan peminjaman yang mudah diakses oleh masyarakat Desa.
6.        Usaha bersama (holding), meliputi:
a.         Pengembangan Kapal Desa berskala besar untuk mengorganisasi nelayan kecil agar usahanya menjadi ekspansif,
b.         Desa Wisata yang mengorganisir rangkaian jenis usaha dari kelompok masyarakat, dan
c.         Kegiatan usaha bersama yang mengkonsolidasikan jenis usaha lokal lainnya.
Pembentukan BUMDes menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Desa No.4 Tahun 2015, antara lain :
a.         Pendirian BUMDes sebagaimana disepakati melalui Musyawarah Desa, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggi, dan Transmigrasi tentang Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa,
b.        Hasil kesepakatan Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud, menjadi pedoman bagi Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa untuk menetapkan Peraturan Desa tentang Pendirian BUMDes,
c.         Dalam rangka kerja sama antardesa dan pelayanan usaha antardesa dapat dibentuk BUMDes bersama yang merupakan milik 2 (dua) Desa atau lebih,
d.        Pendirian BUMDes bersama disepakati melalui Musyawarah antardesa yang difasilitasi oleh badan kerja sama antardesa,
e.         BUMDes bersama diterapkan dalam Peraturan Bersama Kepala Desa tentang Pendirian BUMDes bersama,
f.         BUMDes dapat terdiri dari unit-unit usaha yang berbadan hukum, dapat berupa lembaga bisnis yang kepemilikan sahamnya berasal dari BUMDes dan masyarakat. Dalam hal BUMDes tidak mempunyai unit-unit usaha yang berbadan hukum, bentuk organisasi BUMDes didasarkan pada Peraturan Desa tentang Pendirian BUMDes.

2.10     Penelitian Terdahulu
Adapun beberapa peneliti yang relevan/sejenis dengan penelitian tentang optimalisasi pengelolaan Pendapatan Asli Desa dalam meningkatkan pembangunan perekonomian desa. Berikut ini merupakan tabel penelitian terdahulu yang relevan.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Hasil Penelitian
1
Yusifa (2014)
Strategi Pengelolaan Pendapatan Asli Desa Dalam Meningkatkan Pembangunan Desa Pandanarum Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto
Strategi pengelolaan pendapatan asli desa di Desa Pandanarum sudah memberikan peningkatan yang cukup tinggi. Sehingga mempengaruhi juga dalam peningkatan pembangunan desa terkait dengan bertambahnya sarana prasarana yang telah dibangun pemerintah desa dalam mewujudkan kebutuhan masyarakat Desa. Kemudian peningkatan sumber daya masyarakat yang semakin berkembang, dengan demikian upaya pemerintah Desa Pandanarum dalam meningkatkan pembangunan desa sudah berjalan secara efektif melalui strategi pengelolaan pendapatan asli desa yang sesuai.
2
Sumarmi (2009)
Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Alokasi Belanja Modal Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi D.I.Yogyakarta
Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh secara positif signifikan terhadap alokasi belanja modal daerah. Hal ini disebabkan karena PAD merupakan sumber pendapatan yang diperoleh dari daerah yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah.
3
Nunik (2014)
Proporsi Pendapatan Asli Desa Di Desa Sarimulyo Kecamatan Jombang Kabupaten Jember Tahun 2009-2013
Proporsi Pendapatan Asli Desa Sarimulyo terhadap pendapatan desa pada tahun 2009 hingga 2013 mengalami fluktuasi. Proporsi Pendapatan Asli Desa mengalami peningkatan hanya pada tahun 2011 yang disebabkan karena meningkatnya jumlah sumber Pendapatan Asli Desa yang berasal dari pengelolaan tanah kas desa. Akan tetapi Pendapatan Asli Desa Sarimulyo lebih sering mengalami penurunan. Faktor yang menyebabkan penurunan proporsi Pendapatan Asli Desa Sarimulyo ialah meningkatnya jumlah sumber pendapatan desa yang berasal dari Alokasi Dana Desa dan Bantuan Keuangan dari pemerintah Kabupaten serta upaya Pemerintah Desa dalam menggali sumber Pendapatan Asli Desa yang masih belum optimal. Sumber utama Pendapatan Asli Desa Sarimulyo berasal dari hasil pengelolaan tanah kas desa. Tanah Kas Desa Sarimulyo dalam pengelolaannya dapat dimanfaatkan secara maksimal sehingga mampu menambah jumlah Pendapatan Asli Desa.
4
Mahayana (2013)
Peran Kepala Desa Dalam Meningkatkan Pembangunan Desa di Desa Bumi Rapak Kecamatan Kaubun Kabupaten Kutai Timur
Kepala Desa sangat berperan dalam memotivasi, memfasilitasi, dan menggerakkan warga disetiap kegiatan-kegiatan pembangunan desa. Dalam perannya temuan juga menunjukan bahwa peran Kepala Desa yang peling sering terlihat atau peran yang paling menojol yaitu Kepala Desa sebagai fasilitator hal ini terlihatbahwa Kepala Desa sering memfasilitasi setiap kegiatan-kegiatan pembangunandesa di Desa penelitian yaitu di Desa Bumi Rapak.
5
Kurniawan (2016)
Peranan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dalam Peningkatan Pendapatan Asli Desa
Peranan Badan Usaha
Milik Desa ( BUMDes) dalam peningkatan pendapatan asli Desa sebagai Fasilitator,
Mediator, Motivator, Dinamisator mengalami peningkatan. Peranan BUMDes Desa Lanjut sudah melakukan tugas sesuai dengan acuan BUMDes tersebut, tetapi terjadi tidak sesuai dengan yang di inginkan. Hanya meningkat Rp. 3.940.000 saja.
6
Sernakasa
Kinerja Pemerintah Desa dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Desa (Suatu Studi di Desa Kaima Kecamatan Remboken Kabupaten Minahasa)
1. Pendapatan asli desa di Desa Kaima Kec.Remboken Kab.Minahasa hanyaberasal dari Pajak atau iuran yang di punggut pada setiap rumah yang ada didesa oleh pemerintah desa setiap  tahunnya.
2. Setiap tahunnya penerimaan pajak Desa atau iuaran Desa mengalamipeningkatan dapat dilihat dari jumlah penerimaan pajak desa pada tahun
sebelumnya.
3. Untuk meningkatkan pendapatan asli desa kaima pemerintah desa membangun
bak penampungan air bersih yang akan dijadikan sebagai sumber pendapatanasli desa kaima.
4. Kinerja pemerintah desa kaima dalam meningkatkan pendapatan asli desa, dapat
di simpulkan belum sepenuhnya terlaksana dengan baik.
Sumber :Penelitian Sebelumnya yang Terdokumentasi (2016)

2.11     Kerangka Berpikir
Pendapatan pada Desa Pejarakan terbagi atas dua bagian, yaitu pendapatan asli desa dan pendapatan transfer serta pendapatan lain-lain. Pendapatan asli desa terdiri dari pajak, retribusi, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah. Komponen tersebut sangat diharapkan dapat meningkatkan pembangunan dalam hal perekonomian desa dan menjadikan desa sebagai desa yang mandiri dalam hal pengelolaan pendapatan dan tidak hanya tergantung dari pendapatan transfer yang jumlah kontribusinya lebih besar ke desa dibandingkan pendapatan asli desa. Dalam pendapatan asli desa, terdapat Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang juga akan meningkatkan dan mengoptimalkan pengelolaan pendapatan asli desa. Dimana dalam BUMDes terdapat beberapa potensi yang belum dikelola secara optimal baik oleh masyarakat maupun dari pengelola BUMDes itu sendiri. Penerimaan yang nantinya diperoleh dari BUMDes akan meningkatkan Hasil Usaha di dalam pendapatan asli desa, sehingga pengelolaan pendapatan asli desa dapat berjalan secara optimal, dapat meningkatkan pembangunanp perekonomian desa, dan dapat menjadikan desa sebagai desa yang mandiri. Oleh karena itu, peneliti menentukan kerangka berpikir seperti berikut dengan bagan pada gambar 2.3.


Tulisan Oleh : I Gusti Ayu Rani Desi Andari

Komentar

Popular Posts

Jenis-Jenis Port beserta Penjelasan, Gambar, dan Fungsinya Pada Console Unit

Proposal Usaha Bengkel Las Dan Bubut “Sabadha Logam”

Drama : Liburan Ke Kebun Binatang